"Pak! Saya tidak kuat untuk berjalan lagi! Jika, saya mati di sini? Maka, sampaikan permintaan maaf saya kepada Ibu Victoria," jelas Satria yang sudah tidak berdaya.
Lelaki itu pun segera mendekat dan meneteskan sebuah cairan ke mulut Satria, sampai keajaiban pun terjadi.
Tubuh Satria yang penuh luka dan darah, kini sembuh seketika. Bahkan, tenaganya kembali pulih dengan seketika.
Tentu saja, hal ini membuat Satria merasa heran dan menatap nanar lelaki paruh baya yang baru ditemuinya beberapa waktu yang lalu.
"Anda siapa, Pak?" tanya Satria pemasaran dan juga kesal. Kenapa lelaki itu baru memberikannya sebuah cairan yang bisa menyembuhkannya dalam sekejap, tidak sedari tadi.
"Kamu akan mengetahuinya, sebentar lagi."
Satria hanya menatap nanar lelaki yang penuh misteri itu dan membantin, "Apa aku akan mati ditangannya, juga?"
Mereka kembali berjalan bersama, sampai di sebuah jembatan yang dibawahnya ternyata lautan. Satria menatap takjub, sebuah bangunan yang berdiri kokoh di sebuah karang.
Dengan langkah perlahan, mereka lewat jembatan tersebut. Deru ombak yang menghampas tepi karang, membuat Satria tidak percaya dengan pemandangan indah yang tersuguh di depan matanya.
Sebab, sebelumnya mereka tengah berada didalam hutan yang sangat lebat dan kini tiba-tiba saja berada di tepian laut.
"Pak! Kita akan ketempat itu?" tanya Satria yang sangat penasaran.
"Panggil saya Profesor Ruden, kita akan masuk ke kastil Albiru," jelas lelaki itu memperkenalkan namnya kepada Satria.
"Albiru?" gumam Satria dan melihat keadaan yang memang di penuhi oleh air laut yang berwarna biru. Dimana kaka 'Al' dalam bahasa lain di artikan dengan alternatif. Sedangkan biru adalah warna biru, begitu dalam pikirkan Satria.
Keadaan di luar saja telah membuat mata berbinar dan tidak bisa berkedip, ternyata di dalamnya lebih menakjubkan lagi.
Decak Satria tidak henti-hentinya, dia merasa sangat beruntung. Bisa masuk kedalam kastil yang sangat luar biasa tersebut, hingga suara Profesor Ruden terdengar.
"Siapa namamu, anak muda?"
Satria menoleh kearah lelaki paruh baya itu dan memperkenalkan namanya secara lengkap.
"Saya Satria Lubis, putra dari Penus Lubis dan Victoria."
Nampak keterkejutan dari Profesor Ruden. Ketika, Satria memperkenalkan dirinya. Hal itu nampak di mata satria dengan jelas, dan membuatnya merasa ada sesuatu yang tengah lelaki paurh baya itu sembunyikan.
"Kenapa, Prof?" tanya Satria penasaran.
"kamu dari keluarga Lubis?" Bukannya menjawab pertanyaan dari Satria, Profesor Ruden malah berbalik bertanya.
"Iya," jawab Satria dengan cepat.
"Memangnya, ada apa?" tambah Satria lagi.
"Bukan, apa-apa. Cuma, keluarga Lubis tidak memiliki pengaruh di negara ini," jelasnya dan berlalu begitu saja.
Meninggalkan tanda tanya di dalam benak Satria, memang keluarga ayahnya tidak memiliki pengaruh di kota X. Tetapi, memiliki jaringan yang kuat di negara Z. Namun, bukan hal itu yang Satria rasakan. Akan tetapi, perubahan wajah Profesor Ruden yang membuatnya menaruh sebuah prasangka.
"Profesor!" teriak Satria dan segera menyusul lelaki paruh baya tersebut, dia baru pertama kalinya berada di tempat ini. Bisa tersesat di dalam kastil, akan menimbulkan masalah yang serius.
Namun, Satria telah kehilangan jejak Profesor Ruden. Perut yang keroncongan, membuat Satria mencium aroma sedap.
Dia mencari asal aroma tersebut dan sampai disebuah ruangan yang sangat besar dengan meja panjang, serta kursi yang berjajar rapi.
Hingga, matanya melihat Profesor Ruden yang tengah memasak di sana. Tentu saja, satria segera menghampiri lelaki paruh baya tersebut.
Profesor Ruden mengaduk-aduk sebuah kuali besar, di mana menimbulkan aroma yang sangat sedap. Menambah rasa lapar Satria semakin menjadi-jadi.
"Prof, apakah anda tinggal sendirian di sini?" tanya Satria setelah beberapa saat terdiam memperhatikan lelaki paruh baya itu. Sebab, dia belum menemui siapapun di dalam kastil.
"Kamu sudah lapar, bukan? Ayo makan sup ikan ini."
Profesor Ruden tidak menjawab pertanyaan dari satria tersebut, dia malah menawarkan makanan kepada Satria.
Satria yang memang sudah kelaparan, tentu saja. tidak menolak akan hal itu, semangkuk sup ikan besar. Dia makan dengan lahapnya, hingga tandas tidak tersisa.
Satria masih memperhatikan Profesor Ruden, apalagi carian yang sebelumnya diberikan lelaki paruh baya itu. Masih meninggalkan tanda tanya besar di dalam benaknya.
"Prof ... ."
"Kamu mau nambah?"
Seolah sengaja, lelaki itu tidak memberikan Satria kesempatan untuk bertanya. Satria yang merasa, jika Profesor Ruden menghindari ucapannya. Tidak lagi, melanjutkan katanya dan hanya mengangguk kecil. Menerima sup ikan yang dibuat oleh lelaki itu.
"Setelah ini, aku akan mengantarmu ke kamar. Menginap lah beberapa hari, setelah itu. Kamu baru boleh pulang."
Satria hanya mengangguk patuh, lagian kemana dia akan pulang. Terlebih Bulgon yang sudah pasti akan menyambut kedatanganya, ketika kembali ke rumah keluarga Cooper.
Satria pun mengikuti langkah Profesor Ruden, menyelusuri rorong-rorong kastil yang entah sampai mana ujungnya.
Sampai, di sebuah pintu yang terdapat di sebelah lukisan laut. Profesor Ruden menjelaskan, jika itu adalah kamarnya.
"Kamu bisa menginap di sini, tapi ... jangan pernah kamu memegang apapun!"
Satria hanya mengangguk patuh, menerima perintah penuh akan penegasan tersebut dan masuk ke dalam kamar. Setelah Profesor Ruden pergi, setidaknya dia akan aman di sana dalam beberapa waktu.
Ketika, Satria memperhatikan keadaanya yang sangat memperhatikan. Bajunya koyak di sana-sini, ditambah berbau amis darah. Apalagi, dirinya yang kotor.
Membuat Satria melihat sebuah lemari dan berharap ada pakaian yang bisa di kenakan, untuk sementara waktu. Karena, semua barangnya masih tertinggal di rumah keluarga Cooper.
"Apakah tidak apa-apa?" batin Satria sedikit ragu, terlebih dia teringat akan kata Profesor Ruden yang memerintahkannya untuk tidak menyentuh apapun yang berada di kastil tersebut.
"Tapi ... tadi dia bilang, jika ini kamar yang boleh aku tempati. Berarti, apa yang ada di dalamnya. Boleh aku sentuh?"
Satria masih perang dengan dirinya, karena keadaan yang menurutnya terdesak. Sekalipun lemari tersebut kosong, setidaknya rasa penasarannya akan hilang.
Dia pun semakin mendekati lemari tersebut dan memegang ganggang lemari, lalu menariknya dengan perlahan.
"Kosong!" kata Satria dengan kecewa.
Namun, tiba-tiba saja. Tubuhnya terhisap masuk kedalam lemari, membuat Satria berteriak. Karena terkejut.
"Aaaaa ... tolong!"
Keadaan di dalam lemari yang berubah menjadi sesuatu yang sangat mengerikan, dimana Satria seolah dihempaskan kesebuah dunia yang berbeda dan jatuh begitu saja.
Bruk
Tubuh Satria mendarat di sebuah tanah yang terasa lembut, serta berwarna biru. Dia tidak mengerti dengan keadaan yang baru saja terjadi padanya. Seraya melebarkan penglihatannya, dia menjadi ketakutan
"Apa arti dari semua ini?" gumam Satria Lubis, setelah melihat keadaan dunia yang sangat berbeda.
Bahkan, keadaan langit terlihat biru keseluruhan. Tanpa adanya awan sama sekali, keadaan benda-benda di sana pun sungguh aneh dan tidak bisa.
"Apakah, ini mimpi?"
Satria masih tidak bisa percaya dengan apa yang ada didepan matanya, dan berusaha berjalan serta berteriak.
"Tolong! Profesor!"
Satria yang terus berteriak-teriak, tanpa sadar. Jika, ada sosok yang berbadan besar. Berada di belakangnya dan bertanya, "Siapa kamu?"
Suaranya yang sangat mengelegar, membuat tubuh Satria gemetar. Ketakutan dan tidak bisa bergerak.
"Apakah, aku akan mati?" batin Satria.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments