Malam ini Anston tidak bisa tidur, entah kenapa karena tidak biasanya dia seperti ini. Anston adalah tipe orang yang mementingkan istirahat dan kesehatan. Jadi dia juga mempunyai waktu tidurnya sendiri untuk bisa menjaga kesehatannya dan mempunyai waktu tidur yang cukup.
Dia memilih keluar dari kamar dan berjalan ke lantai bawah. Berniat untuk nonton sebentar sebelum dia benar-benar menemukan kantuknya. Berjala melewati lorong di rumah ini menuju ruang menonton yang di ujung ruangan. Namun saat dia melewati lorong itu, dia tidak sengaja melihat sesuatu, hingga dia kembali mundur dan melihat apa yang sedang terjadi,
Darah Anston langsung mendidih ketika dia melihat Kemuning yang sedang meronta-ronta di bawah kukungan seorang pria berumur itu.
"A-ampun Tuan"
Anston tersenyum sinis mendengar rintahan kesaikitan dari pria itu yang langsung meminta ampun padanya. "Ampun kau bilang, kau telah menodai rumah ini dengan kelakuan bejatmu itu. Sialan!"
Bugh..bugh..
Anston benar-benar tidak memberinya ampun sedikit pun, entah kenapa dia merasa sangat marah besar saat melihat Kemuning yang hampir saja di perkosa oleh pria tua itu.
"Tuan sudah Tuan, nanti dia bisa mati"
Gerakan tangan Anston yang memukuli wajah pria itu langsung terhenti ketika Kemuning memeluknya dari belakang dan berkata sangat lirih untuk Anston menghentikan perkelahian ini.
Sebenarnya sudah sejak tadi Kemuning meminta Anston untuk berhenti, namun pria itu seolah tidak menghiraukannya. Membuat Kemuning langsung menahan tubuh Anston yang terus memukuli pria itu dengan memeluknya dari belakang.
"Siapkan dirimu atas kehancuran yang akan terjadi padamu setelah ini"
Anston berdiiri dan merangkul Kemuning untuk ikut berdiri dan membawanya jauh dari lorong itu. Anston membawa Kemuning ke dalam kamar kosong di dekat lorong itu, bersyukur karena tidak ada yang tahu tentang kejadian ini. Semuanya karena memang rumah ini yang terlalu luas, dan lorong menuju ruang menonton ini juga jarang sekali di kunjung orang-orang jika bukan perkerja. Itupun hanya kadang-kadang saja, hanya untuk membersihkan ruang menonton dan lorong saja.
Asnton mendudukan Kemuning di atas sofa, menatap tubuh wanita itu yang bergetar. "Kenapa kau datang ke lorong hanya seorang diri?"
"Ka-karena memang saya yang di tugaskan untuk mengecek di bagian sini Tuan. Sa-saya juga habis dari depan kamar Nyonya besar untuk mengambil cucian"
Menuju kamar Nyonya besar memang harus melewati lorong itu. Anston mengusap wajah kasar, entah kenapa hatinya sangat gelisah dan marah dengan kejadian yang baru saja dia lihat.
"Ganti pakaianmu dan jangan sampai membiarkan orang lain tahu. Karena jika orang lain tahu, maka akan semakin memperburuk keadaan"
Sebenarnya bukan itu juga alasan Anston yang sebenarnya. Entah kenapa hatinya merasa kasihan pada Kemuning membuat dia tidak ingin membiarkan nama baik Kemuning akan di cap buruk oleh orang-orang jika mereka mengetahui tentang kejadian ini.
"Terima kasih sudah menolong saya, Tuan Muda"
"Ya, aku hanya bersikap sebagaimana mestinya pada pekerja di rumahku. Jangan menganggap berlebihan!"
"Iya Tuan"
Tentu saja Kemuning tidak akan pernah menganggap lebih semua yang di lakukan oleh Tuan Muda di rumah ini. Karena dia juga sadar diri siapa dirinya. Tidak mungkin ada sebuah harapan yang lebih dari dirinya, yang hanya seorang pelayan.
######
Pagi ini Kemuning sudah membereskan semua pekerjaannya. Yang terakhir dia lakukan adalah membersihkan kamar Tuan Muda. Mengingat semalam saja, dia harus membersihkan lagi tempat tidurnya. Apalagi sekarang, pastinya harus lebih bersih lagi.
"Mbak, kamu sudah lihat Tuan Muda keluar dari kamar belum?"
"Tidak tahu, kenapa kau bertanya begitu?"
"Aku harus membersihkan kamar Tuan Muda, tapi tidak mungkin aku masuk ke dalam kamarnya kalau dia masih berada di kamar"
"Ya, kamu ketuk pintu dulu saja, nantinya pasti dia akan keluar. Jangan langsung masuk begitu saja"
Kemuning diam mendengar perkataan teman kerjanya itu. Menatap ke lantai atas, dimana pintu kamar suaminya yang tertutup. Merasa bingung juga apa yang harus dia lakukan saat ini.
"Yaudah Mbak, kalau gitu aku naik saja ke lantai atas. Semakin lama, aku tidak akan bisa cepat pulang"
Kemuning berjalan perlahan menaiki anak tangga, dia menghela nafas pelan untuk sedikit saja menenangkan dirinya agar tidak terlalu gugup untuk pergi ke kamar Tuan Muda.
Tok..tok..
Kemuning mengetuk pintu kamar Tuan Muda, menunggu beberapa saat sampai terdengar suara Anston yang berteriak untuk menyuruhnya masuk. Kemuningh memuttyyar handel pintu dengan perlahan, dia menghembuskan nafas pelan melihat Anston yang sedang duduk di atas sofa dengan sebuah ipad di tangannya.
"Maaf Tuan, saya izin untuk membersihkan kamar Tuan Muda sebelum saya pulang"
"Hmm, bersihkanlah"
Kemuning mengangguk, dia melirik Tuan Muda yang sama sekali tidak mengalihkan fokusnya dari ipad di tangannya. Apa dia tidak akan keluar? Gumamnya dalam hati.
Kemuning memulai pekerjaannya dari ruang ganti, sengaja karena di dalam kamar masih ada Anston. Kemuning tentu tidak seberani itu untuk terus berhadapan dengan Tuan Muda yang terlihat sangat dingin itu.
Memulai dari memasukan baju kotor ke ranjang cucian, lalu merapikan peralatan Anston, seperti parfum dan scincare, bodilotion dan masih banyak lagi.
"Tuan Muda memang berbeda ya, peralatan scincare nya saja sebanyak ini. Pantas saja wajahnya sangat mulus dan bersih, kulit tangannya saja begitu putih bersih"
"Memangnya kau tidak memakai scincare?"
Deg..
Seketika Kemuning langsung berbalik dan melihat Anston yang sedang mengambil jam tangan di lemari yang khusus untuk menyimpan jam tangannya. Lemari berukuran kecil dengan deretan jam tangan yang begitu banyak. Tentu dengan merek dan harga yang wah.
"Saya hanya orang miskin Tuan, tidak punya uang untuk membeli scincare. Bisa makan saja sudah sangat bersyukur sekali" jawab Kemuning
Anston menoeleh dan melihat Kemuning yang sedang mengelap meja tempat dia menyimpan semua peralatan scincare dan lainnya. Lagi-lagi Anston melihat sosok wanita yang apa adanya dan tidak merasa malu dengan keadaan dia yang sebenarnya.
Jarang sekali wanita mengakui miskin pada seorang pria.
Karena yang sering Anston temui adalah para wanita dengan karier yang tinggi dan kekayaan yang memadai. Tentu saja dia merasa aneh melihat Kemuning yang begitu apa adanya.
"Setelah selesai bersih-bersih, tolong kunci pintunya"
"Iya Tuan?" Kemuning menoleh dan menatap Tuan Muda dengan wajah bingung. Mengunci pintu kamar? Lalu bagaimana nanti jika Anston akan kembali masuk ke dalam kamar saat pulang bekerja? Begitulah yang ada di pikiran Kemuning.
"Kau kunci pintu kamar dan kasih kuncinya ke Pak Hadi, mengerti?"
"Oh, baik Tuan" Kemuning mengangguk mengerti, rasanya dia ingin mengutuki dirinya sendiri dengan kebodohannya itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments