MILLY
Milly masih terpaku memandangi seseorang yang baru saja bertabrakan dengan nya.
Maksud hati mau marah, tapi tiba-tiba saja lidahnya terasa beku untuk berkata.
"Maaf, saya benar-benar tidak sengaja. Saya tadi terburu-buru, sekali lagi saya minta maaf ya."
Pria itu menyodorkan tangannya, untuk membantu Milly berdiri. Seperti orang linglung, Milly tidak menjawab atau pun membalas uluran tangan pria itu.
Dirinya masih tidak percaya, dengan apa yang dilihat nya saat ini. Meskipun sudah bertahun-tahun tidak bertemu, dengan pria yang baru saja bertabrakan dangan nya, tapi dia masih bisa mengingat dengan jelas siapa pria itu.
Pria yang selalu hadir mengganggu ketenangan nya sewaktu sekolah SMP di kampungnya dulu. Pria yang selalu datang menawarkan bantuan di saat dia kesusahan. Dan juga selalu membela nya, jika ada teman-teman sekolah yang mengganggu nya.
Pria yang terkenal baik di seluruh antero sekolah. Tidak hanya baik, dia juga termasuk siswa yang pintar dan berprestasi. Dia sering mewakili sekolahnya dalam berbagai perlombaan. Siswa yang membuat banyak siswi jatuh hati pada nya.
Tapi sayang, pria itu sudah menaruh hatinya hanya pada Milly. Itu semua tidak sedikit pun membuat Milly berbaik hati pada pria itu. Bahkan Milly selalu berusaha untuk menghindari nya.
Dan sungguh keberuntungan tidak berpihak pada Milly, dia selalu satu kelas dengan Dean.
Ya, pria itu adalah Dean. Pria yang selalu mengatakan cinta pada Milly. Dan itu lah yang membuat Milly membenci nya.
Druuttt ... druuutt ... druuutt.
Suara ponsel yang di pegang Dean, membuat Milly tersadar dari ingatan masa lalu nya. Milly buru-buru berdiri dan membiarkan tangan Dean tetap mengambang di udara.
"Hallo"
"Hallo Pak Dean, saya sudah menunggu dari tadi."
"Maaf, oke saya segera kesana."
Tut..tut...tut...
Panggilan di matikan oleh orang yang menelpon Dean tadi.
"Maaf, saya ada keperluan yang harus segera saya kerjakan. Kalau kamu berkenan, mau kah kamu menunggu saya sebentar? Kira-kira tiga puluh menit lagi, saya temui kamu di sini.
Sungguh, ini seperti keajaiban bagi saya. Sudah bertahun-tahun kita tidak bertemu, dan sekarang kamu hadir dihadapan saya. Mungkin kita bisa ngobrol sambil ngopi sebentar."
Dean berbicara dengan penuh pengharapan kepada Milly.
Milly hanya diam, dia tak tau mau menjawab apa. Ternyata Dean juga masih mengingat nya.
"Baik lah Milly, saya permisi dulu, ya. Saya harap kamu mau menunggu saya sebentar," lanjut Dean. Kemudian Dean pun berlalu meninggalkan Milly.
*****
Milly menatap Dean yang berlalu masuk ke dalam kafe. Sedangkan Milly masih terpaku di pintu kafe itu. Tempat dimana dia baru saja bertabrakan dengan Dean. Milly bingung, apakah dia harus menunggu seperti yang dikatakan Dean? dan kembali kedalam kafe, atau langsung pergi saja.
Sedikit di hatinya ada keinginan untuk menunggu Dean. Tapi sebagian besar lagi, hati Milly masih membenci Dean seperti dulu nya. Dan Milly masih mau menghindari Dean.
Bukan tanpa alasan Milly membenci Dean. Bukan juga karna wajahnya, karna Dean termasuk memiliki wajah yang tampan dan juga seorang yang pintar.
Meskipun Dean juga sedikit nakal.
