Seperti dugaanku, suami dan anak begitu lahap makannya dan aku puas melihat itu. Aku bersyukur, suamiku begitu menyayangiku dan anakku. Semoga keluargaku selalu dalam lindungan-Nya.
Malam tiba, Raksa sudah tidur dikamarnya. Aku masuk kedalam kamar pribadiku dan suamiku. Kulihat mas Sam duduk disofa sambil memainkan hpnya sekali-kali kulihat dia tersenyum.
"Mas," panggilku ke mas Sam.
"Iya kenapa, Sayang," jawabnya dan meletakkan hpnya ke meja.
"Gimana keadaan cafe?" tanyaku.
"Huufff... Penghasilan cafe makin kacau, Sayang. Mungkin satu atau dua bulan yang akan datang mengalami kebangkrutan, jika tidak ada tambahan modal karna persediaan dicafe sudah menipis!" ucap mas Sam lirih.
"Pake uang tabungan Raksa aja dulu buat modal, Mas," ucapku memberi solusi.
"Nggk akan cukup, sayang. Emang berapa uang tabungan untuk Raksa?"
"Ada sekitar 20 juta, Mas."
"Itu masih sangat sedikit, Sayang."
"Terus kita harus gimana, Mas?"
"Begini saja, Mas pake tabungan Raksa dulu. Tambahan modalnya biar mas pinjam keteman dulu."
"Jangan minjam keteman kamu, Mas."
"Lalu, kita harus dapat uang tambahan modal dari mana?"
"Kita cari solusinya. Kita pikirkan baik-baik rencana kedepannya."
Sengaja aku tidak membahas tawaran pemindahan dari bosku karna berat rasanya aku berpisah dengan keluargaku.
"Atau begini, Kamu terimalah tawaran bosmu itu. Ini untuk jaga-jaga, kita tidak tau usaha Mas akan kembali berkembang atau tidak. Karna selain kekuarangan modal cafe kita juga sudah banyak saingannya."
"Tapi Mas, aku nggk mau jauh dari kalian."
"Bisa saja Mas ikut kamu ke jakarta, tapi cafe disini bagaimana? Mas juga nggk ada pengalaman kerja ditempat orang, Sayang."
Aku mengembuskan nafas seraya memikirkan keputusan apa yang akan aku ambil.
"Kita tidak bisa terlalu bergantung pada cafe kita yang nyaris bangkrut, Sayang. Dan ini keberuntungan untuk kita karna kamu mendapat tawaran kekantor pusat, yang dimana gaji kamu pasti akan besar disana, Sayang." mas Sam masih berusaha membujukku.
"Baiklah, Mas. Aku ambil tawaran itu, tapi kamu harus janji sebulan sekali kamu harus berkunjung kesana dengan Raksa," putusku dengan berat hati.
"Alhamdulillah... Makasih ya, Sayang. Maaf, belum bisa membahagiakanmu." ucap Mas Sam seraya membawaku kepelukannya.
"Sama-sama, Mas. Kamu, nggk perlu minta maaf, aku bahagia meski dengan keadaan yang seperti ini Mas."
"Kita tidur yuk. Besok kamu harus kekantor kan?" ajak mas Sam.
"Iya Mas. Besok pengajuan pemindahan," jawabku.
"Yasudah. Ayo kita tidur."
Malam ini kami tidur dengan posisi berpelukan, mungkin hal kecil seperti ini akan sangat jarang kurasakan saat nanti aku di Jakarta.
Pagi menyapa dengan sinarnya yang begitu hangat. Setelah menyiapkan makanan untuk anak dan suamiku, saatnya aku bersiap untuk kekantor. Seperti inilah keseharianku, disaat jam kantor aku yang akan berangkat lebih dulu, sedangkan suamiku menunggu Raksa bangun dan akan mengantarkannya kerumah ibu sebelum mas Sam ke cafe.
Aku tiba dikantor langsung menuju ke meja kerjaku di lantai 3. Disana, aku langsung membuka komputer dan melakukan tugasku.
"Mba Nabila, dipanggil keruangan bos sekarang," ucap salah satu temanku.
"Oke, makasi yaa. Aku, keruangan bos dulu."
Aku jalan dengan santai keruangan bos sambil menyapa yang lain.
Tok tok tok
"Permisi pak."
"Masuk." suara dari dalam yang kuyakini suara bosku.
Aku berjalan masuk dan berdiri tepat didepan bosku. "Pak Ryan, memanggil saya?"
"Silahkan duduk."
"Iya makasih, Pak."
"Bagaimana dengan tawaran perusahaan tempo hari?" tanya bosku to the point.
"Bismillah... Saya siap dipindahkan, Pak."
"Bagus. Selesaikan pekerjaanmu dikantor ini. Saya tunggu laporannya sebelum jam pulang kerja. Dan ini hari terakhir kamu masuk bulan ini. Bulan depan kamu sudah mulai kerja dikantor pusat."
"Baik terimakasih. Pak. Kalo begitu saya kembali ke meja kerja saya dulu."
"Iya silahkan."
Aku keluar ruangan dengan perasaan tidak menentu. Aku senang akan bekerja diperusahaan besar. Tapi, aku sedih akan berpisah dengan suami dan anakku.
"Kamu bisa melewati ini semua Nabila. Ayo semangat demi masa depan yang cerah untuk, Raksa," ucapku menyemati diriku.
Aku kembali disibukkan dengan laporan yang menumpuk. Laporan ini akan aku serahkan ke pak Ryan sore ini.
Pekerjaanku selesai tepat waktu. Aku segera membawanya keruangan pak Ryan, dan selanjutnya aku sudah tidak punya tanggung jawab dikantor ini lagi. Tanggung jawabku berpindah kekantor yang lebih besar dari ini.
Tok tok tok
"Masuk."
"Permisi, Pak. Ini laporannya."
"Ya taruh di meja. Setelah ini, kamu bereskan barang-barang kamu dan pulanglah istirahat. Kamu akan lebih sibuk jika sudah berada dikantor pusat."
"Kalo begitu saya permisi, Pak. Dan terimakasih atas kepercayaan Pak Ryan kepada saya."
"Iya, silahkan. Semoga kamu betah kerja dikantor pusat."
"Aamiin... Sekali lagi terimakasih, Pak. permisi," ucapku kemudian berjalan meninggalakan ruangan pak Ryan dan aku membereskan barang-barangku.
Pulang dari kantor, aku singgah menjemput anakku dirumah ibu. sekaligus, aku ingin pamit ke ibu. Beginilah kehidupanku, setiap hari mas Sam yang mengantar Raksa ke ibu maka aku yang akan menjemputnya saat pulang.
"Assalamualaikum," ucapku seraya masuk kerumah ibu yang selalu sepi ini.
"Waalaikumssalam. Kamu sudah pulang, nak. Gimana kerjaan hari ini? Lancar?" tanya ibu.
Aku mencium tangan ibu dengam takzim "Alhamdulillah lancar, Bu. Raksa mana, bu?" jawabku lalu mencari Raksa.
"Raksa, masih tidur dikamar." ibu duduk didekatku. "Kamu kenapa, nak?" tanya ibu.
"Bu, maaf setelah ini Nabila akan lebih merepotkan Ibu."
"Ada apa, nak? Cerita sama ibu."
"Cafe mas Sam terancam bangkrut Bu, dan untuk memulai kembali butuh modal yang besar sedangkan tabungan kami belum cukup untuk dijadikan modal. Kebetulan, Nabila dapat tawaran pindah kekantor pusat di Jakarta."
"Lalu?"
"Aku menerima tawaran itu, Bu," kataku
"Suami dan anakmu bagaimana?"
"Inilah yang membuatku berat menerima tawaran itu, Bu. Tapi, ini demi kesejahteraan Raksa kedepannya, Bu. Kalau aku berhenti bekerja dan cafe bangkrut bagaimana kebutuhan harian kami Bu, terutama kebutuhan Raksa."
"Hmm... Baiklah. Jika itu sudah menjadi keputusanmu dan suamimu maka, Ibu bisa apa. Soal Raksa, kamu tenang saja. Ibu akan menjaganya, biarkan Raksa tinggal disini."
"Makasih ya, Bu. Maaf juga sudah merepotkan, Ibu," aku memeluk ibu.
"Pulanglah, sebentar lagi suami pasti pulang. Sebentar, Ibu liat Raksa dulu."
Ibu masuk kedalam kamar dimana Raksa sedang tidur, beberapa menit kemudian ibu keluar bersama Raksa yang sudah dimandikan oleh neneknya.
"Assalamualaikum... Sayangnya Ibu " sapaku ke anakku.
"Waalaikumssalam, Ibu."
Aku memeluk anakku. Setengah hari saja tidak bertemu anakku rasanya begitu rindu dengannya, bagaimana jika nanti aku ke Jakarta.
"Ayo kita pulang, Nak. Ayah pasti sudah ada dirumah menunggu kita," ajakku.
"Ibu, kami pulang dulu yaa. Raksa, salim ke Nenek dulu sayang." Raksa salim ke neneknya dan gantian akupun salim ke ibu.
"Assalamualaikum, Bu"
"Waalaikumssalam, ya hati-hati bawa motornya."
Ya setiap hari aku naik motor kekantor karna memang kami belum punya mobil untuk saat ini cuma motor yang sanggup kami beli.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Ita Mariyanti
biasanya kl pgng HP senyum2 aroma selingkuh Nabila....ati2 yaa.... modus kafe bangkrut
2023-09-25
1
Masiah Cia
kafe nya TDK bangkrut tp kyknya suaminya selingkuh, jd uang di pakai selingkuh
2023-09-20
2
mama zha
ceritanya bagus bertema perjuangan seorang ibu
2023-07-30
2