Malam semakin larut, suasana di kontrakan Aretha pun terasa sangat sepi. Hanya ada beberapa orang pemuda yang seperti masih asyik mengobrol do depan warung pemilik kontrakan. Sementara tetangga kontrakan Aretha yang lainnya sudah menutup pintu kontrakannya rapat-rapat.
Begitu juga dengan Aretha, sepulang dia daei mall bersama dengan Yuli, dia tidak keluar rumah lagi. Bagaimana Aretha berani keluar kontrakan jika air matanya terus saja mengalir di pelupuk matanya. Semakin diingat, hatinya semakin hancur berkeping-keping.
Mas, sepertinya Mas Ringgo sangat bahagia bersama Anita Mbak Anita. Kalian memang serasi, sama-sama dari keluarga berada. Tidak seperti aku, yang menjadi yatim piatu dari kecil. Ayah, Ibu, kenapa rasanya sakit sekali melihat Mas Ringgo bahagia bersama dengan istri barunya.
Aretha terus saja meratapi kepedihan hatinya. Meskipun dia selalu berkata ikhlas melepaskan Ringgo. Namun, tetap saja hati kecilnya tidak dapat dibohongi. Terasa sulit menghapus rasa sakit karena kehilangan cinta pertamanya.
Setelah lelah menumpahkan kesedihannya, Aretha pun mengambil air wudhu. Dia ingin bermunajat pada Sang Pencipta, mengadukan segala kesedihan hatinya. Dia terus berdzikir agar hatinya menjadi tenang. Sampai tanpa terasa dia tertidur di atas sajadah hingga terdengar suara adzan subur berkumandang, barulah Aretha terbangun dari tidurnya.
"Astaghfirullah, ternyata aku ketiduran. Lebih baik aku mandi dulu dan sholat," gumam Aretha.
Dia segera bergegas membersihkan dirinya dan melaksanakan kewajibannya pada Sang Pencipta. Setelah semuanya selesai, Aretha memilih untuk membersihkan rumahnya terlebih dahulu. Barulah dia bersiap untuk pergi bekerja.
Tidak apa aku berangkat kepagian juga. Lagian di sana pasti ada produksi yang shift malam. Semangat Aretha! Kamu pasti bisa melupakannya.
Sesampainya di tempat dia bekerja, kedatangannya bersamaan dengan mobil Sadewa yang memasuki gerbang perusahaan. Aretha menundukkan kepalanya sedikit untuk menghormati pimpinan perusahaan. Hingga akhirnya Sadewa memanggil namanya saat Aretha akan berbelok ke arah lobby.
"Aretha, tunggu sebentar!"
"Iya, Pak." Aretha pun menghampiri Sadewa yang menghentikan mobilnya tepat di depan lobby
"Ini buat sarapan. Abang minta maaf, waktu itu tidak jadi pulang bareng karena ada urusan di kantor pusat." Ringgo memberikan paper bag pada Aretha.
"Bang, aku jadi gak enak hati dikasih makanan terus," ucap Aretha terlihat malu-malu. Ingin menolak tidak enak, menerima pun sama tidak enak hatinya.
"Tidak apa! Besok berangkat bersama saja, bukankah kita satu arah?"
"Tapi, Bang. Aku tidak enak dengan karyawan lain jika melihat kita jalan bersama. Pasti mereka akan berasumsi yang tidak-tidak."
"Kamu tenang saja! Mereka tidak akan berani bergosip. Abang ke parkiran dulu, jangan lupa dimakan ya!" Sadewa langsung melajukan mobilnya kembali menuju ke parkiran khusus petinggi perusahaan. Sementara Aretha masuk ke dalam lobby.
"Mbak Aretha, ada hubungan apa dengan Pak Direktur? Sepertinya dia perhatian sekali dengan Mbak Aretha," tanya Milli, di bagian resepsionis.
"Pak Sadewa kakak tingkat aku waktu kami sama-sama kuliah di Jakarta."
"Oh, pantas saja kalian saling mengenal. Apa Mbak Aretha bawaan Pak Sadewa?"
"Oh ... bukan-bukan. Aku tahu Pak Sadewa bekerja di sini setelah satu bulan aku bekerja. Kalau begitu aku permisi, Mbak." Aretha bergegas pergi dari lobby. Dia tidak mau kalau resepsionis itu terus mengorek urusan pribadinya.
Sesampainya di meja kerja, Aretha pun menyimpan tas dan paper bag dari Sadewa. Diambilnya dua kotak tempat makanan di dalam paper bag. Dia tersenyum melihat makanan kesukaannya yang ada di dalam kotak itu.
"Roti sandwich dan salad buah. Bang Dewa masih hapal makanan kesukaan aku. Dulu, saat menjadi adik tingkatnya, dia sering membawakan aku makanan. Tapi saat dia tahu kalau aku sudah pacaran dengan Mas Ringgo dan menolak cintanya, Bang Dewa jadi menjauhi aku. Salah aku juga dulu pernah memberi harapan pada Bang Dewa saat aku sudah dekat dengan Mas Ringgo," gumam Aretha.
"Wih, sarapan sandwich. Aku bawain ketoprak buat kita sarapan bareng," ucap Yuli yang baru saja datang.
"Bu Yuli, Anda baik sekali membawakan sarapan. Saya jadi sangat terharu," canda Aretha. Dia tersebut pada sahabatnya.
"Aku senang kamu sudah tersenyum lagi. Semalaman aku kepikiran kamu, apa semalam kamu habis nangis ya? Terakhir ya kamu menangisi dia. Lupakan laki-laki yang tidak bisa tegas. Kamu pantas bahagia bersama laki-laki yang mencintai kamu dengan tulus. Mulai hari ini, buka lebar-lebar pintu hati kamu untuk menerima cinta yang baru, yang membawa kebaikan dan kebahagiaan."
"Do'akan aku ya! Biar bertemu dengan orang yang benar-benar tulus mencintai aku."
"Aamiin ... udah yuk kita sarapan biar jadi wanita seterong."
"Strong Li!"
"Sama saja!"
Keduanya pun sarapan bersama menikmati ketoprak yang dibawa oleh Yuli. Setelah menghabiskannya, barulah Yuli pergi ke ruangannya. Baru saja Aretha akan pergi ke toilet, terdengar ada pesan masuk di ponselnya.
Sadewa: [Sudah sarapan, belum? Abang lagi sarapan tapi rasanya tidak enak kalau sendiri.]
Aretha: [Sudah, Bang! Tadi makan ketoprak sama Yuli. Sarapan dari Abang buat makan siang saja. Abang baru sarapan?]
Sadewa: [Iya, tadinya mau ajak makan siang sama kamu. Mumpung tidak ada jadwal ke pusat. Disimpan saja sandwich-nya buat di rumah. Nanti kita makan siang bersama saja.]
Aretha: [Gimana ya, Bang? Aku gak enak sama karyawan lain.]
Sadewa: [Tidak apa, Retha. Mereka tidak akan macam-macam kho!]
Aretha: [Baiklah, Bang. Tapi tunggu aku di mobil saja.]
Sadewa: [Oke! Aku akan menunggu kamu.]
Selesai berkirim pesan dengan Sadewa, Aretha pun pergi ke toilet. Sialnya dia harus mendengar orang-orang bergosip tentangnya. Dia hanya tersenyum samar seraya masuk ke dalam toilet, berpura-pura tidak mendengar pembicaraan mereka.
"Mbak Aretha beruntung sekali ya! Baru satu bulan tapi sudah bisa memikat hati Pak Direktur. Padahal kita yang bekerja dari semenjak perusahaan ini berdiri tidak pernah mendapatkan perhatian berlebihan seperti itu," celetuk salah seorang wanita yang sedang menebalkan make-up yang dipakainya.
"Dia kan cantik, sholehah pula penampilannya. Tapi ternyata kelakuannya solehot," timpal temannya.
"Makanya kamu berpakaian seperti dia biar dikira sholehah padahal mah solehot," timpal teman yang satunya lagi.
"Astaghfirullah, Mbak. Aku berhijab karena Allah, bukan karena ingin pujian dari manusia. Aku hanya ingin berusaha lebih baik lagi dengan menutup semua aurat aku. Bukan karena ingin dianggap sholehah. Aku sadar belum bisa menjadi wanita sholehah. Aku hanya sedang berusaha untuk memperbaiki semua kesalahanku di masa lalu"
"Pinter ngomong juga ternyata. Kalau kamu ingin memperbaiki kesalahan kamu, kenapa kamu mendekati gebetan aku?"
"Gebetan? Siapa yang Mbak maksud? Pak Dewa? Ya Allah, Mbak! Mbak tuh sudah salah paham. Aku tidak memiliki hubungan apa pun dengan Pak Dewa, selain atasan dan bawahan."
"Awas saja kalau kamu berusaha mendekatinya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
EMANGNYA LO BSA DAPATIN DEWA.. PEDE AMAT LO.. KLO MMG DEWA MMG MAU MA LO, KNP GK DRI DLU..
2023-12-27
0
Musniwati Elikibasmahulette
dasar kegatalan ,kalian
2023-07-02
1
Agung Sunarno
di mana mana pasti ada yg suka dan tidak retha .... yg sabar ya
2023-06-10
0