Suasana rumah sudah cukup sepi, smua perkerja di rumah ini sibuk dengan pekerjaannya di rumah belakang. Pak Hadi sudah berdiri di depan pintu utama untuk menyambut kedatangan Nyonya besar dan Tuan Muda pertama.
Pak Hadi menganggukan kepalanya dengan penuh hormat ketika Nyonya besar dan Tuan Muda pertama juga menantu pertama masuk ke dalam rumah ini.
"Selamat datang kembali"
"Dimana Anston Pak?" Tanya Anggasta, Tuan Muda pertama
"Masih di atas, biar saya panggilkan"
Pak Hadi mengangguk hormat, lalu dia langsung pergi ke lantai atas untuk memanggil Tuan Muda. Beberapa saat kemudian, Anston turun bersama dengan Pak Hadi. Anston langsung menghampiri Kakaknya dan memeluknya.
"Kemana saja kau?"
"Kau sendiri yang tidak datang untuk menemuiku ke rumah baru kami"
Anston tersenyum pada Kakak iparnya, lalu dia mengajak merentangankan tangannya, dan anak berusia 3 tahun itu langsung berlari ke arahnya dan minta di gendong.
"Uncle, Mel kangen"
"Iya Sayangnya Uncle" Anston langsung menggendong balita berusia tiga tahun itu. Keponakannya yang selalu menempel padanya jika bertemu.
"Sebaiknya kita langsung makan malam saja" ucap Pak Hadi
"Baik Pak, Honey, Ibu ayo kita makan malam saja dulu" ucap Anggasta
Keluarga ini langsung menuju ruang makan, Anston masih menggendong keponakannya. Dia menatap Kemuning yang sedang menata makanan di atas meja, tersenyum tipis pada wanitanya itu. Namun Kemuning hanya menundukan kepalanya, melirik sekilas pada Anston. Kemuning menatap gadis kecil yang duduk di samping Anston. Seketika tangannya bergetar, dia teringat Melati.
"Se-selamat malam Nyonya dan Tuan, silahkan dinikmati makan malamnya"
Kemuning langsung berlalu darisana, dia tidak bisa terus berada disana. Melihat gadis kecil tadi membuat Kemuning benar-benar teringat akan putrinya yang sudah meninggal. Kemuning terduduk di lantai ketika dia sudah berada di lorong rumah ini yang cukup sepi. Tangisnya pecah begitu saja, rasanya masih terlalu sulit untuk benar-benar ikhlas bagi seorang Ibu yang harus kehilangan anaknya.
"Melati, Ibu merindukan kamu"
Tangisan Kemuning yang terdengar begitu lirih. Sampai Mbak Ati datang menghampirinya, dia tidak sengaja bertemu dengan Kemuning setelah membersihkan kamar Nyonya besar dan kamar Tuan Muda pertama.
"Ning, kamu kenapa?" Mbak Ati berlutut di samping Kemuning yang terduduk di atas lantai dengan tangisan yang pecah.
"Mbak..." Kemuning langsung memeluk Mbak Ati, dia sangat butuh untuk mengeluarkan segala sesak di dadanya. Dan hanya dengan menangis dia menumpahkan segalanya. "...Aku teringat Melati, Mbak. Ternyata tidak mudah bagiku untuk benar-benar ikhlas dengan kepergiaan Melati. Aku merindukannya, tingkah lucunya selalu membuat aku rindu"
Mbak Ati hanya menghela nafas pelan, dia mengelus punggung Kemuning yang bergetar. Mbak Ati mengerti bagaimana perasaan Kemuning. Dia juga seorang Ibu, dan dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika harus kehilangan anaknya di usia yang masih kecil. Pasti akan sangat hancur.
"Sabar Ning, semuanya sudah menjadi takdir Tuhan untuk kamu. Tuhan tahu kenapa dia memberikan cobaan yang begitu berat padamu, karena kamu pasti akan kuat dan bisa melewati semua ini dengan baik"
Kemuning tahu itu, namun dia juga tidak yakin jika dirinya akan sekuat itu medapatkan banyak cobaan dalam hidupnya ini.
#######
"Oh ya Bu, Kak, sebenarnya aku menunggu momen semuanya berkumpul seperti ini. Ada yang ingin aku katakan" ucap Anston di tengah perbincangan santai keluarganya di ruang tamu ini.
"Ada apa Ans? Sepertinya sangat serius?" tanya Anggasta
Anston tersenyum tipis, dia menatap bergantian anggota keluarganya. Membuat semuanya semakin merasa penasaran dengan apa yang akan di bicarakan oleh Anston.
"Aku mau menikah"
"Apa?!" serentak semuanya sangat terkejut dengan ungkapan Anston barusan, bahkan Anggasta saja sudah cape mempertemukan adiknya ini dengan beberapa wanita kenalan istrinya. Tapi Anston selalu menolak dengan alasan tidak merasa cocok.
"Akhirnya Anston, kamu menerima juga usulan dari Ibu. Kamu sudah siap untuk menikah dengan Dokter Sila" ucap Nyonya Besar dengan antusias.
Kemuning yang berjalan ke arah mereka dengan membawa sebuah nampan berisi minuman bersama dengan Maya yang membawa cemilan untuk keluarga itu, langsung terdiam saat dia mendengar ucapan Nyonya Besar barusan.
"Makanya jangan terlalu berharap Ning, kamu itu tetap seorang pelayan. Mana mungkin Tuan Muda benar-benar serius denganm, dia hanya bercanda saja" ucap Maya dengan senyuman sinis yang terlihat di wajahnya.
Kemuning tidak menanggapi ucapan Maya, dia melanjutkan langkahnya. "Minumnya Nyonya dan Tuan"
Anston menatap Kemuning yang sedang menata gelas minuman di atas meja depan mereka. Dia langsung berdiri dan menghampiri Kemuning, ketika wanitanya itu sudah berdiri, Anston langsung merangkul bahunya membuat Kemuning sangat terkejut dengan hal itu. Dia mencoba untuk menghindar, namun Anston benar-benar tidak melepaskannya.
"Dia calon istriku, yang berhasil membuat aku jatuh cinta padanya"
"APA?!" Nyonya Besar langsung berdiri dan menatap Kemuning dengan tatapan tidak percaya. "...Jangan gila Anston, dia seorang janda dan hanya seorang pelayan. Kamu jangan membuat Ibu marah! Sudahi bercandanya"
Kemuning menunduk dengan tangan yang saling bertaut. Dia tahu hal ini pasti akan terjadi. Mau sebesar apapun dia meyakinkan dirinya jika semuanya akan baik-baik saja, namun Kemuning tetap tidak bisa menghindari jika semuanya tentu tidak akan baik-baik saja.
"Bu tenang Bu, kita dengarkan dulu penjelasan Ansnton. Duduklah" ucap Anggasta pada adiknya, lalu dia menatap Maya yang masih berada disana, seolah sengaja ingin melihat perseteruan yang terjadi. "..Kau! Untuk apa masih berdiri disana, pergi atau aku pecat!"
Maya langsung gelagapan, tidak menyangka jika Tuan Muda pertama yang terlihat lebih ramah dari Anston, malah lebih menakutkan. "Baik Tuan, saya permisi dulu"
"Tuan, saya ke belakang saja" bisik Kemuning pada Anston, dia tidak siap untuk berhadapan dengan keluarga Anston.
"Diamlah, aku akan tetap mempertahankanmu apapun yang terjadi"
Anston langsung mengajak Kemuning untuk duduk di sofa. Berdampingan denganya. "Aku tidak sedang bercanda, aku memang ingin menikahi Kemuning. Tidak peduli dengan statusnya"
"Ibu tidak setuju, sampai kapanpun Ibu tidak akan setuju"
"Tenang Bu, biar Anggas bertanya dulu pada Anston" ucap menantunya sambil menenangkan Nyonya besar.
"Kau sudah pikirkan dengan baik? Pernikahan itu bukan hanya untuk satu hari atau dua hari saja. Tapi untuk selamanya" kata Anggasta
"Tidak mungkin selamanya jika dia menikahi wanita itu. Jelas dia adalah seorang janda yang pernikahan pertamanya saja gagal"
Deg..
Dada Kemuning bagaikan di tombak saat mendengar ucapan Nyonya besar. Hatinya sakit sekali mendengar itu, apa memang seorang janda harus selalu di salahkan dengan pernikahan pertamanya yang gagal? Kenapa harus seorang wanita yang disalahkan dengan status single parent itu?
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments