Ariel dan Daniel

"Mau kamu apa sih? Ngikutin terus deh." Kesalku menatapnya dengan wajah cemberut.

"Buka blokir nomor ponsel aku dulu."

"Dih, memangnya kamu orang yang penting. Udah ahh … sana!" usir ku.

"Ayolah Mba, buka dong blokirannya. Susah nih mau chat atau telepon," rengeknya yang seperti anak kecil.

"Mba? Bukannya kamu manggil aku Tante ya." Keningku berkerut, bisa-bisanya pemuda di hadapanku merayu memanggilku Mba. Tetapi begitu aku tak akan terima konsekuensinya, terserah dia mau apa.

"Please, buka blokirannya ya. Janji deh, gak spam lagi. Sekedar tanya kabar aja, boleh kan?"

Aku menatap matanya yang berbinar penuh harap, dia memang tampan tapi bukan tipeku apalagi usianya terpaut jauh.

"Hem, janji gak gangguin aku."

"Janji Mba."

Aku mengeluarkan ponsel dan membuka blokiran nomornya, ku perlihatkan sebagai tanda bukti. "Selesai, puas?" tanyaku judes.

"Terima kasih Mba."

"Hem."

Aku berlalu pergi meninggalkan tempat itu, tentu saja bersiap-siap pergi bekerja seperti biasanya.

Aku biasa sarapan sandwich yang sebelumnya sudah aku persiapkan, namun saat membuka kulkas aku tidak melihat apapun.

"Putih … Putih." Pekik ku yang menahan amarah.

"Apa sih Kak, teriak-teriak gak jelas."

"Kamu bilang aku teriak? Kamu yang makan sandwich yang aku letakkan di dalam kulkas?"

"Oh sandwich … aku sudah memakannya habis."

Tidak ada rasa bersalah di raut wajahnya, raut wajah polos membuatku ingin menamparnya. "Ck, menyusahkan saja. Belikan aku sarapan di luar sana!"

"Gak ahh, aku lagi malas keluar."

Aku menghela nafas menghadapi Putih, ingin sekali aku membenturkan kepalanya di dinding. Terpaksa aku pergi dengan perut kosong, mungkin aku singgah ke warung makan bila sempat atau membeli roti di swalayan.

Aku melihat roti yang ada di swalayan yang dekat dengan tempat kerja, mengambil apa saja yang aku butuhkan. Karena terburu-buru membuatku tak sengaja menabrak seseorang, buru-buru aku meminta maaf tanpa melihat wajahnya.

"Maaf, aku tidak sengaja."

"Iya, tidak masalah."

"Suara itu?" batinku menghentikan langkah, mengingat kalau suara itu sama persis milik pria menjengkelkan lainnya yang ada di cafe. Dan benar saja, saat aku berbalik malah melihat wajahnya.

"Jadi kamu wanita itu," ucapnya yang menertawakanku.

"Diam kamu."

"Kamu mau kemana? Sepertinya tujuan kita sama."

Aku tak peduli dan membayar roti, tapi pria itu lebih dulu menyodorkan uang.

"Aku tidak butuh bantuanmu!"

"Aku sedang berbaik hati, anggap saja sebagai hadiah dari pertemuan kedua kita."

Pria tampan dengan wajah brewok semakin menunjang penampilan hendak mendekati sempurna, sempat aku mengaguminya tapi pujian itu menghilang di saat dia pernah menertawakanku di tempat umum. Entah mengapa, akhir-akhir ini aku di pertemukan dengan dua pria aneh nan menyebalkan.

Di kantor

Aku yang menjadi pimpinan mendapatkan sebuah kerjasama dari pihak lain, melihat berkas dan semuanya terlihat menguntungkan membuatku tergiur menandatangani kontrak kerjasama.

"Atur pertemuanku dengan pemilik tekstil ZCorp!" titahku sambil menutup berkasnya.

"Baik Bos, pertemuan akan secepatnya dilaksanakan."

Beberapa hari kemudian, pertemuan yang paling aku tunggu-tunggu segera tiba.

Namun, mataku terbelalak kaget saat memutarkan kursi menatap langsung pimpinan Zcorp.

"Wow, pertemuan ketiga kita. Luar biasa!"

"Kamu?"

"Daniel." Ucapnya mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan, sementara kedua mataku berkedut karena bertemu dengannya.

"Jadi kamu ...."

"Ya, aku akan bekerja sama denganmu. Wah, apa ini kebetulan? Atau kita memang di takdirkan."

"Stop. Kita bahas masalah pekerjaan saja!"

"Tidak masalah." Jawabnya santai.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***