Teshar keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah. Masih menggunakan bathrobe, ia menuju ke arah tempat tidur seraya meraih ponselnya yang tergeletak di atasnya. Ia memeriksa beberapa pesan yang masuk dan segera membalas pengirim yang menurutnya penting. Mengabaikan remote control TV yang tergeletak di lantai.
Setelah selesai dengan ponselnya, Teshar segera bangkit dari tempat tidur, berjalan ke arah jendela sambil mengusap rambutnya yang masih basah dengan handuk. Ia mengamati jalannya pesta dari kamar. Sebentar lagi ia juga akan menyusul ke sana setelah selesai bersiap.
Tidak diragukan lagi, dalam menjalankan bisnis Teshar sangat profesional. Pria itu mengerjakan semuanya dengan baik dan memuaskan. Kesibukan mengurus perusahaan hampir menyita seluruh waktu yang dimilikinya. Orang tuanya sangat memahami mengapa ia sampai terlambat hadir dalam acara penyambutan para tamu. Malam ini Kenan—adiknya, yang bertugas menggantikan posisinya untuk memberi sambutan kepada para tamu.
“Dasar adik payah!" decaknya saat mendengar Kenan mengucapkan salam dengan bahasa sembarangan di atas podium penyambutan. Suara sang adik terdengar jelas dari dalam kamarnya.
Kenan merupakan saudara Teshar yang terpaut usia tujuh tahun lebih muda. Seorang pria yang menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk bermain-main serta menghamburkan uang. Kelakuan bodoh yang membuat Kenan tidak dipercaya orang tua untuk memimpin satu pun perusahaan. Kenakalan yang membuat Teshar cukup kesulitan membawa adiknya menjadi seorang pebisnis yang kompeten, sehingga bisa membantunya mengurus perusahaan keluarga. Hanya Teshar satu-satunya tumpuan orang tuanya untuk saat ini.
Teshar terkekeh pelan saat mendengar gaya bicara santai khas anak muda yang terdengar dari kamar, sambil senyum-senyum sendiri pria bertubuh atletis itu menuju ke arah lemari untuk mencari pakaian yang cocok untuknya. Mengambil satu dari sana dan segera mengaplikasikan pada tubuhnya yang wangi beraroma sabun.
Teshar terkejut, secara refleks ia pun berjingkat untuk menghindari sesuatu. Merasa kaget karena telapak kakinya mengenai benda runcing saat hendak melangkah. Ia segera meraih sakelar yang berada di dinding sebelahnya. Setelah lampu menyala terang, ia memastikan benda yang tidak sengaja diinjaknya sambil menundukkan kepala.
”Benda apa ini?" Sambil berjongkok ia memungut benda itu dari lantai.
Teshar mengamati dengan detail high heels perempuan yang kini berada di tangannya. Ia merasa pernah melihat sepatu itu, tapi lupa saat berada di mana. Ada banyak wanita yang sudah dia temui, tapi tentu saja ia akan segera melupakan wajah itu. Ia tidak pernah mengingat mereka semua, apalagi sampai pada bentuk sepatunya. Bagi Teshar, itu bukan sesuatu yang penting.
“Aku sering melupakan wajah wanita yang pernah kutemui, tapi sepatu ini sangat familier."
Teshar mendengus, menatap tajam sepatu yang kini berada di tangannya dengan pikiran menerka-nerka. Setelah menyadari sesuatu, ia pun meremas sepatu itu dengan wajah menegang dan bergegas keluar dari kamar.
”Aku yakin, sepatu ini pasti milik Clara, tapi kenapa bisa ada di kamarku?" gumamnya masih menyusuri koridor yang masih berada satu lantai dengan kamarnya sambil berlari kecil.
Timbul perasaan antara geram dan cemas. Ia tidak menyangka Clara berani menyelinap memasuki kamar miliknya. Ia mengingat kembali saat mendengar suara benda terjatuh ketika sedang berada di kamar mandi. Ada seseorang yang masuk ke kamarnya, tetapi tidak ada sahutan sama sekali saat ia memanggil. Ia merasa yakin, orang itu pasti Clara.
Teshar menghentikan langkah ketika sampai di ruang pribadinya. Ia pun segera meraih gagang pintu yang ternyata dalam keadaan terkunci. Dia masih mencoba memutar kenop dengan kasar yang nyatanya tidak bisa dibuka sama sekali. Pria itu sampai harus mengembus napas panjang hanya untuk menenangkan emosi.
“Siapa yang mengunci ruangan ini?” geramnya dalam hati.
Dia cemas kalau pintunya baru dikunci setelah Clara keluar dari sana. Itu tandanya tidak ada seorang pun yang menyadari kalau bisa saja Clara menyelinap dari dalam sana. “Sepatu ini jelas-jelas aku yang membelikan untuknya,” batinnya merasa yakin.
“Pengawal!" Teriakan Teshar terdengar menggaung di udara.
Lorong yang sunyi membuat suaranya terdengar menggema hingga sampai ke bagian ujung ruang. Beberapa pengawal segera berlari ke arahnya, mereka menampakkan kecemasan ketika tuan muda itu berteriak di depan pintu paling terlarang bagi siapa pun untuk masuk. Mereka berbaris rapi, memandang wajah tuan muda yang kini sedang menampakkan semburat kemarahan.
“Cari kunci ruangan ini dan buka pintunya, cepat!" teriaknya masih bernada marah.
“Baik, Tuan.”
Pengawal itu segera meraih ponsel dari dalam sakunya dan menghubungi pelayan yang khusus bertugas untuk membersihkan ruangan area terlarang tersebut sambil berjalan menjauh.
Teshar masih berdiri di depan pintu, pandangannya kini beralih menatap sepatu sebelah milik Clara yang kini berada dalam genggaman tangannya dengan hati bergemuruh.
”Pelayan yang bertugas akan segera datang, Tuan,” lapor pengawal itu seraya berjalan mendekati Teshar.
Beberapa pengawal lain menunduk diliputi perasaan cemas. Beberapa desas-desus tentang keberadaan seorang wanita di dalam ruangan itu pernah mencuat, tetapi tidak ada seorang pun yang berani mencari tahu mengenai rumor tersebut. Bahkan berembus kabar bahwa pelayan yang bertugas di bagian ruangan itu mendapatkan gaji paling tinggi agar selalu tutup mulut terhadap masalah itu. Ancaman hukuman mati bagi yang membocorkan rahasia itu membuat semua penghuni kediaman Teshar mengabaikan berita tersebut dan memilih tidak ikut campur urusan sang majikan.
Dua pelayan yang dipanggil pun lari tergopoh-gopoh saat menyusuri koridor dengan perasaan gelisah. Baru saja beberapa saat yang lalu mereka mengunci pintu tersebut demi keamanan, tetapi tidak menyangka kalau apa yang mereka lakukan malah menyulut amarah seorang Teshar Indira. Dengan perasaan takut, mereka segera berjalan lebih pelan setelah sampai di depan ruang baca, tempat tuan muda itu sudah menunggu.
“Maafkan kami, Tuan. Kami mengunci pintunya, hanya bermaksud supaya saat orang ramai datang, tidak ada seorang pun yang masuk ke dalam area ini,” terang salah satu pelayan seraya menyerahkan kuncinya kepada Teshar dengan tangan gemetaran.
”Memangnya apa yang ada di dalam sana sampai kalian menguncinya dari luar?” tanya Teshar sembari memberi seringai dingin kepada kedua pelayan itu hingga membuat mereka menunduk dalam ketakutan.
Beberapa pengawal yang berjajar di sana saling memandang satu sama lain. Teshar mengibaskan jemari tangan ke arah semua yang ada di sana agar segera meninggalkan tempat itu. Tanpa banyak bertanya ataupun bersuara seperti biasa, mereka segera membubarkan diri untuk kembali menuju pos posisi masing-masing.
“Clara, kalau sampai kamu berani keluar dari kamar ini dan mencoba untuk menyelinap. Lihat, apa yang akan kamu dapatkan kalau aku berhasil menemukanmu!” desisnya sambil memasukkan anak kunci itu dan memutarnya pelan sampai terasa klik pintu itu terbuka.
Teshar membuka pintu lalu memasuki ruangan. Rahangnya mengeras menampakkan emosi. Dia berjalan mengentak kaki menuju ke ruangan rahasia yang terletak di bagian belakang lemari besar yang berisi banyak buku-buku yang tersusun rapi.
Dia segera membanting sepatu itu ke arah tempat tidur ketika mendapati kenyataan bahwa kamar itu memang sudah kosong. Clara benar-benar sudah berani menyelinap dan pergi dari kamarnya.
”Gadis bodoh!” teriaknya dengan napas menderu menahan emosi. Jemari tangannya terkepal erat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
salah sendiri , habis nyekap org sampai 12 tahun 😆
2024-01-24
0
Erna Sulastri
seru²ka
2023-07-28
0
rustiy
suka suka suka
2023-06-18
0