Bab 2 Gengsi Tinggi

Elvira dan Ayudia kembali membahas masa depan meraka yang punya cita-cita untuk melanjutkan pendidikan mereka.

“Kalau kamu gimana? Sudah mulai ke Surabaya untuk daftar?” tanya Ayudia merasa berkewajiban menanyai juga nasib Elvira selanjutnya. Sahabatnya itu begitu peduli terhadap dirinya. Jadi, meskipun sebenarnya ia tahu betul Elvira pasti akan lancar saja mau daftar di mana pun, ia tetap bertanya sebagai bentuk perhatian kecil darinya.

“Iya hari Senin depan sudah mulai dibuka pemberkasan jadi harus ke sana langsung. Sekalian juga mau cari kosan.” Elvira menjawab dengan tak enak hati.

Elvira tahu betul bahwa Ayudia sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja. Ia yakin dalam hati, Ayudia sedang sangat tersiksa. Impiannya untuk kuliah di universitas yang selama ini diinginkannya batal terlaksana. Dan bahkan ia masih harus berjibaku bersaing dnegan ribuan pengejar sekolah tinggi ikatan dinas nanti untuk kuliah tahun ini.

Oleh karena itu, Elvira memilih menyudahi pembahasan soal kuliah hanya sampai di situ. Ia mengalihkan pembicaraan mereka kepada banyak juga teman sekelas mereka yang memilih untuk langsung bekerja saja.

“Itu Nindy katanya mau kerja di supermarket Giant. Sudah ikut tes masuk juga katanya,” ucap Elvira menyebutkan nama supermarket besar di Surabaya tersebut.

“Hah? Apa nggak sayang ya kalau lulus SMA langsung kerja itu cuma akan dapat pekerjaan yang yah ... rendahan, kan?” komentar Ayudia yang memang berpikir begitu.

“Palingan kasir berapa sih gajinya?” lanjutnya berkomentar karena Elvira tak juga menyahutinya.

“Menurutku bukan masalah rendahan atau besar kecil gajinya yang penting, Dia. Kalau emang Nindy nyaman dan senang dengan pekerjaan itu, kenapa nggak? Kan lagian emang dia dari awal udah nggak berniat untuk lanjutin kuliah karena terbentur biaya,” kata Elvira akhirnya.

Elvira memang gadis kaya sejak kecil, tetapi ia tidak pernah merasa lebih tinggi dari teman lain. Baik kepada Elvira maupun semua teman yang ia kenal, sikapnya sama, biasa saja dan bahkan sering merendah sebab tak ingin dirinya dicap sebagai anak kaya yang sombong.

Berbeda dengan Ayudia yang terkadang sering menyombongkan prestasinya, serta juga menganggap remeh teman lain yang nilai-nilai sekolah mereka jauh di bawah dirinya. Padahal, kesuksesan seseorang tidak melulu hanya bergantung pada nilai sekolah semata. Ada satu poin lain yang penting yaitu akhlak dan juga keberuntungan, rezeki dari Allah.

Menyadari teguran dari Elvira, Ayudia terdiam. Sungguh ia juga heran kenapa yang sekaya Elvira bisa berpikir begitu sementara yang miskin sepertinya malah dengan mudah menghina sebuah pekerjaan. Salah satu keburukan Ayudia memang itu, Ia tak tahu kalau sifat yang itu justru kelak akan membawanya kepada pekerjaan yang menurutnya rendahan.

Sepulang sekolah, Ayudia yang duduk murung di depan TV tetapi matanya tidak menuju ke arah layar ditegur oleh sang ibu.

“Dia, kok ngelamun?”

“Eh, ibu ....” Ayudia gelagapan sambil langsung mengarahkan matanya menonton infotainment yang tengah ditayangkan.

“Ada apa, Nduk?” tanya Bu Nani lagi. Kali ini wanita berwajah teduh itu sudah duduk di sisi putrinya.

“Nggak ada apa-apa, Buk.” Jawaban pendek itu tentu tak memuaskan bagi Bu Nani. Beliau masih terus mengorek tentang kenapa Ayudia tampak begitu murung hari itu.

“Cerita dong sama Ibu. Kan biasanya Dia selalu cerita sepulang sekolah. Soal ini, soal itu banyak sekali. Akhir-akhir ini jadi jarang cerita nih.”

Tampak Ayudia menatap kepada mata bening ibunya. Ya, ia memang biasanya selalu suka bercerita soal kegiatannya di sekolah. Soal ia yang bisa tercepat dalam menjawab pertanyaan mencongak guru misalnya, atau saat teman-temannya mengerubutinya di jam istirahat demi menanti penjelasan soal materi sulit dari guru tadi.

Akhirnya ia menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan.

“Sebenernya ... Dia lagi sedih, Bu. Semua temen lagi pada sibuk daftar ke universitas. Elvira aja tadi juga cerita kalau minggu depan dia akan sibuk ke Surabaya nyari kosan dan urusin pemberkasan. Cuma Dia yang nggak ....” Akhirnya keluhan itu pun meluncur dari bibir tipis Ayudia. Sebenarnya ia tak tega kalau akan membuat ibunya sedih, tetapi mau gimana, ibunya sendiri yang bertanya sehingga ia jadi tak tahu harus menjawab apa selain kebenaran dari dalam hatinya.

Tampak Bu Nani meneguk ludahnya sebelum menjawab perkataan sang putri. Telapak tangan wanita separuh baya itu mengelus rambut panjang milik Ayudia.

“Nak, kan kamu nanti masih akan berjuang di tes ikatan dinas. Siapa tahu rezeki kamu di sana, kan, Sayang. Jangan dulu patah semangat, perjuangan masih panjang, kan?” tanya Bu Nani bertanya karena sebenarnya ia tak paham sama sekali mengenai pendaftaran kuliah ikatan dinas yang dimaksud. Yang ia tahu adalah sekolah tinggi itu menyeleksi ribuan peserta dari seluruh nusantara dan hanya mengambil sebagian kecil sesuai quota mereka karena memang akan langsung ditempatkan atau dipekerjakan sebagai pegawai negeri di bidang yang diambil.

“Tapi saingannya banyak banget, Bu. Ribuan. Rasanya kecil kemungkinan Dia untuk jadi yang beruntung lolos,” kata Ayudia cemberut.

“Loh? Tumben amat seorang Ayudia nggak yakin dengan dirinya sendiri? Kamu kan pintar, Nak. Percayalah, kalau memang sudah rezeki kamu bisa kuliah, maka nanti akan ada jalannya sendiri kamu akan kuliah. Harus yakin, ya?” ucap Bu Nani menyemangati.

Ayudia hanya menghela napas. Kebiasaan buruknya kalau sudah satu hal tak sesuai dengan rencana, maka ia jadi kehilangan semangat. Padahal hidup memang tak selamanya lurus, pasti akan ada lika-likunya. Akan ada banyak cobaan yang menempa kesabaran serta kekuatan manusia.

“Iya, Bu. Semoga aja nanti Ayudia lolos di tes masuk sekolah ikatan dinasnya,” kata Ayudia meskipun dengan raut wajah sama sekali tidak yakin.

“Aamiin ... memangnya kapan itu tesnya, Dia? Ibu mau menyiapkan dana untuk berangkatnya. Ke Malang, kan?” Bu Nani sudah mulai mengatur rencananya.

“Masih bulan depan, Bu. Sekarang persiapan belajar latihan-latihan soalnya. Soalnya susah-susah semua, Bu. Butuh logika dan nggak ada kunci jawabannya,” kata Ayudia kembali mengeluhkan tentang betapa susah tes yang akan ia hadapi nanti.

“Yah, kan emang yang diraih itu hal yang istimewa sekali, Dia. Jaminan kuliah gratis plus uang saku selama jadi mahasiswa dan usai wisuda akan langsung dipekerjakan sebagai aparatur negeri, pastinya untuk itu perjuangannya berat, dong.” Kembali Bu Nani memberikan pencerahan. Ayudia yang selama ini berpikir ibunya tak tahu apa-apa soal akademis karena dulu hanya tamatan SMP itu pun terheran. Rupanya ibunya menyimak betul setiap informasi sehingga bisa beri nasihat bijaksana itu.

“Siap, Bu. Akan Dia usahain pokoknya!” janji Ayudia tak ingin membuat kecewa ibu serta bapaknya yang sudah menaruh harapan tinggi terhadapnya dan juga rela menyisihkan uang jatah kebutuhan rumah untuk dipakai biaya tes ke Malang tersebut. Pokoknya ia tak boleh gagal!

“Dengar, ya, Dia. Kita itu memang mutlak wajib berusaha keras semaksimal apa yang kita bisa. Kita diberi kekuatan dan kemampuan berpikir untuk mengusahakan apa yang kita inginkan betul-betul. Tapi, hasilnya itu nanti adalah sudah di luar kuasa kita, Nak.” Bu Nani mulai beri nasihat. Ia tak mau sampai anaknya itu berpikir bahwa tekadnya harus terlaksana. Padahal semuanya tergantung takdir Allah kelak akan seperti apa.

“Iya, Bu, Dia paham, kok,” jawab Ayudia sambil meletakkan kepalanya ke bahu sang ibu. Didapatinya ketenangan di sana, seolah beban beratnya telah bisa terentaskan seketika. Meskipun itu hanyalah beban yang ia ciptakan sendiri. Tidak ada yang mengharuskannya kuliah selain dirinya sendiri. Tidak ada yang mengharuskannya lolos seleksi beasiswa penuh kecuali gengsi tinggi dirinya sendiri. Semua itu hawa nafsu yang rentan akan kufur terhadap nikmat Allah yang lain bila sampai ia jadi terlalu hancur setelah mengalami satu saja kegagalan dalam hidupnya saat itu.

“Ingat terus, Ya. Semua yang terjadi itu adalah kehendak Allah. Dan kita sebagai makhluk-Nya harus yakin bahwa ketetapan Allah itu pastilah yang terbaik bagi hamba-Nya.” Nasihat sang ibu pada putrinya.

Terpopuler

Comments

Nar Sih

Nar Sih

ayudia pandai tpi kurang pas ahlak nya ,harus nya perbanyak sukur biar nimat allah mengalir trus pada mu dia,ini mungkin teguran bagi mu biar lbh baik lagi

2023-06-16

0

𖣤​᭄꧁🌸ⁿᵃᵉᵗᵗʸ—͟͟͞͞𖣘:

𖣤​᭄꧁🌸ⁿᵃᵉᵗᵗʸ—͟͟͞͞𖣘:

Ayudia terlalu kepedean dg kemampuannya, jdi omongannya gak bs di filter dikit ya,,,

2023-06-09

0

sitimusthoharoh

sitimusthoharoh

merasa tinggi jadi y sombong ,obsesi m gensi mengiringi hidupe dia.
lanjut

2023-06-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!