Clara kembali berlari menyusuri lorong rumah itu tanpa menoleh lagi ke belakang. Mencari jalan keluar bagaimanapun sulitnya. Dihadapkan lagi pada beberapa persimpangan yang menghubungkan antara area satu dengan yang lain. Membuatnya bingung harus memilih jalan yang mana. Ia pun segera menghentikan langkah ketika melihat tangga yang mengarah ke lantai bawah.
“Bagaimana ini? Aku tidak boleh sampai ketahuan," keluhnya ketakutan. "Haruskah aku turun? Aku bersembunyi di mana?" Ia merasa bingung karena panik.
Clara menoleh lagi ke belakang sebelum memutuskan untuk menuju ke lantai bawah. Setelah menyadari beberapa pengawal terlihat berjalan di koridor, ia pun bergegas turun.
”Biarlah, rasanya sama saja aku akan celaka kalau kembali ke kamar," gumamnya menguatkan tekad untuk kabur dari sana.
Clara menuruni anak tangga dengan langkah lebih cepat. Terasa sangat dingin ketika kakinya sudah menginjak lantai batu pualam. Ia sangat kesal setelah sadar bahwa satu sepatunya telah terjatuh. Dengan terpaksa ia berjalan jinjit untuk mengurangi rasa kurang nyaman yang menjalari telapak kakinya.
“Permisi, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pelayan yang tiba-tiba sudah berada di belakangnya. Clara spontan menghentikan langkah dengan gugup. Ia menelan ludah, menahan napasnya dengan hati cemas.
”Ya Tuhan, apa aku sudah ketahuan?" batinnya tegang, dia belum berani menoleh.
“Nona, permisi?" panggil pelayan itu lagi sambil berjalan, mendekati Clara yang berdiri mematung di tengah ruangan.
”Tuhan, tolong selamatkan aku.“ Clara memohon dengan batin ketakutan. Matanya terpejam.
Clara memejamkan mata ketika seorang pelayan wanita datang menghampiri. Tangannya gemetar, masih memeluk satu buah sepatu yang tersisa dengan erat. Ia tidak berani menoleh sama sekali ke arah pelayan itu karena takut kalau sampai ketahuan.
“Nona?" panggil pelayan itu lagi dengan suara lembut.
”Ah, iya. M-maaf, saya tersesat," jawab Clara dengan gugup—masih belum menoleh ke arah pelayan itu.
Perasaannya diliputi kegelisahan yang mendalam. Kalau sampai usahanya untuk kabur malam ini gagal pada tahap permulaan, sudah jelas keinginannya untuk keluar dan merasakan kehidupan bebas akan lenyap, tidak akan ada lagi kesempatan sebaik malam ini. Dia sangat berharap pelayan itu tidak mengenalinya. Clara masih berusaha untuk menyelesaikan misi berisiko ini agar lepas dari kehidupan Teshar untuk selamanya.
Pelayan itu segera menghampiri Clara sambil tersenyum hangat. Memandang ke arah Clara yang terlihat sangat cantik dan polos. Sambil menunduk hormat, pelayan itu menyapa Clara seraya memberi isyarat dengan tangannya—bermaksud menunjukkan jalan keluar menuju ke arah taman kepada Clara.
Clara masih berusaha terlihat tenang, padahal jauh di lubuk hatinya ia merasa sangat cemas. Gadis itu lalu membalas pandangan pelayan itu dengan sikap wajar.
“Silakan ikuti saya, Nona. Dari tadi banyak tamu yang datang dan berniat ke kamar mandi malah tersesat karena rumah ini sangat besar," ucap pelayan itu membuat Clara bernapas lega.
”Benarkah? Saya jadi malu karena sudah tersesat dan bingung harus ke arah mana," sahut Clara mencoba untuk berkelit agar pelayan rumah itu— tidak curiga.
“Tidak, Nona. Saya sendiri kadang juga masih sering tersesat," jawab pelayan itu tersenyum menanggapi.
Pelayan itu pun berjalan mengiringi langkah Clara menuju ke luar rumah—lebih tepatnya ke arah kebun terbuka, tempat pesta mewah itu digelar.
Clara berjalan pelan, membuang sepatunya yang tinggal sebelah ke dalam rimbunan tumbuhan perdu tanpa disadari pelayan yang menemaninya. Gaun panjang yang kini ia kenakan sudah pasti menutupi kakinya saat menginjak rumput. Ia menahan rasa tidak nyaman dan geli pada telapak kakinya agar tidak terlihat mencurigakan.
”Silakan Nona ikut bergabung ke pesta kembali. Saya hanya bisa mengantarkan Nona sampai di sini," ucap pelayan itu menunduk serta berpamitan pada Clara.
“Terima kasih.”
Clara mengangguk cepat seraya tersenyum, mempersilakan pelayan itu untuk pergi meninggalkannya. Hatinya lebih lega.
“Wah! Pestanya sangat mewah dan meriah. Mereka berdansa seperti gambar di beberapa buku dongeng yang pernah kubaca," gumamnya sendiri sambil melangkah mendekat, bola matanya berbinar sangat senang bisa bergabung ke dalam pesta itu untuk pertama kali.
Kepolosan gadis itu terlihat sangat kentara. Clara yang seumur hidup hanya tinggal di dalam ruang hampa bersama buku-buku dan kesepian, merasa sangat kagum dan takjub dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Dengan langkah antusias ia menghampiri meja yang tersaji penuh dengan makanan dan minuman di atasnya.
Pesta kalangan orang kaya tidak begitu memedulikan keadaan sekitar. Sangat menguntungkan karena tidak akan ada tamu yang memperhatikan kehadiran Clara di dalam pesta. Gadis berparas cantik itu bisa sepuasnya mengambil dan memakan hidangan apa saja yang berada di atas meja pesamuhan bersama para tamu lain. Ia tidak menyadari sama sekali ada sepasang mata tajam kini tengah fokus memandang ke arahnya. Clara terlihat masih asyik menikmati sajian makanan yang belum pernah dirasakannya tanpa memikirkan bisa saja sebuah ancaman datang padanya.
”Ya ampun, kenapa aku malah ikut pesta. Aku harus pergi sekarang. Setidaknya ketika perutku sudah kenyang, aku kuat berlari.“ Clara tersenyum, menyemangati diri sendiri.
Gadis itu segera sadar lalu beringsut mundur dari pesta setelah mengamati semua tamu yang hadir sedang ramai bertepuk tangan, menyambut kedua pasangan berusia enam puluhan yang kini tengah berpelukan sambil menyampaikan ungkapan hati di atas panggung.
Clara melangkah secara perlahan sambil mengamati arah jalan keluar menuju ke sebuah gerbang tinggi. Pagar yang biasanya tertutup rapat kini terbuka separuh. Tampak beberapa penjaga tengah bercengkerama di salah satu sisi pintu sembari mengawasi kedatangan para tamu.
”Bagaimana caraku melewati mereka semua?" gumam Clara mencoba mencari ide.
Clara terus berjalan tanpa memedulikan kerikil kecil yang mulai membuat telapak kakinya tidak nyaman. Jarak tempatnya berdiri saat ini hanya menyisakan beberapa meter saja dari gerbang tinggi itu berada.
“Aku harus pergi sekarang atau terjebak selamanya," ucap Clara penuh tekad.
Gadis itu segera berjalan dengan langkah yakin saat menghadap ke arah para penjaga pintu yang sedang bertugas. Meski jelas kaki dan tangannya gemetar, tapi itu semua tidak menurunkan tekadnya untuk pergi dari rumah itu.
”Selamat malam, Nona. Apa yang bisa saya bantu?" tegur penjaga itu sambil melangkah maju, berusaha menutupi jalan Clara.
Clara merasa yakin bahwa keberadaan dirinya di rumah itu hanya diketahui segelintir orang saja. Jadi, sangat aman baginya bila sedikit berbohong agar bisa lolos dari pemeriksaan penjaga gerbang yang bertugas.
“Aku sedang ingin menghampiri teman yang masih berada di luar," jawab Clara mendongak menatap penjaga itu seraya memasang wajah tegas penuh percaya diri.
Penjaga itu segera menunduk canggung saat melihat gadis cantik di hadapannya itu tersenyum. Clara malah bingung sendiri melihat reaksi dari penjaga yang tiba-tiba malah bersikap kikuk.
”Memangnya di wajahku ada sisa makanan, ya?" tebaknya polos sambil mengusap wajah.
Penjaga itu hanya tersenyum menanggapi. Tidak menduga, ada salah satu dari tamu dari kelas atas, tetapi masih bisa bersikap sangat ramah terhadap penjaga seperti dirinya. Penjaga itu diliputi perasaan kagum.
“Baiklah, Nona. Silakan Anda menemui teman Anda di luar.” Penjaga itu akhirnya memberikan jalan kepada Clara.
Gadis itu tersenyum senang, mengangguk sambil mengucap terima kasih dan bergegas keluar dari gerbang tinggi itu. Perasaannya senang bukan kepalang, apalagi dia tidak harus bersusah-payah sampai berlari dari taman menuju ke luar.
”Ini bukan mimpi, 'kan?" gumam gadis itu sambil menoleh lagi ke belakang dengan sorot mata berbinar.
Clara berjalan melewati beberapa mobil yang berjajar parkir di sepanjang bahu jalan. Itu semua memudahkan dirinya agar tidak terlihat oleh beberapa penjaga keamanan yang berada di area luar kediaman keluarga Indira. Clara sesekali masih menoleh ke arah bangunan rumah mewah tempat ia terjebak di dalamnya.
“Aku harus ke mana ini?" gumam Clara merasa bingung ketika sudah jauh berada di persimpangan jalan.
Kepalanya memutar celingukan ke sana kemari, merasa ragu harus memilih ke arah mana. Lingkungan asing di malam hari benar-benar membuatnya bingung sendiri. Apalagi tanpa bekal apa pun, sudah jelas ia akan mati kelaparan di jalanan. Dengan langkah lemah, kaki perih, ia memilih ke arah kanan dari tempatnya berdiri saat ini.
”Setidaknya ketika mati nanti, kamu sudah merasakan dunia bebas, Clara," gumamnya menyemangati diri sendiri.
Ia terus menjejakkan kaki pada permukaan aspal yang semakin terasa kasar dan perih, tanpa alas kaki. Entah sejauh mana ia kuat dalam melangkah. Clara tidak tahu bahaya apa yang akan mengintainya bila berkeliaran di dunia luar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Ceuranispet Putripaseh
hadir lagi Thor,semua cerita mu bagus buat d baca gk monoton
2024-02-08
0
Hanipah Fitri
wau, daya khayal mu tinggi Thor.
sangat menarik ceritanya
2024-01-24
0
Wie Yanah
mah pnsrn sma clara
2023-07-09
0