Himpitan ekonomi

Dion berlari kecil mengejar Tiara yang sudah sampai di samping motornya. Setibanya di sana, Dion mengucapkan permintaan maaf atas kejadian tidak terduga dan menyodorkan beberapa lembar uang untuk mengganti rugi.

Namun Tiara menolak. Fikirannya bercampur aduk entah seperti apa. Selain terkejut, Tiara juga merasa kesal atas perbuatan Bu Ibrahim juga teringat akan luka yang Arkana torehkan.

"Ini uang pribadi ku." Ucap Dion memaksa. Tangannya terulur dan menyelipkannya pada kantung celemek Tiara." Kamu bisa terkena masalah kalau tidak ku ganti." Dion menebak berapa gaji yang di dapatkan dari perkerjaan Tiara sekarang. Sehingga dia tidak ingin menambah kesulitan.

"Terimakasih Kak. Terus bagaimana dengan makanan tadi?"

"Terpaksa harus memesan di tempat lain."

"Eum.. Maaf. Mungkin aku menerima separuh nya saja agar Kak Dion tidak rugi dua kali." Tiara hendak mengembalikan uang.

"Tidak Tiara. Terimakasih. Biar ini jadi tanggung jawab ku."

"Aku yang tidak enak Kak."

"Aku malah minta maaf atas kejadian tadi. Eum nanti selesai acara aku akan menemui mu."

"Untuk apa?"

"Menjelaskan semuanya."

"Tidak perlu Kak. Dua jam lagi aku pulang."

"Oh bagaimana dengan besok."

"Entahlah." Aku tidak yakin bisa bekerja di sana lagi. Jujur saja. Aku malas melihat Arka.

"Kamu selalu menolak ajakan ku."

"Aku hanya merasa tahu diri. Permisi Kak. Salsa menunggu ku." Cepat-cepat Tiara menaiki motornya lalu pergi. Padahal Dion hendak menjawab perkataan yang Tiara lontarkan.

"Lancang rasanya kalau aku langsung berkata menyukai nya. Tapi bagaimana? Wanita itu tidak punya waktu untuk sekedar saling berkenalan."

Sudah lama Dion menyimpan rasa untuk Tiara. Meski kenyataan soal Haikal belum ada kepastian tapi Dion tidak perduli. Dia merasa suka dan itu berarti Dion akan menerima apapun yang ada pada diri Tiara termasuk keburukan di masa lalu.

Memang itu hanya tebakan. Karena Dion masih di buat bingung dengan status Haikal. Kalaupun anaknya, Tiara tampak kurang pantas mengingat tubuhnya bak seorang gadis. Haikal lebih pantas di sebut Adik. Namun Dion membaca kemarahan saat Salsa membicarakan soal status Haikal.

Terserah. Gadis atau janda asal aku suka.

Begitulah yang ada di fikiran Dion. Sama sekali dia tidak memperdulikan namun perkerjaan yang padat membuatnya tidak punya banyak waktu untuk menunjukkan perasaannya.

Aku harus mengambil cuti beberapa hari...

Dion berjalan kembali ke arah perusahaan. Ingin mengejar tapi perkerjaan terasa mencekik. Sementara Tiara langsung masuk ke toko roti. Dia mengambil satu gelas air lalu meneguknya dalam satu kali nafas.

"Lama sekali Ra. Ibu Bos..." Belum sempat ucapan terlontar. Seorang wanita berperawakan besar putih berjalan menghampiri Tiara. Wajahnya tampak marah sebab dia melihat Haikal tengah bermain di ruang karyawan.

"Dari mana saja Kamu Ra?" Sontak Tiara menoleh.

"Bu Linda. Itu saya..."

"Sudah berapa kali saya katakan. Jangan membawa anak saat berkerja. Kau fikir ini tempat penitipan anak hah!!" Tiara menelan salivanya kasar.

"Maaf Bu terpaksa. Itu, anak saya sendirian di kontrakan kalau tidak saya ajak. Em saya pastikan dia tidak menganggu."

"Kalau hutangmu tidak banyak! Sudah saya pecat kamu!!! Ingat ya. Besok jangan di ulangi lagi! Saya tidak mau mendengar alasan lagi! Kerja ya kerja!! Dasar!!!"

Tiara menghela nafas panjang. Ingin menangis tapi tertahan. Dia tidak mau di anggap lemah apalagi Haikal terlihat mengintipnya dari pagar pintu samping.

Maafkan Mama sayang. Tidak seharusnya kamu melihat Mama di perlakukan seperti ini.

Setelah mobil Bu Linda pergi. Salsa baru berani menghampiri. Dia mengusap-usap punggung Tiara untuk memberi kekuatan.

"Sabar Ra." Ucapnya pelan.

"Aku berniat keluar dari toko ini." Eluh Tiara pelan.

"Jangan dong Ra. Kamu partner terbaik. Tidak usah di ambil hati omongan Bu Linda."

"Ini bukan tentang Bu Linda Sa. Aku paham kesalahan ku. Memang seharusnya Haikal tidak ku ajak." Aku lupa hutangnya. Mana mungkin aku bisa keluar dari perkerjaan ini kalau hutangku menumpuk. Besok Haikal juga harus membayar biaya pendaftaran yang belum ku lunasi. Uang darimana..

"Mangkanya jangan keluar ya." Salsa sendiri merasa senang mendapatkan teman satu shift seperti Tiara yang bisa mengimbangi kebodohannya.

"Kamu tidak tahu Sa.." Lelaki itu ada di sana.

"Terus bagaimana?" Tiara menghela nafas panjang lalu duduk lemah.

"Pak pengantar roti sudah pergi?" Tanyanya pelan sambil mengatur nafas dan emosi.

"Sudah. Tadi Bu Linda yang mengurus."

"Ya sudah." Bergegas saja Tiara mengganti wajah gelisah nya saat melihat Haikal datang menghampiri. Tiara tersenyum manis lalu mengusap lembut rambut tebal Haikal.

"Besok Haikal di rumah saja Ma." Ucapnya polos.

"Tidak sayang. Mama khawatir kamu sendirian."

"Haikal berani kok." Salsa terdiam. Dia merasa kasihan dengan hal buruk yang menimpa hidup Tiara.

"Lebih baik Mama di pecat daripada meninggal mu sendirian di rumah."

"Tapi Haikal tidak suka melihat Mama di marahi."

"Bos memang suka marah-marah."

"Haikal tidak suka Ma. Haikal tidak apa di rumah sendirian. Siang hari Mama kan pulang."

"Kalau shift dua? Apa kamu berani?" Ledek Tiara tersenyum untuk menutupi kesedihannya." Sudahlah sayang. Kamu kembali ke ruang karyawan. Tunggu sampai Mama selesai berkerja oke." Haikal mengangguk patuh kemudian berjalan masuk.

"Carilah Suami Ra."

"Kau bilang apa Sa."

"Daripada begitu."

"Terus apa bedanya. Bukankah itu berarti aku akan keluar dari sini." Salsa menghela nafas panjang.

"Ya aku kasihan pada mu juga Haikal."

"Tapi Suami bukan jalan keluar. Aku masih bisa dan mampu. Aku tidak butuh seorang Suami dan lelaki manapun! Oke Sa! Please. Jangan membahas soal itu!!" Tiara beranjak dari tempatnya untuk menata roti yang baru saja datang.

Salsa menatapnya dari tempatnya berdiri. Dia tidak tahu bagaimana awalnya sampai-sampai Tiara memiliki anak tanpa Suami. Salsa pun tidak yakin, apa Haikal memang anak kandung Tiara atau sekedar anak angkat? Status identitas Tiara bahkan tertulis lajang sehingga hal itu menimbulkan tanda tanya besar.

.

.

.

.

Singkat waktu. Tepat pukul satu Siang, perkerjaan Tiara selesai. Setelah menyerahkan laporan, Tiara tampak berjalan ke arah ruang karyawan untuk mengambil tas dan mengajak Haikal pulang.

Terlihat Salsa tengah berbincang dengan Haikal sambil tertawa kecil. Tidak terasa Tiara ikut tersenyum ketika mendengar gelak tawa yang keluar dari bibir Haikal.

"Eh Ra aku punya ide." Salsa menghampiri Tiara yang sedang memakai sweater.

"Ide apa?"

"Bagaimana kalau Haikal di titipkan Kakak ku. Di sana juga ada Cika, pasti mereka akan bermain bersama." Tiara menghela nafas panjang. Ingin sekali mencari pengasuh tapi biaya untuk itu tidak ada.

"Aku tidak punya uang Sa."

"Tidak perlu pakai uang. Kakak ku juga mengenal mu kan."

"Aku takut merepotkan. Sudahlah Sa, jangan membuat ku semakin pusing."

"Nanti ku bicarakan agar kamu bisa berkerja dengan baik. Haikal juga mau kok. Iya kan tampan?" Mengusap rambut tebal Haikal.

"Ya Ma. Aku mau kok." Sahut Haikal tersenyum.

"Terserah kamu Sa. Yuk pulang."

Salsa merangkul kedua pundak Haikal. Setiap pulang berkerja, Salsa selalu menumpang daripada dia harus naik angkutan umum. Tiara dengan senang hati melakukannya. Selain rumah Salsa sejalan, Tiara juga ingin membalas kebaikan Salsa yang kerapkali membantunya dalam hal ekonomi.

"Hai Tiara.." Sapa Arka sudah berdiri di depan toko. Dia sengaja menunggu kepulangan Tiara setelah menanyakannya pada karyawan shift dua. Mereka menjelaskan jika Tiara belum pulang dan masih berada di dalam.

Manik Salsa membulat. Dia seakan melihat Haikal versi dewasa. Sungguh paras keduanya sangatlah mirip.

Siapa lelaki ini? Kenapa wajahnya mirip Haikal.

Sementara Tiara sendiri seakan tidak mendengar sapaan. Dia naik motor, memasukkan kunci dan berniat pergi.

"Ra lelaki itu..."

"Naik. Cepatlah. Ayo sayang." Pinta Tiara masih berusaha tersenyum ketika berbicara dengan Haikal.

Salsa mengangkat tubuh Haikal dan mendudukkannya di tengah. Dia tidak banyak bicara sebab Salsa membaca kemarahan ada pada mimik wajah Tiara.

"Aku tahu toko ini dari Dion. Eum aku minta maaf atas perkataan Mama ku." Ujar Arka tidak juga peka pada kesalahannya.

"Aku tidak pernah berharap kita bertemu. Sama sekali tidak. Bilang itu pada Mama mu dan ku harap..." Tiara menghela nafas panjang." Jangan menampakkan diri lagi. Aku takut terkena masalah. Permisi." Tiara melajukan motornya padahal bibir Arka terlihat akan melontarkan jawaban.

"Haaah kenapa sih? Dia terlihat menghindari kontak mata dengan ku." Eluh Arka menatap kepergian Tiara. Bergegas saja dia masuk ke dalam mobil untuk mengikuti. Arka ingin tahu siapa Suami Tiara. Entah untuk apa? Sekedar pembuktian atau Arka merasa penasaran kenapa wajah Haikal begitu mirip dengan nya.

🌹🌹🌹

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!