Suasana masih terlihat tegang, apalagi ketika Anston yang mulai tidak bisa menahan emosinya. Dia tidak suka dengan ucapan Ibunya tentang wanita yang dia cintai. Tentu Anston sangat tidak rela Kemuning di rendahkan seperti itu.
"Cukup Bu, aku tidak akan pernah rela Ibu merendahkan Kemunin. Dia wanita baik yang bisa membuat aku jatuh cinta"
"Tidak cukup dengan cinta, kamu harus benar-benar memikirkan untuk sebuah pernikahan. Ingat Anston, restu Ibu tidak akan pernah menyertai hubungan kalian"
Nyonya besar langsung pergi begitu saja setelah mengatakan itu. Di susul oleh menantunya. Anston hanya mengusap wajah kasar ketika melihat Ibunya yang benar-benar tidak memberikan dia kesempatan untuk bisa bersama dengan Kemuning. Padahal hatinya sudah sangat yakin untuk menikahi Kemuning, karena hanya dia yang mampu membuat Anston jatuh cinta.
"Biarkan aku yang bicara dengan Ibu secara perlahan. Sekarang kamu bawa wanitamu itu pergi, dia pasti shock dengan keadaan ini"
Anston mengangguk, dia mencoba untuk percaya pada Kakaknya jika dia bisa meyakinkan Ibu. Meski tak bisa di pungkiri Anston juga tidak yakin dengan hal itu. Anston membantu Kemuning untuk berdiri dan membawanya ke kamar dia.
"Saya kembali ke rumah belakang saja, Tuan"
"Sudahlah, kau ikut saja denganku. Kita perlu bicara"
Anston mendudukan Kemuning di atas sofa yang berada di kamarnya. Dia menatap tangan wanita itu yang masih terlihat bergetar. Sudah pasti Kemuning sangat shock dengan kejadian ini. Mana bisa dia menjadikan Kemuning sebagai istrinya jika tidak mendapatkan restu dari Ibunya.
"Tu-tuan, sebaiknya kita sudahi saja..."
"Apa? Jangan berpikir aneh-aneh Kemuning, aku akan tetap bersamamu. Kita hanya perlu menunggu sebentar saja sampai Ibu mau merestui hubungan kita"
Kemuning mendongak, dia menatap Anston yang berdiri di depannya itu. Entah kenapa Kemuning selalu melihat kesungguhan di balik mata Anston. Meski dulu dia pernah mengalami hal yang mungkin lebih dari ini ketika pernikahan pertamanya.
Orang tua mantan suaminya juga sempat tidak merestui, hingga mereka mengizinkan Kemuning untuk menikah dengan Welly dengan satu syarat. Kemuning harus melahirkan anak pertama laki-laki, jika tidak maka Kemuning akan langsung di ceraikan oleh Welly.
Maka sejak kehamilan pertamanya, Kemuning benar-benar hancur dengan segala tekanan dari keluarga suamina, apalagi ketika dia mengetahui jika anak pertamanya adalah perempuan.
"Kemuning, aku tidak akan menyerah begitu saja ketika Ibu yang bilang tidak akan merestui hubungan kita. Aku yakin Ibu hanya sebentar saja seperti ini, dia akan tetap merestui aku dan kamu"
Anston duduk di samping Kemuning, merangkul bahu Kemuning dan memeluknya dengan erat. Anston mengecup kening Kemuning dengan lembut.
"Bersabar sebentar lagi"
Kemuning menghela nafas pelan, lalu dia mengangguk. "Tapi, jika Nyonya Besar masih tidak merestui kita, tolong jangan melawannya"
Anston kembali memeluk Kemuning, dia tahu apa yang harus dirinya lakukan. Namun dia juga tidak bisa untuk kehilangan wanita yang dicintainya ini.
"Kau tenang saja, aku akan mencari solusi untuk masalah yang kita hadapi ini"
Kemuning mengangguk dalam pelukan Anston. Dia sudah mulai merasakan kenyamanan dalam pelukan Anston. Segala kesungguhan yang Anston perlihatkan untuk bisa bersamanya benar-benar membuat Kemuning mulai jatuh hati padanya.
"Kalau begitu saya kembali bekerja lagi, Tuan"
Anston langsung melerai pelukannya, menatap Kemuning dengan lekat. "Bisakah untuk tidak memanggilku dengan sebutan Tuan lagi? Aku risih mendengar kamu terus memanggilku Tuan"
Kemuning menundukan kepalanya, dia juga bingung harus memanggil apa apda Anston. Karena mau bagaimana pun Anston tetap seorang Tuan Muda bagi dirinya. Anston tetap majikannya, dan Kemuning tidak seberani itu untuk merubah panggilannya.
"Saya harus memanggil apa? Mas?" tanya Kemuning dengan polosnya
"Jangan bercanda, aku jelas lebih muda dari kamu"
Kemuning terdiam, memang usianya dan Anston berbeda dua tahun. Jelas Anston lebih muda darinya dan sekarang Kemuning jadi bingung sendiri harus memanggil apa pada Anston, ketika Anston sudah tidak mau di panggil Tuan olehnya.
"Panggil aku Sayang"
Kemuning langsung terdiam, dia menatap Anston dengan kening berkerut, cukup terkejut mendengar ucapan Anston barusan. "Tapi Tuan..."
"Panggil aku Sayang! Apa kau tidak dengar?"
Kemuning menghela nafas pelan, sepertinya memang dia harus menuruti perkataan Anston, karena tidak mungkin juga dia membantahnya. Dia tidak seberani itu untuk membantah.
"I-iya Tu..." Kemuning langsung terdiam dan tidak melanjutkan ucapannya ketika melihat tatapan tajam dari Anston padanya. "...Sa-sayang, maksudnya Sayang"
Anston tersenyum mendengar itu, dia mengecup pipi Kemuning dengan gemas. "Aku mencintaimu, Kemuning"
Kemuning hanya tersenyum, sampai saat ini dia belum benar-benar bisa menafsirkan perasaannya yang sesungguhnya. Apa dia memang sudah mencintai Anston atau hanya sebuah rasa nyaman saja, karena selama ini dia tidak pernah mendapatkan lagi perhatian dari seorang pria.
"Kalau begitu saya ke bawah ya, gak enak sama yang lain jika saya tidak bekerja dengan benar"
Anston mengelus kepala Kemuning dengan penuh kasih sayang. "Jangan pernah ragu untuk bilang padaku kalau ada yang membuat kamu tidak nyaman disini. Kamu sudah menjadi ratu dalam hatiku, jadi jangan menjadikan dirimu terus terbebani dengan pekerjaan ini. Aku mampu membiayai kehidupan kamu. jadi kau tidak perlu terus bekerja"
Kemuning tersenyum pada Anston, dia tahu jika seluruh hidupnya sudah pasti akan bisa di biayai olehnya. Namun Kemuning tidak akan pernah membebani siapapun. Apalagi dirinya dan Anston juga belum jelas bagaimana hubungan kedepannya.
"Saya hanya tidak mau menyusahkan siapapun. Karena terlalu bergantung pada seseorang akan membuat kita sangat kecewa jika orang itu sudah tidak lagi berada di samping kita"
Anston meraih tangan Kemuning dan menggenggamnya dengan lembut. Memberikan kecupan di punggung tangannya. "Baiklah, tapi setelah kita menikah nanti. Kamu jangan lagi bekerja, cukup membuat aku senang dan bahagia saja"
"Memangnya kita benar-benar akan menikah?"
"Kemuning!" Anston langsung menatap tajam pada kekasihnya itu ketika dia mendengar ucapan Kemuning. Seolah wanitanya tidak percaya jika Anston bisa menikahinya.
"Yasudah, saya ke bawah dulu ya Tu- Sayang" Hampir saja Kemuning salah memanggilnya lagi. Ketika dia mendapati tatapan tajam dari Anston, barulah membuatnya ingat jika panggilan di antara mereka telah berubah.
"Jangan terlalu capek bekerjanya, kamu harus tetap menjaga kesehatan"
"Iya Sa-sayang, anda juga jaga kesehatan"
Kemuning berlalu dari kamar Anston, berdiri sejenak di depan pintu kamar Anston yang sudah tertutup. Kemuning memegang dadanya yang terasa berdebar kencang.
Sayang, Ya Tuhan mimpi apa aku sampai harus memanggil Tuan Muda dengan sebutan Sayang.
Kemuning masih tidak percaya dengan apa yang di inginkan Antosn. Sebuah panggilan Sayang.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments