Tanpa banyak bicara lagi, Gavin melangkah pergi meninggalkan kamar Lala. Sementara Lala hanya bisa mematung melihat kepergian sang majikan. Dia tahu, upaya nya tidak akan berhasil meski menangis darah. Untuk saat itu, dia hanya bisa pasrah menerima keadaan. Dia sedikit bersyukur kala mengingat kalimat majikannya jika masih untung pria itu tidak memintanya ganti rugi. Kalau iya, mungkin dia akan di buat lebih panik.
Malam itu Lala tidak dapat memejamkan mata, dia terlalu hanyut memikirkan nasibnya keesokkan hari. Sementara di lain tempat, Gavin tengah merebahkan tubuhnya dengan kasar di atas kasur. Malam itu dia benar benar merasa lelah. Seumur hidupnya, dia tidak pernah di repotkan oleh urusan orang lain. Tapi tidak untuk malam itu. Dia harus mengeluarkan tenaga, pikiran serta uang demi menyelesaikan masalah yang bukan urusannya.
"Hufft, bodoh atau emang sial aku malam ini!" gerutu Gavin sembari menghembuskan nafas kasar. Dia masih belum habis pikir oleh tindakannya sendiri malam itu. Di sela sela lamunannya, dia mendengar ponselnya berdering. Dan rupanya, di sana tertera nama "Bunda" yang tengah memanggilnya.
"Iya, halo Bun," sapa Gavin di telepon.
"Halo Gavin, gimana keadaan kamu di sana? Baik baik saja kan? Apa kamu masih suka jajan makanan di luar?" cerocos Vina menanyakan banyak hal kepada putranya.
"Baik Bun," jawab Gavin dengan singkat.
"Apanya yang baik? Tolong beri jawaban yang jelas pada Bunda. Bunda mengkhawatirkan keadaan kamu. Sepertinya dua minggu lagi, Bunda baru bisa pulang," ujar Vina dari seberang sana.
"Iya Bun, nggak apa apa." Lagi lagi Gavin tidak memberi jawaban yang melegakan kepada Bundanya. Dan hal itu membuat Vina membuat sebuah perintah.
"Gavin, Bunda mau minta nomor ponselnya Lala."
Mendadak perintah dari Bundanya tersebut membuat Gavin bangkit dari rebahannya.
"Untuk apa sih Bun? Nggak penting banget!" sangkal Gavin.
"Nggak penting untuk kamu, tapi penting untuk Bunda! Sudah, jangan banyak protes. Buruan kamu tanyakan nomor Lala, biar Bunda mudah menanyakan kabar kamu." tegas Vina.
"Aduh Bun, ngapain sih pakai acara minta nomor? Nggak ah, Gavin nggak mau nanya. Ntar dia kePEDEan lagi, di kiranya aku yang sengaja minta nomornya. Nggak, nggak. Gavin nggak mau!"
Gavin tetap menolak perintah Vina. Apalagi, dia hanya memberi kesempatan dua puluh empat jam untuk Lala tinggal di rumahnya.
"Ya sudah, kalau gitu berikan ponsel kamu ini pada Lala. Biar Bunda sendiri yang minta pada dia!" titah Vina sekali lagi dan kembali membuat Gavin mengacak acak rambutnya.
"Nggak Bun, Gavin tetap nggak mau!" sangkal Gavin untuk kedua kalinya.
"Gavin, kamu ini kenapa? Bunda lakuin ini juga demi kamu, karena Bunda khawatir sama kamu. Jangan jangan, kamu sudah mengusir Lala dari rumah kita?" mendadak Vina memberi tudingan kepada putranya.
"Aku ini udah gede Bun.Untuk apa Bunda khawatir. Lagian, kalaupun dia pergi, masih banyak kok orang yang mengantri buat kerja di rumah kita!" sahut Gavin dengan enteng.
"Apa? Jadi kamu sudah benar benar mengusir Lala?" tanya Vina dengan nada tegang.
"Belum Bun, mungkin besok!" jawab Gavin tanpa basa basi.
"No! Kamu tidak boleh mengusir Lala. Bunda yang membawanya ke rumah, jadi biar Bunda sendiri yang menentukan kapan Lala boleh keluar dari rumah kita. Kamu mengerti?" cakap Vina dengan begitu tegas, sementara Gavin masih berusaha mengelak.
"Tapi Bun....."
Tut...tut...tut...
Panggilan sudah terputus karena Vina sengaja mematikan panggilan tersebut agar putranya tidak banyak melakukan protes. Sementara Gavin hanya bisa berdecak kesal, karena kata katanya tidak di dengar oleh Bundanya. Di tambah lagi, dia harus kembali menarik ucapan yang sudah terlanjur dia sampaikan kepada Lala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments