Anston baru saja masuk ke sebuah Restaurant untuk melakukan meeting bersama dengan rekan kerjanya. Namun saat dia masuk dia langsung melihat Kemuning yang sedang duduk di meja paling pojok bersama dengan seorang pria. Pria yang terlihat baru datang itu, tersenyum pada Kemuning dan Kemuning juga membalas senyumnya.
Tangan Anston mengepal begitu saja melihat itu. Entah kenapa dia sangat tidak suka melihat Kemuning tersenyum seperti itu pada pria lain. Hatinya bergejolak tidak senang.
Sial, kenapa aku kesal sekali melihatnya bersama dengan pria lain. Ada apa denganku?
"Tuan, ayo kita masuk sekarang. Rekan kerja kita sudah menunggu"
Anston menghembuskan nafas pelan, lalu dia berjalan bersama dengan Asistennya itu menuju ruang VVIP yang ada di lantai atas ruangan ini. Di ruangan tempat Anston melakukan pertemuan, dia masih bisa melihat dengan jelas ke arah Kemuning bersama dengan pria itu. Karena ruangan VVIP di Restaurant ini terbuat dari kaca hitam yang untuk melihat keluar sangat jelas, tapi dari luar melihat ke dalam tidak akan terlihat.
Anston benar-benar tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Kemuning dan pria itu yang terlihat sedang membicarakan hal yang serius. Membuat Anston penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan itu.
"Apa yang sedang mereka bicarakan"
"Ya Tuan?"
Anston mengerjap saat tidak sadar dia telah menguacapkan apa yang ada di pikirannya. Dia menoleh pada Asistennya yang menatapnya dengan bingung.
"Lanjutkan rapatnya sekarang"
"Baik Tuan"
Sang Asisten mulai mempersentasikan proyek baru mereka itu dengan sangat teliti. Berusaha untuk tidak membuat Tuan Muda kecewa dan marah. Karena melihat dari reaksinya, pasti Tuan Muda sedang tidak dalam keadaan yang baik. Begitu pikirnya.
Sementara di lantai bawah Restaurant ini, Kemuning memulai pembicaraan mengenai penyakit yang di derita oleH Melati. "Jadi, aku minta biaya untuk pengobatan Melati Mas, aku tidak sanggup jika harus membiayainya sendirian. Kamu tahu sendiri pekerjaan aku hanya seorang pelayan di sebuah rumah saja"
"Kenapa kamu baru bilang sekarang Ning, tentang penyakit yang di derita oleh Melati?"
"Karena aku takut keluarga kamu akan semakin menganggap aku Ibu yang tidak bisa merawat anaknya, hingga dia mengalami penyakit seperti ini"
Welly menghela nafas pelan, katakanlah jika dia memang pria yang pengecut. Karena dia sendiri yang terlalu takut dan terlalu tunduk pada keluarganya, hingga tidak bisa mempertahankan pernikahannya dengan Kemuning. Padahal Welly memang sangat mencintai Kemuning. Welly meraih tangan Kemuning dan menggenggamnya.
"Maafkan aku ya Ning, karena aku tidak bisa menjadi pria yang melindungi kamu dan menemani kamu hingga akhir hayat. Aku juga tidak bisa membantah ucapan orang tuaku"
Kemuning menghela nafas pelan, dia tahu bagaimana Welly yang memang tidak pernah bisa membantah ucapan kedua orang tuanya itu. Kemuning tahu itu. Tapi apa Welly masih tidak bisa memberikan sedikit saja tanggung jawabnya pada anak mereka.
"Aku akan kasih kamu uang, tapi tolong jangan sampai Ibuku tahu. Nanti kita ketemu lagi disini satu hari ke depan, dan aku akan membawa uangnya"
Kemuning tersenyum, dia seolah mendapatkan solusi tentang masalahnya ini. "Iya Mas, terima kasih banyak"
"Yaudah kalau begitu aku pergi dulu ya, takut ada yang lihat dan kenal dengan Ibu"
Kemuning mengangguk, dia membiarkan Welly pergi lebih dulu. Sementara dirinya masih menghabiskan minum yang dia pesan, sayang 'kan kalau tidak di habiskan. Ini saja yang membayar adalah Welly, jika dirinya sendiri tidak mungkin Kemuning memesan minuman mahal ini, karena yang dia pikirkan hanya tentang biaya pengobatan anaknya.
"Sedang apa kau disini?"
Uhuk..Uhukk..
Kemuning tersedak minumannya ketika dia melihat siapa yang duduk di depannya saat ini. Tuan Muda?
"Hati-hati kalau minum, dasar ceroboh!"
Anston mengelap bibir Kemuning dengan tangannya, benar-benar dia refleks atau apa. Tapi hal yang dia lakukan ini benar-benar membuat Kemuning berdebar. Jantungnya sudah seperti habis lari kiloan meter saja.
Setelah mengelap bibir Kemuning, dia mengecup bagian jempolnya yang tersisa air minuman itu. Kemuning tentu sangat terkejut melihat apa yang dilakukan oleh Tuan Muda. Bukan hanya Kemuning saja, karena Asistennya yang duduk tidak jauh dari meja mereka juga ikut ternganga melihat apa yang dilakukan oleh Tuan Muda.
"Tu-tuan Muda, sedang apa Tuan disini? Bukannya Tuan masih sakit ya?"
Masih terlihat bekas kemerahan di sekitar leher dan wajahnya, juga lengannya akibat alergi semalam.
"Aku habis mengadakan pertemuan penting disini. Kau yang sedang apa disini? Pria yang tadi siapa? Pacarmu?"
Sial.. Anston masih saja merasa kesal ketika mengingat kejadian tadi. Apalagi saat pria yang bersama Kemuning itu memegang tangannya. Sungguh membuat darah Anston mendidih seketika.
"Bukan Tuan, dia..."
"Aku tidak peduli dia siapa, kenapa juga kau harus menjelaskan"
Kemuning terdiam mendengar ucapan Anston itu. Pria itu langsung berdiri dari duduknya. "Cepatlah pulang, nanti malam jangan sampai terlambat untuk bekerja. Lakukan waktumu untuk istirahat"
Kemuning ikut berdiri, dia mengangguk hormat pada Tuan Muda. "Baik Tuan, hati-hati di jalan. Terima kasih sudah menyapa saya"
Anston langsung berbalik dan berjalan cepat keluar dari Restaurant itu. "Sial, kenapa juga aku harus melakukan hal bodoh ini. Menyapa pelayan di rumahku? Ya Tuhan.."
Asistennya hanya mengikuti dia dari belakang sambil menahan senyum dengan kelakuan Tuannya ini. "Mungkin anda jatuh cinta pada Nona yang tadi Tuan"
"Diam kau! Siapa yang menyuruhmu untuk berbicara"
Anston masuk ke dalam mobil setelah di bukakan pintu oleh Asistennya itu. Dia menatap keluar jendela dan melihat Kemuning yang juga keluar dari Restaurant itu. Melihat Kemuning yang naik motor bersama dengan seorang pria. Kebetulan motor yang di naikinya terikuti oleh mobil Anston.
"Apa itu pria tadi?"
"Bukan Tuan, itu hanya ojek online"
"Aku tidak bertanya padamu! Kau fokus saja mengemudi"
"Baik Tuan"
Anston terus menatap Kemuning yang naik motor itu. Terlihat beberapa kali dia berbincang dengan pria yang mengendarai motor dan juga tersenyum. Bahkan tangan itu, sial.. tangan Kemuning menempel di bahu pria itu. Tangan Anston mengepal erat, dia kesal.
"Kau..."
Bugh..
Anston menendang kursi bagian depan yang di duduki oleh Asistennya, saat dia tidak menghiraukan panggilan darinya.
"Iya Tuan?" Tadi aku di suruh diam, sekarang diam malah marah. Maunya apa si nih Tuan Muda.
"Ceritakan kisahmu saat jatuh cinta pada istrimu itu dan kalian sampai menikah"
Hah?!
Benar-benar mengejutkan untuk Asistennya tentang pertanyaan Tuan Muda padanya. Tentang pertemuan pertama dirinya dan sang istri.
"Maksudnya bagaimana Tuan?"
"Ck kau ini bodoh ya, apa kau tidak mengerti apa yang aku maksud" sarkas Anston dengan kesal
"Ba-baik Tuan"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments