Malam sunyi nan cerah dihiasi benda langit yang memancarkan cahaya redup di langit sana, membuat penantian Rayan begitu istimewa.
Rayan bak pria yang baru menemukan tambatan hati, dengan sabar mengurai senyum manis yang jarang ia perlihatkan pada orang, senyum yang mengandung magnet yang jika orang lain melihatnya akan merasakan jika pria berusia 32 tahun itu tengan berbunga bunga menantikan si gadis yang sulit Rayan lupakan itu.
Tapi sayangnya, Rayan belum bisa memahami apa yang sedang menimpa dirinya. yang dia mengerti hanyalah dia sedang senang saja mengingat gadis muda bernama Rinjani itu.
Author jadi penasaran, apakah Rayan Rivano tidak menyadari jika ia sudah bukan seorang Remaja. hmmmm 🤔.
Setelah mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin, mengenakan sweeter bewarna navi, dengan celana jins dan sepatu yang sedikit bergaya anak muda dan jangan lupa rambutnya yang disisir rapih membuat Rayan terlihat lebih muda yah mungkin 5 tahun lebih muda.
Rayan berharap gadis bernama Rinjani itu tak akan memanggil dirinya om lagi, karna mengingat Rayan sudah berdandan semaksimal mungkin sebelum ia duduk manis menunggu kedatangan Rinjani di kursi taman ini.
Dengan sigap Rayan lalu mengambil ponselnya yang berada disaku celana, mencoba mengkonfirmasi apakah gadis yang baru Rayan temui satu kali itu sudah dalam perjalanan menemuinya atau tidak.
Rayan kemudian mendial nomor telpon Rinjani, sudah 3 kali sambungan telpon tak diangkat. Dalam fikiran Rayan jadi berfikir, apa gadis yang Rayan tunggu itu tak akan datang? apakah dia akan mengingkari janjinya? apakah Rinjani adalah tipe perempuan yang tak bisa dipercaya?.
5 menit...10 menit...15 menit...
Tak ada tanda tanda kedatangan Rinjani.
Asumsi asumsi yang berkelebatan dalam benaknya itu, digumamkan menjadi gerutuan sambil terus mencoba menghubungi nomor telpon yang ia simpan dengan nama Mainan lucu itu.
Bosan karena telponnya tak mendapatkan respon, pada akhirnya Rayan membanting ponselnya di atas kursi panjang yang sedang ia duduki, beruntung ponsel Rayan adalah ponsel yang tahan banting, jika hanya dibanting dalam jarak dekat seperti itu tak mungkin bisa merusaknya.
"Awas saja kalo engga dateng, aku susulin nanti kerumahnya," gerutu Rayan bicara sendiri.
Dengan kesal Rayan mendudukkan dirinya dengan asal, lalu melipat tangannya berusaha meredakan amarah sambil menarik napas dalam.
Wajah yang awalnya secerah rembulan malam ini setelah berdandan sejak pulang kerja sekitar jam 5 sore tadi hingga malam tiba itu. kini berubah kusut karena puluhan panggilannya pada Rinjani tak satupun di respon, jangankan mengangkat telpon, pesan whats app yang ia kirim sejak tadi pun tidak di baca sama sekali, centang duanya masih belum berwarna hijau.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, gadis yang sudah membuat seorang Rayan menunggu itu akhirnya datang juga, sambil berlari menghampiri Rayan yang sedang melipat tangannya di dada dan menatap wajah terengah engah Rinjani dengan tatapan yang seperti ingin menyentil hidung bangir yang dimiliki gadis yang berani membuatnya menunggu nyaris 30 menit itu.
"Hos hos hos, maaf saya terlambat om," ucap Rinjani sambil terengah engah.
Nampak wajah ayu nan menggemaskan dimata Rayan itu dihiasi oleh titik titik keringat di dahinya, rambutnya sampai berantakan karna sepertinya Rinjani berlari sekuat tenaga untuk menemuinya.
Hati Rayan tak tega melihat Rinjani seperti sulit menetralkan nafasnya. meredakan lelah yang teramat sangat yang di rasakan.
Tapi sekarang Rayan tak boleh lemah, ia harus memberi sangsi pada gadis didepannya ini karna telah membuatnya menunggu. Rambut yang sudah Rayan tata maksimal itu, kini sudah terlihat sedikit berantakan karena sempat ia garuk karena kesal, meskipun ketampanannya tak sedikitpun berkurang.
"Kamu buang waktu saya nona, memangnya saya punya banyak waktu untuk menagih janjimu?," gerutu Rayan sambil berdiri tegak seperti menghakimi Rinjani.
"Maaf om, tadi saya bantu ayah saya dulu di toko, jadi saya terlambat," ucap Rinjani memberi alasan.
"Cih alasan klasik, kalo lagi bantuin orang tua jadi ponselmu juga lagi sibuk bantuin orang tua juga gitu?" gerutu Rayan membuat Rinjani bingung dengan ocehan pria di depannya ini.
"Maksudnya apa?" tanya Rinjani tak mengerti.
"Sudah lah, mana kemeja baruku?" ucap Rayan pura pura menagih janji Rinjani.
Dengan gugup Rinjani berusaha memandang wajah Rayan, jari jemarinya mengepal berusaha menyalurkan keberaniannya. Benar benar aneh, entah kenapa nyali Rinjani menjadi ciut kala melihat wajah Rayan yang nampak galak itu. Rinjani jadi berfikir, jika kakaknya berhasil diterima di perusahaan pria di hadapannya ini, sudah pasti setiap hari kakaknya itu akan dimarahi kah?, semoga saja tidak.
"Maaf Om, saya berusaha mencari kemeja persis sama dengan yang Anda miliki, tapi ngga ketemu, tapi saya sudah mencuci kemeja anda sampai bersih, sudah saya setrika dan menjadi wangi," ucap Rinjani dengan gugup menjelaskan apa yang sedang terjadi.
Sayangnya, wajah datar seperti sedang marah itu tak merubah ekspresinya, wajahnya tetap menyeramkan, seperti menyiratkan bahwa tak akan pernah ada toleransi untuk dirinya.
Sungguh sial sekali Rinjani bertemu dengan pria menyeramkan di hadapannya itu.
Beda dengan perasaan yang dialami oleh Rinjani, kini Rayan sedang menampakan senyum smirk, senyum kejahatan bak wajah vampir yang akan menghisap darah seorang gadis yang putus asa, benar benar menyenangkan setelah ia dihantam amarah karena telponnya yang puluhan kali itu tak ia gubris.
"Udah selesai bikin aku keselnya?" tanya Rayan dengan tatapan mata makin tajam seakan akan ingin menusuk dan mengunci padangan Rinjani.
Glek..
Begitu gugup Rinjani hingga saluran nafasnya seperti menyempit, dan saliva yang ia telan seakan seperti koral yang nyangkut di tenggorokan terasa begitu seret.
"Sekali lagi maaf Om," ucap Rinjani hingga kepalanya mengangguk angguk meminta maaf.
"Kamu tahu apa salah kamu?" tanya Rayan makin membuat Rinjani gemetar ketakutan karena intimidasi Rayan.
"Saya tahu Om, sekali lagi maaf," jawab Rinjani, sambil memeluk kantong keresek yang ia bawa berharap keresek yang ia bawa bisa menjadi tempat pegangan dirinya.
"Apa saja salah kamu?" tanya Rayan dengan gemas.
"Salah saya, mengotori kemeja Om, dan datang terlambat," jawab Rinjani dengan gugup.
"Cih, mengotori kemeja ku dan datang terlambat, yakin hanya itu?" tanya Rayan terdengar sinis.
Kini Rayan berjalan memutari perlahan tubuh gugup yang sedang menciut di hadapannya. perlahan mendekat, bahkan hidung Rayan sampai mencium aroma khas dari tubuh Rinjani, yah wangi Rinjani kini telah terekam dalam benak Rayan, seperti membangkitkan sesuatu di dalam sana.
"Bukan cuma mengotori kemejaku, dan terlambat datang membuatku menunggu saja, tapi kamu juga tak menjawab telpon ku, berulang kali memanggikku dengan sebutan Om, kamu tahu itu sangat mengesalkan, memangnya aku menikah dengan tantemu hingga terus saja kamu memanggil ku Om?" ungkap Rayan dengan kesal.
Makin menciut saja nyali Rinjani.
"Sekali lagi maaf," ucap Rinjani menyesal karena kesalahannya yang ia tak sadari Itu, tapi tetap saja pria di hadapannya ini kan memang sepertinya jauh lebih tua darinya, kenapa harus tersinggung dipanggil Om bukan, benar benar aneh sekali.
"Dan satu lagi kesalahanmu yang paling fatal," ucap Rayan menjeda perkataaanya dan berhenti di hadapan Rinjani, ia lalu menarik dagu Rinjani yang menunduk ketakutan itu, mengarahkan wajahnya hingga mereka saling bertatapan.
"Kesalahan paling besar kamu adalah, membuat kepalaku terus mengingatmu," gumamnya berbisik ditelinga Rinjani hingga membuat tubuh Rinjani mendadak panas dingin dengan perkataannya.
Kini Rinjani benar benar mematung, seperti ada kekuatan yang menghentikan kemampuannya untuk bergerak ataupun menjawab perkataan Rayan.
Ya Tuhan, dosa apa Rinjani hingga bisa mengenal orang menyeramkan seperti pria di hadapannya ini.
melihat reaksi Rinjani membuat Rayan terkekeh begitu renyah, ia menarik kantong plastik yang satu berisi kemejanya yang telah Rinjani cuci dan satu lagi entah apa isinya.
"Apa ini untukku juga?" tanya Rayan seperti tak peduli dengan keadaan Rinjani.
Rinjani hanya mengangguk tanpa berkedip, tubuhnya sepereti sedang berusaha mencerna apa yang barusan terjadi.
"Baiklah, terimakasih," ucap Rayan mengambil kedua kantong plastik itu, kemudian melenggang dengan santai pergi meninggalkan Rinjani sendirian.
Satu menit... dua menit... lima menit.
Tanda tanda kehidupan sudah tak terasa di sekitar Rinjani setelah ditinggal Rayan. Kini baru terasa lutut Rinjani begitu lemas hingga ia ambruk dan berlutut di atas vaping block taman ini.
"Ya ampun, barusan itu apa?" ucap Rinjani bergetar seperti akan menangis
Bagaimana dia tidak takut, Rinjani hanya seorang siswi SMA yang belum mengenal cinta, dan ada seorang pria dewasa yang mengatakan jika dia selalu mengingat Rinjani, bagaimana Rinjani tak takut, beruntung Rinjani tidak diapa apakan oleh pria yang dengan kakaknya saja terlihat lebih tua dirinya meskipun wajahnya terlihat tampan, tapi ya ampun Rinjani takut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Kadek Bella
lanjut thoor
2023-06-04
0