Bad Boy | Bab 13

Pikiran Naomi yang buruk mengenai dirinya, membuat Brian sedikit tenang. Lebih baik Naomi berpikir dirinya kriminal daripada tahu bahwa dia adalah anak orang kaya. Brian tidak perlu khawatir kalau Naomi akan memanfaatkan kekayaannya.

“Kalau ini motor curian, mending pakai motor aku deh. Walaupun aku belinya second, tapi aku beli cash nggak pakai kredit, apalagi nyolong!” kata Naomi saat melihat suaminya diam memikirkan jawaban untuk pertanyaannya itu.

Brian menaiki motornya, lalu dengan gaya keren dia membalas, “Aku beli dari temen. Dia anak orang kaya cuma nggak rukun aja sama papanya. Dia jual murah dan aku pas dapat banyak duit dari balapan. Lumayanlah, buat boncengin cewek-cewek biar makin klepek-klepek!”

Brian memainkan alisnya naik turun. Beruntung sedikit kata-kata Naomi membuatnya berpikir cepat. Motor mahal tidak harus baru, 'kan?

“Dasar ya cowok narsis!”

“Jangan ngomel! Yuk, naik. Keburu kelaparan aku, Mbak!”

Akhirnya, Naomi naik ke boncengan Brian. Dengan perjuangan dan susah payah karena motor itu memang terlalu tinggi untuk ukuran tubuhnya.

“Ini motor apa jalan menuju surga, tinggi banget!” omel Naomi setelah berhasil duduk.

“Ini jalan menuju surga, Mbak. Biasanya cewek kalau udah dibonceng begini, langsung meleyot dan mau-mau aja diajak ke surga dunia!”

Entah pikiran Naomi yang terlalu dewasa, atau memang Brian yang sengaja memilih kata-kata untuk menggodanya, tapi yang jelas Naomi berpikiran buruk. Dalam bayangannya, Brian pasti sudah berhasil menggaet banyak perempuan untuk diajak tidur bersama dengan modal motor keren miliknya ini.

Naomi pikir, Brian mungkin sedang meracuni pikirannya agar kelak mau diajak melakuan kegiatan suami istri. Walaupun mereka adalah pasangan sah, tapi tetap saja Naomi tidak akan mau menyerahkan mahkotanya pada Brian yang menurutnya hanya menjadi suami untuk sementara.

“Siap, Mbak! Pegangan ya!” kata Brian menginstruksi.

Boncengan motor Brian terlalu tinggi hingga memaksa Naomi untuk membungkuk agar bisa duduk nyaman. Seharusnya, dia memeluk Brian agar wanita itu tidak jatuh, tapi yang wanita itu lakukan justru berpegangan pada bagian samping belakang. Alhasil, Naomi pun duduk tegak dan menciptakan jarak antara dirinya dan Brian.

Brian melirik kaca spion dan melihat Naomi yang tampak kurang nyaman. Sepertinya, baru dia wanita yang tidak mau memeluk Brian saat dibonceng dengan motor besar itu.

“Tempatnya di mana, Mbak?” tanya Brian dengan suara kencang.

Namun, angin dan suara motor yang sangat berisik membuat Naomi tidak bisa mendengar apa yang suaminya itu katakan. Wanita itu tetap pada posisinya karena memang tidak mendengar Brian dengan baik. Sampai akhirnya, Brian pun menepikan motornya di pinggir jalan dan mematikan mesin.

“Kok berhenti?” tanya Naomi yang jelas merasa aneh karena Brian berhenti di tempat yang salah.

Brian melepas helmnya dan mendekatkan wajahnya pada Naomi. “Kita mau makan di mana, Mbak? Lagian kenapa sih nggak peluk aja. Suami sah nih! Cewek-cewek aja yang belum sah pada meluk kok! Demi keselamatan!”

Kata-kata Brian terdengar seolah dirinya sering membonceng wanita. Padahal, pada kenyataannya hanya Naomi dan Rebecca yang pernah diboncengnya.

“Kamu manfaatin kesempatan, kan? Aku nggak mau lagi dibonceng naik motor ini. Aku tadi belinya dekat perempatan sana sebelah minimarket!” balas Naomi sembari menujuk ke arah depan.

Brian memasang lagi helemnya dan menimpali ocehan Naomi. “Siapa juga yang mau boncengin kamu lagi, Mbak!”

Setelah mengatakan itu, Brian menyalakan lagi mesin motornya dan kembali melanjutkan perjalanan.

Kata-kata Brian tentu membuat Naomi kesal. Namun, yang dia lakukan hanya menggerutu dan meninju udara di belakang kepala Brian.

Mereka akhirnya sampai di warung yang mereka tuju. Sayangnya, warung itu sudah tutup sekarang.

“Yah, telat deh! Udah tutup!” gumam Naomi dengan lesu. Dia masih lapar karena harus berbagi makanan dengan Brian.

Brian lagi-lagi melepas helmnya dan menatap Naomi yang juga kelaparan, sama sepertinya. “Terus gimana, Mbak? Mau makan apa kita?”

Di saat yang sama, sopir papa Brian melihat wajah Brian yang baru saja melepaskan helmnya. Kebetulan, mobil mereka harus berhenti di lampu merah dan tak jauh dari motor Brian yang menepi di dekat warung.

Papa Brian menatap putranya yang sedang belajar hidup mandiri. Brian sama sekali tidak menggunakan ATM atau kartu kreditnya walau semua itu tidak pernah ayahnya blokir. Duda yang sejak kecil mengurus Brian sendiri itu merasa yakin bahwa putranya memang sedang belajar hidup susah.

“Belajar susah kok masih aja sama pacarnya itu. Ya, kapan suksesnya kamu, Bri!” gumam papa Brian sembari menatap sang putra yang tengah mengobrol dengan wanita yang memakai helm merah jambu.

***

Itu bukan pacar Brian, Pa. Tapi mantumu, 🙄🙄

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***