Tapi Milly tidak suka sikap Dean, yang berterus terang mengatakan cinta padanya, di hadapan banyak siswa. Sehingga semua orang mengetahuinya. Jika kebanyakan siswa perempuan senang di perlakukan seperti itu, tapi tidak dengan Milly.
Itu terasa sangat mengganggu dan membuatnya malu. Bahkan orang tua Dean pun tau akan itu. Dan kemarahan Milly bertambah, saat orang tua Dean memanggilnya dengan panggilan menantu, di hadapan teman-teman sekelasnya. Dan di sana juga ada orang tua dari teman-teman Milly.
Saat itu, hari pembagian lapor kenaikan kelas, setiap siswa di dampingi oleh orang tua masing-masing.
"Wah, Menantu Ibu emang hebat, selalu juara kelas," kata bu Santy, ibunya Dean pada Milly.
"Selamat ya, Menantu," lanjut bu Santy sambil memeluk Milly.
"Makasi ya, Bu," balas Milly.
Ciee ... cieee ... ciee ....
Seperti di komando, teman-teman sekelas Milly langsung meneriakinya. Milly malu, pengen rasa nya dia marah pada Dean dan teman-temannya. Tapi urang di lakukan Milly, karna dia menghargai bu Santy.
Entah apa, yang sudah di ceritakan Dean pada ibunya, sehingga bu Santy bisa bicara seperti itu.
Ibunya Milly yang juga hadir saat itu, hanya tersenyum pada bu Santy dan Milly.
Baru lah saat di rumah, ibunya Milly yang bernama bu Rina menanyakan hal itu pada Milly.
Milly menceritakan semua nya pada sang ibu. Juga tentang perasaannya terhadap Dean.
"Kita tidak bisa menyuruh atau pun melarang seseorang untuk menyukai atau pun membenci kita. Kita tidak ada hak akan itu, jika seseorang membenci kita jangan kita balas dengan membenci juga. Biarkan itu menjadi urusannya dengan Allah.
Tapi jika seseorang menyukai kita dan kita tidak menyukainya, biarkan saja. Itu akan jadi urasannya dengan Allah juga. Tapi ada satu hal yang harus kamu ingat, jangan membenci berlebihan dan jangan juga membalas dengan perkataan atau perbuatan buruk.
Karna itu bisa menyakiti hatinya, dan ditakutkan itu akan berakibat buruk pada kita nanti. Karna kita tidak tau, ada apa dengan kehidupan dimasa datang? Tetap lah menjadi baik apapun keadaannya."
Milly masih sangat ingat, dengan apa yang di katakan ibunya saat itu. Sehingga, Milly lebih memilih menghindar. Meski hatinya membenci Dean dan menjaga jarak dengan Dean, tapi tidak sekali pun Milly berbuat atau berkata yang menyakiti hati Dean.
Tanpa Milly sadari, hal itu juga yang membuat Dean makin penasaran dan suka kepada Milly.
_*****_
Masih di kafe yang sama, di sebuah ruangan VIP. Dean yang melakukan pertemuan dengan rekan kerjanya, merasa jam begitu lambat berbutar. Fikirannya terbagi, harap-harap camas Dean memikirkan, apakah Milly akan menunggu atau tidak. Besar harapan Dean agar Milly mau menunggu. Jika tidak, maka tidak ada petunjuk untuk Dean akan bisa bertemu lagi dengan Milly.
"Baik lah, Pak Dean. Seperti nya, pertemuaan kita hari ini sudah cukup.Terima kasih untuk waktunya, Pak. Semoga kerjasama ini bisa berjalan lancar ke depannya."
Setelah berbasa basi sebentar, akhirnya Dean dan rekan kerjanya keluar dari ruangan itu. Tapi Dean tidak langsung pergi, dia mengedarkan pandangan kesetiap sudut ruangan kafe. Sambil berdoa dalam hatinya, agar Milly benar-benar menunggu. Tapi tidak ditemukan nya orang yang dia cari.
Terakhir Dean melihat ke bagian depan kafe. Tapi hasilnya masih sama. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Milly di sana.
Lama berdiri di depan kafe, akhirnya Dean memutuskan untuk pulang. Sesampai di dalam mobil, Dean menyenderkan punggunggung di kursi kemudi, dengan kepala yang mendongak kelangit-langit mobil.
Kecewa dan menyesal adalah dua hal yang dirasakan Dean. Menyesal kerena tadi, dia tidak meminta nomor ponsel Milly.
"Ahh ... apa mungkin, dia mau membagi nomor ponselnya? Dia begitu sulit untuk di dekati. Apa sekarang dia, masih sama seperti dulu?" Dean berbica sendiri.
Kemudian dia tersenyum mengingat akan tingkah lakunya dulu. Dan bagaimana Milly dulu nya. Milly yang seperti magnet bagi Dean. Apa yang ada di diri Milly, seperti selalu menarik di hati Dean.
"Apa masih mungkin?" hati Dean kembali berbicara.
Dean kemudian meninggalkan kafe itu. Berulang kali dia menengok ke belakang, berharap orang yang di tunggu-tunggu nya hadir. Tapi hasil nya masih sama.
Dean mengemudikan mobilnya dengan pelan menyusuri jalanan ibu kota yang padat. Kebetulan jalanan ibu kota sedang macet, karna bertepatan dengan orang-orang pulang bekerja.
Jika biasa nya, macet adalah hal yang sangat menyebalkan bagi Dean. Tapi kali ini Dean sangat menikmati nya. Hatinya sedang berbunga-bunga. Fikirannya sedang memutar memori-memori indah masa lalu.
Di temani dengan lagu romantis yang indah, Dean seperti menyaksikan mesin waktu, yang sedang menampilkan potongan-potongan kecil kisah cinta nya yang tak terbalas. Meski begitu, cinta itu sangat indah dan berbekas di hati Dean.
Pertemuannya tadi mengingatkan Dean ketika ia bertemu Milly untuk pertama kali nya. Dan saat itu juga Dean langsung jatuh hati pada nya. Gadis sederhana tapi sungguh mahal karena kecantikan paras dan hati nya.
Hari itu pertama masuk sekolah, dan semua siswa baru melaksana kan MOS. Semua siswa di bagi atas berapa kelompok, dan Dean satu kelompok dengan Milly. Ternyata tidak hanya cantik, Milly juga pintar, semua tugas yang di berikan oleh kakak pembina bisa mereka selesaikan dengan baik. Itu semua berkat adanya Milly. Saat itu Dean dan Milly bisa dekat dan bercanda ria dengan bebas.
Sampai suatu saat, ketika Milly berulang tahun, Dean yang memang sudah menyimpan perasaan pada milly, berinisiatif untuk memberian kejutan untuk nya. Waktu jam istirahat, Dean melihat Milly duduk bersama teman-temannya di pinggir lapangan basket sekolah.
Dengan sangat percaya diri, Dean meminjam mikrofon siswa yang sedang latihan bernyanyi.
Kebetulan minggu depan akan di gelar pentas seni di sekolah mereka.
"Slamat ulang tahun ... slamat ulang tahun
... slamat ulang tahun Milly, slamat ulang tahun."
Milly terlihat sangat kaget, tak ada sedikit pun senyum atau raut bahagia di wajah cantik itu. Wajah nya merona merah,entah malu atau karna marah. Sesaat kemudian dia langsung menunduk.
Meski begitu, Dean tetap tidak mensia-siakan kesempatan. Dia langsung berjongkok di hadapan Milly. Sambil memegang bunga mawar merah, yang diambilnya dari taman sekolah. Dean mengungkap kan isi hati nya.
"Maaf milly, jika aku lancang berbicara seperti ini. Tapi sungguh dari lubuk hati yang paling dalam, aku sudah lama menyukai mu. Semenjak pertama kali aku melihat mu, aku sudah jatuh hati pada mu. Aku mencintai mu Milly. Mau kah kamu menjadi pacarku?" lanjut Dean.
Setelah beberapa detik diam, kemudian sorak sorai para siswa yang menyaksikan itu terdengar sangat riuh.
"Terima ... terima ... terima."
Teriakan siswa yang lain. Ada juga yang bersiul-siul. Ada juga yang menyoraki Dean. Hati Dean deg-degan, karna dari tadi, Dean melihat Milly masih menunduk dan diam di tempat duduk nya. Kemudian Milly berdiri dan langsung meninggalkan Dean.
Ricuh kembali terdengar mengiringi langkah Milly. Bahkan ada beberapa siswa yang terang terangan mencemooh Dean. Tapi itu tidak membuat Dean berkecil hati atau marah. Malah dia tetap pada keyakinan nya untuk bisa memiliki Milly.
***
Milly baru saja tiba di kosnya. Setelah terlebih dahulu menemui ibunya. Milly langsung masuk ke kamar dan merebahkan dirinya di kasur. Kepalanya terasa berat dan sangat sakit. Masalah akhir-akhir ini, rasa nya tiada berhenti mendatangi nya.
Sambil menatap langit-langit kamar, Milly berusaha menenangkan dirinya.
Sesaat dia teringat akan kejadian tadi, bertemu dengan orang yang sama sekali tidak diharapkan kehadirannya oleh Milly, dan itu hanya menambah rasa kesal di hati Milly.
Tidur adalah hal yg diinginkan Milly saat ini. Meski susah memejamkan mata.Tapi karna benar-benar lelah, akhirnya Milly tertidur juga.
Dreeeed ... dreed ... dreead ....
Suara berisik dari ponsel Milly membangunkan nya.
Kepalanya terasa masih sakit dan malah bertambah dari yang dirasakan nya tadi. Bergegas Milly meraih ponselnya, yang kemudian berhenti berdering.
Milly kaget, ternyata sudah banyak panggilan masuk dari tadi. Dia benar-benar lelah, sehingga tidak cepat terbangun, saat ponselnya berbunyi dari tadi.
Milly merasa gelisah setelah tau siapa yang sudah menelpon nya dari tadi.
Milly melihat jam di ponselnya, ternyata dia bangun disaat waktu magrib sudah lewat tiga puluh menit.
"Ternyata sudah lewat waktunya sholat magrib, hari ini benar-benar membuat ku lelah. Lebih baik sekarang aku sholat dulu," guman Milly.
Apapun keadaan nya, ibadah sholat adalah hal yang tidak pernah di tinggalkan Milly. Kecuali saat dia datang bulan saja. Itu sudah menjadi kebiasaan Milly semenjak dia kecil dulu.
Ketika Milly berumur tujuh tahun dan dia sudah hafal bacaan sholat seutuh nya. Semenjak itu lah Milly tidak pernah melupakan sholat.
Ibunya adalah orang yang selalu mengajarkan dan mengingatkan itu pada Milly.
Milly pun beranjak mau berwudhu ke kamar mandi. Tapi, baru saja Milly mau meletakkan ponsel. Sebuah pesan masuk, membuat Milly urung melakukan nya.
(Apa keputusan mu? Saya tidak bisa menunggu lama. Pilihannya ada di tangan mu )
Sebuah pesan, dari nomor yang sama dengan yang menelpon nya tadi. Pesan itu dari bu Vania, atasannya di kantor tempat Milly bekerja.
Tadi pagi Milly mau meminjam uang kepada bu Vania. Tapi bukan nya mendapat kan uang itu. Milly malah di tawarkan solusi yang lain, oleh atasannya itu. Solusi yang membuat kepalanya menjadi pusing. Bukan hanya itu, bisa saja hal itu akan mendatangkan banyak masalah lain ke depan nya. Tapi Milly benar benar tidak punya solusi lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
I'm site
semangat thor jangan lupa mampir baca novelku ya 😁
2023-06-20
0
Jenn
halo kaka othor semangat yaa hehehe
2023-06-20
0