Jangan Banyak Alasan!

Drrrrttt...drrrtt...drrttt

Ponsel Gavin bergetar ketika dia tengah sibuk menatap laptop. Setelah dia raih dan dia lihat, rupanya panggilan tersebut dari Ibunya.

"Iya Bun, ada apa?" tanya Gavin dengan nada datar.

"Gavin, apa yang sudah kamu lakukan pada Lala?"

Sontak pertanyaan dari Vina, berhasil mengalihkan perhatian Gavin dari laptop menuju ke ponsel.

"Apa maksud Bunda?" tanya Gavin kurang mengerti maksud pertanyaan Bundanya.

"Jangan balik bertanya? Harusnya Bunda yang bertanya, mengapa ada luka di wajah Lala? Kamu apakan dia? Bunda tahu kamu tidak suka dengan dia, tapi kamu tidak boleh bertindak kekerasan. Kamu bisa kena hukum pidana jika melakukan penganiayaan," cerocos Lala tanpa memberi kesempatan pada putranya untuk berbicara.

"Bunda ini ngomong apaan sih? Semua itu nggak benar! Emang tuh perempuan ngadu apa sih sama Bunda? Sampai Bunda marah marah seperti itu?" sahut Gavin merasa tidak terima jika dirinya di sudutkan.

"Lala nggak ngadu, tapi Bunda tahu sendiri ketika Bunda melakukan panggilan video sama dia," jawab Vina.

"Apa? Video call? Ngapain sih Bunda video call segala? Buang buang waktu aja! Emangnya bisa dapat nomornya dari siapa?" tanya Gavin mencari tahu.

"Jangan mengalihkan pembicaraan Gavin, jawab saja pertanyaan Bunda!" Tegas Vina, tetapi Gavin tetap saja menyangkal jika dirinya di tuduh menganiaya Lala.

Usai melakukan perdebatan dengan Bundanya, Gavin terlihat begitu kesal. Fokusnya pada pekerjaan mulai berkurang karena dalam benaknya terlintas masalahnya dengan Lala.

"Ckkckkk, kenapa tuh perempuan cuma bawa masalah saja!" gerutu Gavin seraya mengacak acak rambutnya. Ingin rasanya dia segera pulang, lalu melampiaskan kekesalannya kepada Lala. Tetapi, hari itu pekerjaannya begitu padat merapat menanti jemarinya untuk segera dia selesaikan.

"Awas aja nanti kalau sampai di rumah!" seru Gavin dalam hati sambil mengepalkan tangan.

Detik terus berjalan, hingga mengantar siang berganti sore. Gavin bergegas untuk pulang, tetapi langkahnya sedikit pelan karena ponselnya kembali bergetar di sakunya. Ada sebuah pesan masuk di gawai pipih tersebut, dan rupanya itu adalah pesan dari Vina.

"Hati hati kalau pulang. Ingat, jangan menyakiti Lala,"

Gavin kesusahan menelan saliva usai membaca pesan tersebut. Baru saja dia berniat untuk melampiaskan kemarahannya kepada Lala, tetapi Bundanya lebih dahulu melarangnya.

"Sial! Gini amat pesan Bunda padaku! Dia kan cuma pembantu? Kenapa begitu di peduliin sih?" cecar Gavin dalam hati.

Dia pun lekas melanjutkan langkahnya tanpa membalas pesan dari sang Bunda. Bahkan dia berniat untuk mengabaikan pesan tersebut, dan tetap berada pada niatnya untuk melampiaskan kekesalan kepada Lala.

Dan benar saja, ketika dia tiba di rumah, Gavin melangkah lebat dengan mulut berteriak keras memanggil manggil nama Lala. Akan tetapi, tak kunjung dia temukan sosok asistennya tersebut. Hingga pada akhirnya, Gavin menuju ke kamar Lala. Dan setelah tiba di depan pintu kamar Lala, tanpa sungkan dan permisi, Gavin memutar gagang pintu tersebut dengan kerasnya. Hingga akhirnya dia dapati satu pemandangan yang sangat tidak dia duga. Lala pun menjerit terkejut dengan kedatangan majikannya yang tiba tiba.

"Astaga, Tuan..." ujar Lala sambil meraih selimut di sebelahnya. Ternyata, Gavin masuk di saat yang tidak tepat. Karena saat itu, Lala baru aja usai mandi dan mengenakan handuk putih yang dia lilitkan di area dada. Namun, ukurannya yang mini membuat pahanya terjamah oleh netra Gavin.

"Heh, ngapain kamu? Apa kamu sengaja menjebak ku?" Seru Gavin. Dalam keadaan seperti itu, Gavin tentu tidak mau di salahkan karena dia merasa sebagai pemilik rumah serta merasa sebagai majikan. Padahal, jelas jelas dia yang salah karena sembarangan masuk kamar orang tanpa permisi, meski orang itu adalah pembantunya.

"Maaf Tuan, saya tidak menjebak Tuan. Saya juga tidak tahu jika Tuan hendak masuk," sahut Lala berusaha membela dirinya sendiri.

"Haaahh, alasan! Kamu itu memang benar benar pembawa sial untukku! Cepat pakai bajumu, aku mau bicara!" titah Gavin kepada Lala dengan nada yang keras, lantas segera beranjak dari kamar Lala.

"Baik Tuan," jawab Lala dengan penuh tekanan.

Setelah majikannya keluar, Lala lekas menutup pintunya kembali dan segera mengambil pakaiannya sambil menggerutu.

"Dasar orang yang egois! Jelas jelas dia yang salah, tapi nggak mau di salahkan!"

Setelah menunggu selama lima menit, Lala akhirnya keluar dari kamar lalu berjalan mendekat ke arah sang majikan yang tengah duduk di kursi tak jauh dari kamar Lala.

"Ada apa Tuan?" tanya Lala dengan ragu, karena saat itu dia tahu jika majikannya sedang tidak baik baik saja. Lala mulai menerka jika mungkin majikannya itu baru saja di tegur oleh Bundanya.

"Jangan basa basi! Cepat katakan, apa maksud kamu mengadu pada Bunda? Apa kamu mau mencari perhatian? Mau cari pembelaan? Atau memang sengaja membuatku terkena masalah? Kamu tahu nggak, kamu itu benar benar membawa sial untukku!" seru Gavin seraya mengangkat jari telunjuknya, lalu dia arahkan ke kepala Lala.

"Maaf Tuan, tetapi saya tidak mengadu pada Nyonya. Nyonya sendiri yang menelpon saya...."

Belum selesai Lala memberi penjelasan, Gavin kembali menyela.

"Jangan banyak alasan! Banyak sekali urusan lebih penting yang harus di selesaikan oleh Bunda, jadi tidak mungkin Bunda membuang buang waktu hanya untuk mengurusi urusan seorang pembantu, jika bukan kamu sendiri yang merengek rengek meminta di kasihani oleh Bunda!" cecar Gavin dengan penuh emosi.

Lidah Lala mendadak membeku, kalimat yang di sampaikan oleh majikannya tersebut terlalu memukul hatinya. Gavin memang sangat gemar berbicara seenaknya tanpa memikirkan perasaan orang lain.

"Kenapa bengong? Kamu tuli ya?" bentak Gavin sekali lagi. Dia benar benar menyudutkan posisi Lala tanpa memberinya kesempatan untuk berbicara. Hingga pada akhirnya, Lala hanya bisa menjawab semua itu dengan air mata, sesuatu yang paling di benci oleh Gavin.

"Dasar cengeng! Bukannya kasihan, aku justru semakin muak melihat kamu di rumah ini!"

Usai memaki maki Lala, Gavin lekas beranjak dari kursi tempatnya duduk. Dia segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari penat yang dia bawa pulang dari kantor. Di tambah lagi permasalahan rumit dengan Lala benar benar membuat Gavin merasa terganggu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!