Professor Reinkarnation
Cerita dimulai dimana diperlihatkan seorang dokter profesional yang sedang melakukan operasi untuk menyelamatkan seorang wanita muda. Namun tidak ada yang tahu bahwa nyawa wanita ini tidak bisa diselamatkan lagi, ia menghembuskan nafas terakhirnya di saat operasi berlangsung di ruangan itu.
Dokter ini bernama Alexander, ia seorang dokter sekaligus menjadi profesor di universitas kedokteran ternama. Dari 150 operasi yang ia lakukan, baru kali ini Alex mengalami kegagalan dalam melakukan operasinya.
"Dok!, detak jantung pasien semakin melemah" ucap suster yang membantu jalannya operasi di ruangan itu.
"Mengapa seperti ini."
Wajah Alex kini di penuhi keringat dingin melihat keadaan pasiennya yang tiba-tiba memburuk. ia juga berusaha memikirkan cara agar bisa menyelamatkan wanita muda ini.
"Dok!, kondisinya semakin buruk."
Salah satu dokter yang berada di ruangan itu memberikan kabar buruk setelah memeriksa keadaan wanita yang sedang terbaring di tempat tidur operasi. Ia bernama Zack dengan wajah yang lumayan tampan sekaligus pembantu Alex untuk menangani pasiennya kali ini.
"Pendarahannya tidak mau berhenti."
Salah satu dokter lainnya sambil menjelaskan keadaan pasien kepada Alex. Ia bernama Fiki sebagai penanggung jawab memeriksa luka-luka di tubuh pasien yang di sebabkan akibat kecelakaan.
"Sial mengapa seperti ini."
Alex terlihat menunjukkan wajahnya yang sedang ketakutan, Ia menghadapi kesulitan yang belum ia temui semenjak berada di ruangan operasi. Alex terdiam sejenak karena pikirannya terganggu oleh beberapa omongan beberapa dokter yang dari tadi terus menjelaskan keadaan pasien.
"Tittt.."
Bunyi mesin monitor di samping kasur pasien. Memberitahukan bahwa detak jantung yang sudah berhenti bekerja. Semuanya langsung panik ketika mendengar bunyi itu terutama bagi Alex yang sebagai pemimpin operasi di sana.
"Gunakan alat pacu jantung secepatnya."
Fiki langsung berteriak mengatakan kepada mereka untuk segera secepatnya menggunakan alat pacu jantungnya, ia juga terlihat gugup melihat keadaan pasien yang sudah tidak bernafas.
"Bokk..Bokk."
Alex yang terlihat menggunakan alat pacu jantung ke dada pasien berulang kali. "Ayo..ayo.." Alex dengan wajah di penuhi keringat saat ia menggunakan alat itu. "Ah, sial." Sedikit kesal Alex langsung terdiam kaku memandangi tubuh pasien yang sudah tidak bernafas lagi berada di hadapannya.
"Kita sudah berusaha pak."
Suster berusaha mengatakannya dengan lembut sambil menyentuh pundak Alex yang masih terdiam memandangi kegagalannya. ia juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena ini sudah takdirnya.
"Bereskan semuanya."
Alex langsung keluar meninggalkan ruangan operasi, ia juga sedikit takut memikirkan bagaimana ia nantinya akan menghadapi keluarga pasien yang di tinggalkan.
"Bagaimana keadaan putri kami dok?."
Seorang pria tua mendekati Alex yang baru keluar dari pintu ruang operasi. Ia juga sedikit tidak sabar ketika melihat ekspresi Alex yang begitu datar di hadapannya.
"(....)"
Terlihat badan Alex masih terdiam di hadapan keluarga pasien. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia juga sedikit merasa bersalah dengan keluarganya karena tidak bisa menyelamatkan putrinya itu.
"Dok!, Dokter katakan sesuatu."
Pria tua itu sedikit tidak sabaran, ia juga memegang kerah baju Alex untuk memaksanya untuk segera mengatakan keadaan putrinya yang masih berada di ruangan operasi.
"(....)"
Terlihat Alex masih terdiam dan menunjukkan wajah sedihnya. Ia tidak bisa menjawabnya karena pertanyaan itu membuatnya sedikit takut atas kegagalan pertamanya ini.
"Ah sial! apa kamu dokter profesional itu?."
Pria tua itu yang masih memegang baju Alex. Ia juga berusaha menahan air matanya karena ia tahu putrinya pasti sudah tidak ada (meninggal).
"Pak sudah!, mereka juga sudah berusaha keras untuk membantu putri kita."
Istri pria tua itu juga menangis dan membantu memisahkan suaminya yang sudah ingin memukul Alex. Ia berusaha membuat suaminya agar tidak melampiaskan kesedihannya itu kepada dokter Alex.
"Maafkan kami pak ini sudah takdirnya, kami tidak bisa apa-apa lagi."
Fiki sebagai dokter yang membantu Alex di ruangan operasi. Ia berusaha menenangkan pria tua itu yang ingin melampiaskan amarahnya kepada Alex. Ia juga tidak ingin melihat pak Alex di sakiti.
"Ah sial kalian semua."
Pria tua itu membalikkan badannya sambil menuju tempat duduk di samping pintu ruang operasi. Ia masih terlihat marah kepada mereka yang sudah gagal menyelamatkan putrinya itu.
"Sudahlah Alex, kamu tenangkan diri dulu." Bujuk Zack, ia mendekati Alex dan memegang pundaknya. Ia mencoba membujuknya agar Alex bisa lebih tenang menghadapi ini semua.
"Maafkan saya pak!, saya akan bantu mengurus semua pembayarannya nanti." Alex yang berdiri di depan keluarga pasien dan memohon agar dimaafkan apa yang sudah terjadi, ia juga sedikit membungkuk agar permohonan maafnya itu bisa di terima.
"Sudah!, pergi sana!! Pergi dari sini!."
Ucap pria tua itu dengan sedikit meninggikan suaranya sambil mengayunkan salah satu tangannya untuk mengusir Alex yang berada di hadapannya itu.
"Dokter Alex!, mau kemana kamu?."
Dokter Fiki sedikit menghawatirkan keadaan dokter Alex, ia juga sedikit tidak enak melihat kesedihan pak Alex itu, ia juga adalah salah satu penggemar berat dokter Alex di rumah sakit ini.
"Biarkan dia sendiri dulu?."
Dokter Zack berusaha menahan Fiki untuk tidak mengejarnya, ia tidak mau Fiki mengganggu dokter Alex saat keadaannya yang seperti itu.
"Apa begini rasanya mengalami kegagalan. Ahh sial!, mengapa jadi seperti ini. Padahal aku tidak pernah mengalami kegagalan ini. Sebelum masuk pasien itu terlihat baik-baik saja. Apa ada diantara kami yang berkhianat." Alex dengan wajah marahnya memikirkan situasi yang sudah terjadi dengannya, ia juga sedikit curiga tentang hal yang masih janggal di ruangan operasi tadi.
--
Terlihat Alex sudah berada di parkiran mobil, ia memasuki mobil mewahnya yang berwarna hitam, ia berkeinginan untuk mendinginkan kepalanya di sebuah bar biasa yang ia kunjungi ketika menghadapi sebuah masalah. Sesampainya di bar ia langsung duduk di kursi depan meja pelayan yang biasa menyediakan minuman kesukaannya.
"Minuman yang standar saja."
"Baik tuan."
Beberapa menit kemudian..
"Ah!, suasana disini berisik sekali."
"Lebih baik aku pulang saja."
Ia langsung keluar bar untuk menuju tempat dimana mobilnya terparkir, dengan sedikit mabuk ia mencoba menyetir di malam hari.
"Rasanya mengantuk sekali."
"Aku tidak boleh terburu-buru."
Tiba-tiba..
Sebuah truk besar menuju mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi, mengarah tepat didepan mobilnya, namun sialnya Alex sulit untuk menghindarinya di karenakan efek minuman yang telah ia minum.
"Cahayanya terang sekali."
"Oh tidak!."
Terlihat wajah Alex kini di penuhi keringat dingin melihat truk yang terus melaju mengarah kepadanya. Ia juga sedikit memaksa matanya untuk melihat jalan di sampingnya agar tidak menabrak pohon-pohon yang ada di pinggir jalan.
"Wus."
"Apaan ini!."
"Sial!, menyingkirlah."
Alex berusaha memutar kemudinya kepinggir jalan, agar mobilnya dapat menghindari tabrakan itu. Truk itu juga berbelok ke pinggir jalan, ia juga berusaha memarahi supir truk itu untuk segera menyingkir, namun truk itu terus melaju kedepannya.
"Brukkk."
Terlihat senyuman seorang supir truk yang sengaja menabrakkan truknya ke depan mobil Alex. Cahaya mobilnya langsung mati dan mesin-mesin langsung berasap setelah tabrakan yang begitu keras.
"Ah!, Sial apa aku mati. Ya sudahlah! ini hari terakhir ku, aku juga tidak punya siapa-siapa lagi. Aku juga hidup tanpa seorang ayah dan ibu. Haha..andai aku juga dulu memiliki orang tua yang menyayangiku, tapi aku hanya anak dari panti asuhan. Haha..aku akan mati!!."
Ia masih bergumam tentang nyawanya yang kini sudah hampir habis, ia juga tidak menyesali apapun lagi di kehidupannya ini, ia hanya ingin memiliki sebuah keluarga yang menyayanginya, ia tidak pernah mengalami hal tersebut di karenakan Alex adalah anak yang besar dari panti asuhan. Setelah beberapa menit akhirnya ia memejamkan matanya dengan wajah yang terlihat di penuhi banyak darah.
*****
"Apa aku sudah mati?."
Dengan mata yang masih terpejam mengucapkan sedikit keraguannya setelah kecelakaan. Ia masih takut untuk membuka mata karena mungkin ia sudah berada di neraka. Ia mencoba membuka matanya perlahan-lahan untuk melihat keadaannya itu.
"Dimana aku?."
Alex sedikit terkejut setelah membuka matanya, ia juga merasa bahwa rasa sakit yang ia alami ketika kecelakaan tadi sudah mulai berkurang namun ada sedikit rasa nyeri di sekujur tubuhnya.
"Hah? Siapa ibu ini?."
Alex sedikit terkejut melihat seorang wanita paruh baya yang sedikit terlihat tidak begitu tua sedang tertidur dengan keadaan duduk di lantai berada di sampingnya, sambil bersandar di atas kasur. Alex segera bangun dan ia juga merasa bahwa wanita inilah yang menyelamatkannya dari kecelakaan malam itu.
Alex berusaha membangunkan wanita yang sedang duduk tertidur disampingnya dengan perlahan-lahan agar tidak membuat wanita itu terkejut.
"Bu..bangun..!."
"Alex!, anakku kamu sudah sadar."
Wanita itu langsung terlihat senang dan ia juga memeluk Alex dengan sangat erat, ia sedikit menetes air matanya karena ia sangat khawatir dengan keadaan Alex yang baru sadar setelah 3 hari terbaring di atas kasur.
"Chottomatte!! (Tunggu dulu!!)."
Alex dengan wajah terkejut berusaha melepaskan pelukan wanita yang tidak ia kenali, sedang berakting menjadi ibunya, ia juga sedikit bingung kenapa tubuhnya sedikit terasa mengecil.
"Ahhh.."
"Sakit sekali kepalaku!!."
Sebuah ingatan baru memasuki kepalanya, seorang bocah yang masih berumur 16 tahun yang baru lulus sekolah SMP, setelah acara perpisahan ia di bully oleh teman-teman nakalnya, ia meninggal dunia dan akhirnya Alex yang sudah berumur 54 tahun memasuki tubuhnya menggantikannya menjadi bocah yang begitu lemah ini.
"Alex apa kamu baik-baik saja?."
"Tolong panggilkan dokter."
karena terkejut, Alex berusaha meminta dipanggilkan dokter agar ia sadar dan tidak berhalusinasi lagi.
"Maafkan ibu Alex. Ibu sudah berusaha memanggil mereka, tapi tidak ada yang mau kesini. Mereka tidak mau datang, karena kita hanya keluarga miskin dan tidak mampu membayar semua biaya perawatan itu."
"Ah!, sial. Sejak kapan dokter disini seperti itu."
Dengan sedikit kesal Alex memikirkan dokter yang ada di sana begitu gila karena uang, namun ia juga tidak bisa apa-apa dan ia juga mencoba untuk memahami situasinya terlebih dulu. karena ia tahu sepertinya ini bukan mimpi atau halusinasinya.
"Sayang, minum obatnya dulu."
Terlihat ibunya yang begitu perhatian kepada anak satu-satunya yang kini sedang tidak berdaya, membuat ia sangat khawatir tentang keadaan anaknya, ia juga tidak bisa apa-apa karena tidak memiliki uang yang cukup untuk membawa anaknya pergi berobat.
"Bolehkah tinggalkan aku sendiri dulu, aku ingin istirahat."
Alex dengan rasa bersalahnya mengucapkan kata-kata yang begitu tidak sopan kepada ibu pemilik tubuh itu. Namun Alex ingin berpikir terlebih dulu bagaimana ia bisa berada di tubuh ini. Apa ia baru saja di reinkarnasi ke tubuh bocah yang lemah bahkan juga miskin.
"Aawww."
Sebuah ingatan pemilik tubuh ini juga masuk kembali, membuat Alex sedikit merasa sakit, ia juga sedikit heran bahwa nama mereka juga mirip. Apa itu yang membuat jiwa kami tertukar dan bocah itu yang mati dan Alex yang masih hidup. Alex masih belum bisa menerima ini dengan begitu saja.
"Aku harus ke rumahku dulu."
"Tapi sekarang aku berada di mana ini?."
Alex masih kebingungan dengan tempat di mana ia berada saat ini. Ia juga sudah mempersiapkan harta lamanya dulu untuk di sumbangkan, namun kini ia masih hidup jadi itu membuat ia sedikit senang karena hartanya itu akan kembali lagi ke tangannya sendiri.
"Ibu!, nama kota ini apa?."
Alex yang terlihat masih canggung di samping pintu kamarnya, memanggil wanita itu sebagai ibunya. Karena Alex tidak pernah sama sekali memiliki seorang ibu di kehidupannya dulu.
"Apa kamu hilang ingatan."
Ibunya yang khawatir mencoba mendekati anaknya yang kini melupakan tempat dimana ia dilahirkan. Namun karena ia adalah seorang ibu yang penyayang ia tidak mau membuat anaknya sakit lagi, ia dengan lembut menjelaskan tempat dimana mereka berada.
"Ini adalah sebuah desa terpencil jauh dari kota, mungkin dari sini kita harus menempuh beberapa jam untuk sampai ke kota. Dengan sebuah mobil taksi kita bisa sampai sekitar 10 jam, dan desa kita juga memiliki beberapa mobil taksi disini jadi mudah kita untuk berangkat atau pergi ke kota."
"Bagaimana dengan ayah."
Alex sedikit penasaran dengan keluarganya, apakah ia juga memiliki ayah atau tidak. Mungkin ini adalah keinginan Alex sebelum meninggal. Ia ingin memiliki keluarga yang lengkap kini sudah terwujud.
"Ayah bekerja jadi kuli bangunan di desa sebelah. Ayah kamu biasa pulangnya malam."
"Hah!, mengapa lama sekali baru pulang."
"Sudah pekerjaannya seperti itu Alex."
"Apa ada yang kalian rahasiakan dari Alex?."
Ibunya sedikit khawatir karena ia takut kalau Alex marah seperti biasanya, ia juga sudah bersyukur dan merasa sedikit senang bahwa anaknya kini mau berbicara dengannya. Dulu Alex anaknya tidak pernah bicara sedikitpun kecuali ia mau meminta uang, itu saja kebiasaan Alex anaknya dulu.
"Jangan berbohong kepada Alex."
Alex sedikit khawatir melihat ibunya yang tampak sedikit merasa takut dengannya, ia juga bingung apa yang sudah terjadi dengan ibunya ini. Namun ia tidak mengingat apapun tentang keluarganya ini, itulah mengapa Alex sedikit kesal.
"Iya...iya ayah dan ibu memiliki hutang pada juragan desa sebelah, untuk membiayai kamu sekolah. Ayah dan ibu ingin kamu mengwujudkan cita-cita kamu yang ingin menjadi seorang dokter."
Ibunya sambil gemetaran dan ketakutan dengan Alex yang masih memandanginya, ia juga terus menundukkan kepalanya karena tidak berani memandangi Alex sebagai anaknya itu.
Alex sedikit kesal karena sudah mengetahui bahwa pemilik tubuh ini adalah anak durhaka yang menindas orang tuanya sendiri demi kesenangannya. Alex yang tidak pernah memiliki orang tua, ia tampak terlihat marah atas perilaku pemilik tubuh ini, ia juga bersyukur pemilik tubuh ini sudah meninggal.
"Ibu, Alex ingin pergi kota beberapa hari ini?."
Dengan wajah serius Alex bertekad untuk menjalani kehidupan keduanya ini sebaik mungkin, ia akan membuat keluarganya kali ini akan bahagia selamanya tanpa ada kekurangan sama sekali atas pemberian tubuhnya ini ia ingin membalas semuanya.
"Apa kamu ingin meninggalkan kami?."
Ibunya sedikit terkejut setelah mendengar perkataan Alex yang ingin pergi ke kota, ia juga memohon agar Alex tidak meninggalkan mereka berdua di kampung. Karena hanya Alex yang mereka punya dan harta paling berharga mereka miliki saat ini.
"Maafkan Alex bu, Alex tahu bahwa banyak salah kepada kalian. Alex hanya pergi beberapa hari saja, ada sesuatu yang harus ku urus di sana?."
"Baiklah, kalau itu mau kamu, tapi ingat jangan lupa pulang. Kami selalu menunggumu, dan ini bawa untuk kamu hidup di kota."
Ibunya tidak bisa memaksa kemauan anaknya yang begitu serius terlihat sorotan dimatanya, ia juga sedikit memberikan uang tabungan mereka untuk Alex pergi ke kota. Dengan senyuman yang menahan tetesan air matanya ia mencoba kuat melihat anaknya sudah berjalan menjauh dari halaman rumah.
Terlihat Alex yang hanya melambaikan tangan dari kejauhan dengan senyumannya. Ibunya tampak senang melihat anaknya kini sudah sedikit mulai berubah, ia langsung menangis melambaikan tangannya melihat Alex yang sudah pergi jauh.
Bersambung...
...Jangan Lupa Di Like, Subscribe, dan Share. Agar Thor Semakin Semangat Updatenya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments