Selepas pesta pernikahannya selesai digelar, Ringgo terus mengedarkan pandangan matanya. Dia mencari keberadaan istri yang dicintainya. Namun, pencariannya hanya berbuah kekecewaan.
"Retha kemana? Dari tadi aku cari tapi tidak kelihatan," gumam Ringgo. Dia pun mendekati ibunya yang sedang sibuk melayani tamu. Sesekali Ringgo pun bersalaman pada semua tamu yang memberikan ucapan selamat padanya.
"Ibu, Retha ke mana? Aku mencarinya tapi dia tidak kelihatan sama sekali."
"Tadi Ibu lihat sedang duduk di sana. Tapi kho gak ada ya! Paling juga dia ke toilet," jawab Bu Lela.
"Ya sudah, Bu. Aku mau cari Retha dulu. Dia pasti belum makan," pamit Ringgo.
"Kamu tuh Ringgo, harusnya lebih perhatian pada istri baru kamu. Masih saja mencari Aretha. Biarkan saja! Dia sudah besar ini, kalau lapar pasti makan sendiri."
Ringgo terus saja melangkahkan kakinya mencari keberadaan Aretha. Dia berkeliling di rumah orang tuanya. Dengan sesekali melakukan panggilan telepon pada Aretha, tetapi tidak satu pun panggilan telepon darinya diangkat oleh Aretha. Meskipun Ringgo terus mencari ke sana ke mari, tetap saja Ringgo tidak menemukan istrinya. Hingga akhirnya dia bertanya pada kakak dan adiknya yang terlihat sedang berbincang.
"Mbak Riri, lihat Retha gak? Aku keliling mencari dia tapi gak ada," tanya Ringgo.
"Mungkin Retha sedang menangis di kamar. Mau bagaimana pun juga, seorang istri pasti sedih saat melihat suaminya menikah lagi. Bohong kalau Retha selalu bilang gak apa-apa. Mbak tadi melihat dia menangis saat kamu ijab kabul," jawab Riri, kakak beda ibu Ringgo.
"Itu salah dia sendiri, Mbak. Kenapa Mbak Retha gak bisa punya anak? Coba kalau Mbak Retha punya anak, mungkin ibu juga tidak akan menyuruh Mas Ringgo untuk menikah dengan Mbak Anita," timpal Reva, adik perempuan Ringgo.
"Kamu tuh jangan bicara seperti itu. Selama ini Retha baik sama kamu. Dia selalu menurut sama ibu. Hanya karena kekurangan yang tidak pernah diharapkannya, kalian berusaha untuk menyingkirkan dia untuk menyerah dengan sendirinya. Padahal Aretha itu anak yang baik. Dia pekerja keras dan tidak pernah gengsi untuk melakukan pekerjaan apa pun. Tanpa Mbak beberkan satu-satu pasti kalian tahu kalau Retha melakukan banyak hal untuk ibu dan keluarga kita."
"Hanya Mbak Riri yang selalu membela dia. Padahal apa bagusnya, Mbak. Mbak Retha masuk ke keluarga kita gak bawa apa-apa. Dia tuh beruntung diterima di keluarga kita. Ya, meskipun sebenarnya, dari awal ibu tidak setuju kalau Mas Ringgo menikah dengan Mbak Retha." Reva mengangkat bahunya seraya mencibir.
"Sudah jangan berdebat! Aku mau pulang ke rumah dulu. Mungkin benar Retha ada di kamar. Reva bilang sama ibu, untuk menerima tamu menggantikan Mas dulu." Ringgo langsung berlari menuju ke rumahnya.
Dia tidak memperdulikan panggilan dari adiknya yang ingin protes. Hatinya was-was merasa khawatir pada istrinya. Hingga sampai di rumahnya, Ringgo langsung masuk dengan tergesa.
"Dek! Retha! Kamu di mana?" teriak Ringgo.
Tidak ada sahutan dari dalam rumah. Ringgo pun mencari dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Hingga akhirnya dia melihat sebuah sticky note yang Aretha tempelkan di pintu lemari es.
Mas, aku menyimpan surat buat Mas di laci lemari baju.
Ringgo kembali ke kamarnya. Dengan tergesa, dia membuka lemari bajunya. Mencari surat yang Aretha simpan di sana. Saat sudah menemukannya, jantung Ringgo langsung berdetak lebih cepat dari biasanya. Dadanya bergemuruh hebat dan wajahnya terasa panas dengan lelehan air mata yang membasahi pipinya.
Bagaimana tidak, dia menemukan surat perceraian dari pengadilan yang sudah Aretha tanda tangani. Tidak ketinggalan sebuah surat yang Aretha simpan di atas surat perceraian itu. Ringgo pun membaca surat terakhir dari istrinya dengan tangan yang gemetar.
Teruntuk:
Mas Ringgo yang kucintai
Mas, sekali lagi aku ucapkan selamat atas pernikahannya. Semoga Mas selalu bahagia. Meskipun tidak ada aku di sisi Mas.
Mas, aku minta maaf karena aku tidak bisa terus berbakti pada Mas. Aku ingin ikhlas Mas menikah lagi, tapi hatiku terasa sangat sakit Mas. Mungkin pengabdianku pada Mas hanya sampai di sini saja. Semoga ke depannya kita bisa berteman baik.
Selamat tinggal, Mas! Surat perceraian sudah aku tanda tangani. Mas tinggal menandatangani dan memberikannya ke pengadilan.
Salam sayang,
Aretha
"RETHA ...," teriak Ringgo dengan lutut yang terasa lemas.
Dia bersimpuh dan menangis seraya memeluk surat yang Aretha tulis. Sungguh hatinya sangat hancur mendapati kekasih hatinya sudah pergi jauh. Andaikan waktu bisa terulang kembali, mungkin Ringgo tidak akan pernah menyetujui keinginan ibunya agar dia menikah dengan Anita.
"Kenapa kamu harus pergi, Retha? Kenapa kamu tinggalkan Mas. Kamu pergi ke mana? Bukankah paman yang merawat kamu sudah tiada. Ke mana kamu akan berlindung?"
"Retha pulanglah! Kalau kamu tidak ingin dimadu, aku akan menceraikan Anita setelah punya anak. Kenapa kamu tidak bisa bersabar?"
Ringgo menghapus air matanya kasar. Dia mengambil ponselnya dan berniat untuk menghubungi istrinya. Namun tetap saja hanya operator yang menjawab panggilan teleponnya. Dengan keputus-asaannya, Ringgo melemparkan ponsel yang dia pegang. Dia mengepalkan tangannya dan menonjok kaca lemari dengan sekuat tenaga. Hingga menimbulkan suara yang keras dan sukses membuat tetangganya kaget.
PRANG!
"Ringgo, kamu kenapa?" tanya tetangga Ringgo setengah berteriak.
Mereka pun masuk ke dalam rumah Ringgo untuk memastikan. Mereka sangat terkejut melihat tangan Ringgo yang bercucuran darah dengan kaca yang menancap di tangannya. Buru-buru saja seorang bapak tua yang menjadi tetangga Ringgo, membawanya keluar kamar.
"Kamu kenapa Ringgo? Ada masalah apa? Harusnya kamu bahagia karena ini hari pernikahan kamu," tanya Bapak Tua itu seraya mencabut satu persatu pecahan kaca yang menancap di tangan Ringgo
"Bagaimana aku bisa bahagia kalau Retha pergi. Aku tidak mau kehilangan dia."
"Apa? Retha pergi?" tanya Bapak Tua itu, "mungkin dia sudah lelah, Ringgo. Selama ini dia sudah bersabar menghadapi sikap ibu kamu yang suka semena-mena sama dia. Mungkin kesabaran dia sudah habis karena kamu lebih memilih menurut pada ibumu."
"Tapi Pak ... Retha mengijinkan aku menikah lagi."
"Berarti kamu kurang peka terhadap perasaannya. Bapak yakin kalau istri kamu tidak pernah mengeluh soal ibumu. Bapak sering melihat ibu kamu terus menyuruh Retha untuk melakukan pekerjaan berat. Termasuk mengangkat galon yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang perempuan."
Apa benar yang dikatakan oleh Pak Umar? Ibu memang sering menyuruh Retha melakukan ini itu. Tapi aku pikir hanya beres-beres rumah atau memasak saja yang memang biasa dilakukan oleh perempuan.
"Ringgo, lepaskan saja Retha kalau dia memang sudah tidak tahan hidup dengan kamu. Biarkan dia mencari kebahagiaannya sendiri."
"Retha bahagia hidup dengan aku karena kami saling mencintai."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
TETANGGA AZA TAU KLAKUAN IBU LO KE RETHA..
2023-12-27
0
Sulaiman Efendy
LO TAU, IBU LO WANITA & IBU MERTUA YG BAIK BUAT RETHA,, TPI IBU LO IBLIS
2023-12-27
1
Sulaiman Efendy
DI BAHAGIA2KN... TPI LO GK TAU BATIN ISTRI LO YG TRSIKSA OLEH IBU LOO
2023-12-27
1