Kemuning duduk di bangku taman rumah sakit ini, dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih saat ini. Lampu taman yang menerangi gelapnya malam menjadi saksi bagaimana Kemuning yang sedang menangis dengan keadaannya sekarang.
"Sebisa mungkin Melati harus segera melakukan operasi, jika tidak saya tidak yakin sampai kapan Melati akan bertahan"
Penjelasan Dokter itu semakin membuat hidup Kemuning hancur. Dia sudah mencoba untuk menghubungi mantan suaminya dan juga keluarganya, tapi tidak ada satupun yang menjawab telepon dari Kemuning. Sekarang Kemuning sedang sangat bingung dengan keadaan saat ini.
"Ning.." Riri datang dan langsung duduk di samping sahabatnya itu. Dia memeluk Kemuning yang menangis. "...Aku akan coba cari bantuan ya, aku akan cari pinjaman ke tempat aku bekerja untuk membantu kamu untuk pengobatan Melati"
"Aku bingung Ri, sekarang ini aku sangat bingung harus bagaimana. Mas Welly juga tidak bisa di hubungi"
Riri menghembuskan nafas pelan, tidak habis pikir dengan mantan suami sahabatnya itu. "Dasar laki-laki berengsek"
Kemuning melepaskan pelukannya, dia menghapus air mata di pipinya. "Ri, kamu pulang saja dulu ke rumah. Biar aku aja yang menjaga Melati selama disini. Nanti saja kalau aku terpaksa harus bekerja atau apapun itu. Nanti kamu baru gantiin aku"
Riri memegang tangan Kemuning yang terasa sangat dingin. "Kamu yakin? Gak papa kalau aku pulang dulu sekarang"
Kemuning mengangguk sambil tersenyum. "Aku tidak papa Ri, kamu pulang saja duluan. Terima kasih ya sudah banyak membantu aku selama ini"
"Apasi, aku ikhlas menjadi teman kamu dan membantu kamu dengan ikhlas"
Kemuning mengangguk, Riri memang sahabat yang sangat baik untuk Kemuning. Bagaimana dia yang selalu ikhlas membantunya.
"Yaudah, aku pulang dulu kalau gitu. Kalau ada apa-apa kamu bisa langsung hubungi aku"
Kemuning kembali ke ruang rawat anaknya setelah Riri pulang. Kemuning duduk di kursi samping ranjang pasien, dia menatap wajah anaknya yang sudah sangat pucat. Air mata kembali mengalir di pipinya, Kemuning benar-benar tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Dia tidak mau menjadi Ibu yang gagal untuk Melati.
"Melati, kamu harus sembuh ya. Nanti Ibu sama siapa kalau kamu tidak ada"
Bagaimana perasaan seorang Ibu yang hancur karena tidak bisa melakukan apapun ketika anaknya sakit. Kemuning hanya ingin Melati sembuh, tapi dia tidak bisa melakukan banyak hal untuk kesembuhan anaknya.
Kemuning menundukan kepalanya di pinggir ranjang pasien. Menangis dalam diamnya, rasa sesak dalam hatinya yang tidak bisa Kemuning keluarkan begitu saja.
Hiks..Hiks..
"Kenapa aku harus mengalami ini, Tuhan? Aku tidak siap dengan semua ini, aku tidak siap untuk kehilangan Melati"
#######
Bruk..
Anston menendang meja di depannya hingga buku-buku yang berada di atasnya langsung berjatuhan. "Sial. Aku benar-benar kesal, tidak bisa aku terus seperti ini"
Biasanya seorang wanita akan senang jika di tembak dengan cara yang sangat romantis. Cenderung seorang pria akan memberinya bunga atau coklat untuk menembak seorang wanita.
Anston mengingat tentang ucapan Asistennya tadi siang. Membuat dia berpikir bagaimana cara untuk mengungkapkan perasaannya ini pada Kemuning. Karena dia benar-benar merasa tersiksa ketika harus menahan segala gejolak di hatinya.
"Apa aku kasih dua-duanya saja, bunga dan coklat. Ya, dia pastinya akan sangat senang kalau aku memberikan dua-duanya itu"
Anston menelepon Pak Hadi lewat telepon rumah yang ada di kamarnya. Menyuruh kepala pelayan itu untuk datang ke kamarnya.
"Maaf Tuan, ada yang bisa saya bantu?"
Anston duduk di atas sofa dengan bertumpang kaki. Bibirnya menggigit jari tangannya, dia sedang bingung dan gelisah.
"Kapan dia masuk kembali?"
Pak Hadi mengerti siapa yang di maksud oleh Tuan Muda. Mengerti karena kemarin Anston hanya menanyakan tentang Kemuning, tidak ada lagi yang dia bahas.
"Dia baru saja mengajukan cuti dua hari ini, Tuan. Anaknya sakit"
Anston langsung menatap ke arah Pak Hadi dengan kening yang berkerut tajam. "Anak? Dia sudah menikah?"
"Kemuning memang sudah menikah, namun pernikahannya gagal dan mempunyai seorang anak. Menurut data yang saya terima saat dia pertama kali datang untuk bekerja disini seperti itu, Tuan"
Anston tersenyum tipis, perasaan di hatinya sudah tidak bisa terus dia pendam. Kemuning telah berhasil membuat hati dingin Anston yang bahkan tidak pernah tertarik dengan wanita yang begitu cantik dengan karier yang bagus.
Tapi sosok polos dan ekspresi wajah Kemuning yang selalu ketakutan ketika melihatnya, selalu membuat hati Anston bergetar senang. Dan sekarang Anston sadar, jika dia memang telah jatuh cinta pada Kemuning. Tidak peduli dengan status dan masa lalu wanita itu.
"Kalau sudah tidak ada lagi, saya izin keluar dulu Tuan"
"Ya, kau keluarlah" Anston menggerakkan tanganya pelan, menyuruh Pak Hadi untuk segera keluar.
Anston terdiam, memikirkan ucapan Pak Hadi barusan. "Sudah pernah menikah? Apa yang dia alami selama ini sampai pernikahannya hancur. Tapi baguslah, jadi aku bisa memilikinya sekarang"
Semakin membuat Anston sangat tertarik, ketika dia jelas mendengar Kemuning menolak ajakannya untuk menjadi sepasang kekasih. Sangat berbeda sekali dengan para wanita yang mendekatinya.
Bahkan banyak dari mereka yang rela menawarkan tubuhnya untuk Anston hanya demi bisa menjebak Anston untuk terus terikat dengannya. Namun, Anston bukan tipe pria yang bisa di bujur rayu dengan apapun. Apalagi hanya dengan seorang wanita yang rela menawarkan tubuhnya hanya untuk bisa mendapatkan Anston.
Dia benar-benar berbeda, dia tidak seperti wanita-wanita murahan itu.
"Setelah dia kembali masuk lagi kerja, aku akan langsung mengajaknya untuk berpacaran. Kalau perlu langsung menikah saja"
Seorang pria yang tidak pernah merasakan jatuh cinta, sekalinya jatuh cinta akan membuat dia berjuang keras untuk mendapatkan cintanya itu. Seperti yang di alami oleh Anston saat ini.
########
"Mas Welly, ayo dong angkat teleponnya. Kenapa malah tidak aktif begini"
Kemuning benar-benar di buat kesal oleh Welly yang bahkan tidak pernah mengangkat lagi teleponnya sejak saat itu. Padahal saat ini Kemuning sedang sangat membutuhkan dia untuk membicarakan tentang Melati yang saat ini sedang banyak membutuhkan biaya.
"Kenapa Ning?" tanya Riri yang keluar dari ruang rawat Melati dan melihat Kemuning yang sedang berjalan mondar-mandir di depan ruang rawat anaknya itu.
"Aku sedang menghubungi Mas Welly, tapi nomor teleponnya malah tidak aktif sekarang"
Riri merangkul bahu Kemunin, dia tahu bagaimana Kemuning yang sangat gelisah saat ini dengan keadaan Melati sekarang.
"Sabar, aku sudah mendapatkan beberapa pinjaman uang. Semoga bisa membantu kamu ya"
"Terima kasih ya Ri, kamu sudah banyak sekali membantu aku"
"Iya Ning, aku senang jika Melati kembali sembuh"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments