Ketika Gavin sudah menenggelamkan tubuhnya di balik pintu kamar, Lala bergegas menuju ke ka kamarnya. Entah mengapa dia merasa begitu sakit hati dengan ucapan sang majikan, padahal itu bukan pertama kalinya Gavin bicara kasar kepadanya.
"Lebih baik aku pergi dari pada tidak memiliki harga diri tinggal di sini! Di gaji berapa juga tidak jelas," lirih Lala sambil mengemas kembali pakaian yang sudah dia tata di lokernya. Kali itu dia mengambil keputusan untuk pergi dari rumah Gavin, tanpa memikirkan resikonya bertemu dengan mantan suaminya di luar sana. Baginya, meski dia bisa menghindar dari mulut singa, tapi dia salah masuk ke kandang buaya.
Setelah semua barang terkemas dengan rapi, Lala segera melangkahkan kaki menuju ke luar kamar. Akan tetapi, langkahnya mendadak terhenti ketika dia mendengar ponselnya berbunyi. Dan ketika dia lihat, ternyata itu adalah panggilan dari Vina.
"Nyonya Vina," kejut Lala.
Sempat Lala terpikir untuk mengabaikan panggilan tersebut, tetapi hati kecilnya memberontak. Dia merasa menjadi orang yang tidak tahu balas budi jika mengabaikan panggilan orang yang pernah menyelamatkannya. Hingga pada akhirnya Lala kembali meraih gawai pipih tersebut, kemudian dia lekas menerima panggilan dari Vina.
"Halo Nyonya," sapa Lala.
"Halo Lala, bagaimana keadaan kamu? Apa sudah lebih baik?Jika masih sakit, lebih baik kamu beristirahat aja dulu," tanya Vina dengan penuh perhatian. Sontak perhatian itu membuat Lala sejenak terdiam. Dia bimbang memikirkan antara amarahnya kepada Gavin, dan juga etikanya kepada Vina. Dua orang yang sangat jauh berbeda memperlakukan dirinya di rumah tersebut. Karena terlalu lama berdiam diri, Vina pun kembali memanggil Lala.
"Halo Lala, kamu baik baik saja kan?" tanya Vina.
"Emm, ii-iiya Nyonya. Saya baik baik saja, tetapi...." ucapan Lala terpotong.
"Tapi kenapa Lala?" tanya Vina kemudian.
"Sebenarnya, saya ingin, saya ingin, ingin pulang saja Nyonya," ungkap Lala. Dia memberanikan mengutarakan niatnya kepada Vina, agar tidak membebani setiap langkahnya.
"Pulang? Memangnya kenapa Lala? Kamu tidak betah ya kerja di rumah saya? Apa kamu butuh teman untuk bekerja?" Vina kembali bertanya.
"Emm bukan itu Nyonya. Saya hanya, hanya, hanya ingin beristirahat saja Nyonya. Saya tidak enak, kalau cuma tidur tiduran di sini," jawab Lala beralasan palsu kepada Vina.
"Loh, tidak apa apa. Memang kamu kan sedang sakit. Lagian nanti bagaimana tanggapan keluarga kamu jika melihat kamu pulang dalam keadaan sakit? Saran saya, lebih baik kamu tetap beristirahat di rumah saya. Jika memang nanti kamu tetap ingin pulang, tunggu sampai keadaan kamu pulih," tutur Vina menyampaikan pendapatnya.
Lala tidak bisa banyak mengelak, karena semakin Vina memberi perhatian kepadanya, semakin dia merasa bersalah jika melawannya.Pada akhirnya, Lala mengurungkan niatnya untuk pergi. Dia bawa kembali ke dalam kamar, tas yang sudah dia jinjing. Saat itu dia hanya bisa menunggu sampai keadaannya benar benar pulih. Karena, dia akan tetap pergi jika sudah benar benar sembuh dan jika Vina sudah kembali pulang ke rumah.
Malam telah berlalu, dan mentari pagi sudah mulai menghangatkan bumi. Lala mulai melakukan aktifitas paginya untuk membersihkan mansion milik majikannya tersebut. Meski keadaannya belum pulih total, dia berusaha untuk tetap bekerja.
"Kalau sakit jangan di paksain! Ntar kalau jatuh, aku yang di salahin!" mendadak satu suara itu melintas di telinga Lala, ketika dirinya sedang menyapu lantai. Lala kenal betul asal suara tersebut, dia hanya menunduk dan tidak memberi reaksi apa apa. Pengalamannya di hari hari lalu cukup membuatnya mengerti bahwa setiap ucapan yang keluar dari mulut majikannya tersebut, tidak pernah ada itikad baiknya. Bahkan saat itu, usai melontarkan teguran, Gavin berlalu begitu saja dari hadapan Lala tanpa menunggu jawabannya.
"Dasar, emang ngeselin!" gerutu Lala sembari mengeratkan rahang memperhatikan kepergian majikannya.
Sementara di lain tempat, rupanya ada yang sedang memperdebatkan keberadaan Lala di rumah tersebut. Mereka adalah Vina dan suaminya.
"Sudahlah Bun, biarkan dia pergi!" ujar Garda kepada istrinya.
"Tidak Ayah, dia masih sakit. Biarkan dia sembuh dulu. Lagian, Bunda masih penasaran apa yang sebenarnya terjadi ketika kita sudah pergi? Jangan jangan Lala sakit bukan karena jatuh, tapi karena ulah Gavin," sahut Vina.
"Bunda kok jadi nuduh Gavin?" sangkal Garda merasa tidak terima jika putranya di tuduh oleh istrinya.
"Bukannya nuduh, tapi ya bisa aja. Soalnya dari awal Gavin tidak suka dengan keberadaan Lala di rumah kita," jawab Vina.
"Bukan cuma Gavin, aku juga nggak suka. Tapi, meski tidak suka, kita nggak mungkin bisa melakukan kekerasan. Apalagi kepada perempuan," tegas Garda kepada sang istri.
Mendengar jawaban itu, Vina justru tersenyum. Dan hal itu membuat suaminya sedikit bingung.
"Ngapain Bunda senyum senyum begitu?" tanya Garda dengan nada herannya.
"Bunda seneng aja dengarnya," sahut Vina.
"Senang?" Garda masih belum mengerti isi kepala istrinya.
"Senang, karena meski suamiku ini terlihat seperti lelaki keras bagaikan es batu, tetapi ternyata hati dan jiwanya begitu lembut,"
Glek!
Sontak Garda mengernyitkan dahi mendengar kalimat istrinya yang kini mulai pandai membual.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments