Di Perbatasan
Lalu, ia tertawa keras seperti orang gila, “Aku benci kamu, Rumi! Benci! Kenapa harus aku yang pergi dari rumah Ayah dan Ibu? Hah! Kenapa bukan kamu saja yang tinggal dengan Paman dan mendapatkan semua siksaannya?”
Rumina tercengang, ia tak percaya Paman dan Bibi mereka jahat dan suka menyiksa. Akila keponakan mereka sendiri. Apalagi pasangan itu sudah lama tidak punya anak, seharusnya kehadirannya adalah anugerah dan bukannya beban.
“Itu mana mungkin! Selama ini mereka baik padamu jika kalian datang ke rumah?”
Akila tidak menjawab pertanyaan adiknya; ia tertawa sesekali seorang diri menertawakan nasibnya. Beruntunglah ia dicintai oleh seorang pria seperti Austin yang tampan dan berwibawa. Satu-satunya orang yang ia percayai sekaligus kebanggaannya. Tidak ada wanita yang boleh dekat dan mencintainya juga. Sekali saja ada wanita yang ketahuan tersenyum pada suaminya, maka detik itu juga akan menjadi musuh selamanya.
Sementara Rumina tidak tahu apa yang dianggap lucu, oleh kakaknya itu sehingga tertawa.
Mobil sedan tua berhenti di perbatasan antara dua kota, Mayore dan Asradele dan menepi di dekat bukit yang di sampingnya ada sungai besar, Malhy. Sungai itulah yang menjadi ciri khas perbatasan kota.
“Turun!” kata Akila sambil melepas sabuk pengamannya.
Rumina menolak, ia enggan turun karena suasana perbatasan itu sepi dan hari mulai gelap. Ia takut kalau ternyata Akila meninggalkannya di sana seorang diri. Ia jarang sekali pergi jauh dari rumah karena Ayah dan Ibu selalu khawatir. Jarak terjauh yang pernah ia tempuh adalah pusat kota Mayore, di sana ada sebuah mall besar dan selalu banyak diskon. Tak jauh dari sana ada tempat kerjanya — Robinson Botanica — ia menjadi asisten laboratorium Mark, pria tua yang sudah bekerja selama sebelas tahun.
“Kubilang turun!” suara Akila mengagetkannya, “Atau kamu mau aku tabrakkan mobil ini di bukit biar kita berdua mati bareng?”
“Tidak!”
Kematian tidak ada dalam otaknya pada saat ini sebab besok hari Senin, itu hari yang membuatnya lebih semangat. Setiap akhir bulan, Alza Ayesar akan datang untuk memeriksa keadaan semua yang berhubungan dengan pabrik pertanian miliknya. Melihat Tuan Alza dari jauh saja sudah sangat menyenangkan. Ia menyukainya dalam diam. Bagaimana tidak, ia pria terhormat dan rapi, ia tahu pasti istrinya di rumah sudah mengurusnya dengan sangat baik. Parasnya jauh lebih menarik dari pada suami Akila. Ia lebih senang menggoda Alza kalau ada kesempatan daripada menggoda pasangan kakaknya.
Kata orang, Alza adalah pemilik Robinson Botanica yang ada di Mayore dan tempat Rumina bekerja adalah cabang ketiga. Pabrik pusatnya ada di provinsi Jawarasen. Jauh lebih besar dan jauh lebih megah tentunya. Rumina ingin mempunyai kesempatan untuk melihat pabrik terbesar mereka. Setiap tahun akan ada pegawai terpilih dan memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan di sana. Tahun ini adalah harapannya karena ia sudah memiliki kompetensi sebagai peserta.
Jadi, ia tidak boleh mati, berhadapan langsung dengan Alza adalah keinginannya yang terbesar.
“Baiklah, aku turun.” Rumina akhirnya melepas sabuk pengamannya dan turun dengan malas saat pintu mobil sudah terbuka.
Angin lembut menyapa begitu ia menginjak tanah, rambut sebahunya berkibar dan acak-acakan. Terlihat debu mengepul samar seperti bayangan asap.
Akila menarik Rumina hingga mereka berdiri di dekat pembatas jalan dan sungai Malhy. Gadis kurus berkukit putih itu bergidik saat melihat ke bawah. Buku matanya yang panjang mengerjap beberapa kali menahan air mata yang nyaris keluar.
“Apa kau takut mati?” kata Akila. Rumina diam saja, ia memberanikan diri melihat wajah kakaknya yang berdandan dengan riasan tebal itu, tepat di bola matanya.
“Bilang saja kalau kau takut!” Akila berkata lagi sambil mencibir. Kedua tangannya ditaruh bertumpuk di atas perut.
Tak lama terdengar teriakan keras dari seorang wanita muda. Suaranya begitu memilukan seolah nyawanya dalam bahaya. Sementara itu angin kembali bertiup seirama dengan matahari yang mulai memasuki celah peraduan.
“Lihatlah langit, begitu-begitu saja walaupun senja itu kadang indah dan kadang suram, tapi langit tidak pernah berubah, ia menerima senja apa adanya!” Rumina berkata sambil tersenyum manis pada Akila, berharap kakaknya akan memberinya kasih sayang.
“Omong kosong!”
Tangan Akila mencengkram leher Rumina dan menekannya kuat-kuat dengan kuku hingga menembus kulit. Ada darah yang keluar dari sana. Matanya menatap sang adik yang sekarat penuh intimidasi dan kemarahan.
“Biarkan aku hidup! Tolong, Kakak! Katakan apa maumu, asalkan jangan bunuh aku!”
$$$$$$$$$$
Rumina memasuki sebuah kamar hotel malam itu dengan lelehan air mata di pipinya. Bukan, bukan kakaknya yang membawanya ke tempat itu, tapi seorang pria kemayu yang cara jalan serta bicaranya seperti wanita. Ia yang menjemput Rumina, mendandani dan menyuruhnya masuk ke kamar di mana ia berada sekarang.
Ceklek!
Suara pintu kamar hotel dibuka, Rumina menoleh dan matanya seketika terbelalak sempurna.
“Tuan Alza?” pekiknya, dan sontak ia menutup mulutnya yang sedikit terbuka.
“Apa kamu mengenalku?” kata Alza sambil mengerutkan alisnya. Jika wanita itu mengenalnya, maka itu akan berbahaya. Ia terkenal dengan reputasi yang baik dan tidak suka main-main dengan wanita. Namun, hari ini berbeda, ia suntuk setengah mati. Apalagi ia harus menghadapi kunjungan yang tidak disukainya besok.
“Ya! Tentu, sungguh ini sebuah kehormatan bagi saya dipertemukan dengan Anda!”
Bicara Rumina lancar, tertata dengan baik karena ia biasa menggunakan bahasa formal dengan Professor Ryco.
“Siapa kamu?”
“Saya Rumina Ayes, perkenalkan!” Rumina mengulurkan tangannya, “saya salah satu pegawai Anda di Robinson Botanica!”
Alza mengabaikan tangan Rumina yang terulur hingga gadis itu menariknya kembali. Ia kecewa pasti.
“Apa?” Alza berpikir buruk tentang kinerja perusahaan di cabang ketiga.
Mengubah pegawai menjadi pekerja malam dan menggoda pria hidung belang bukan tindakan yang patut dicontoh. Selain itu, mengatakan bahwa bertemu dengan mereka merupakan sebuah kehormatan adalah sebuah kesalahan yang besar. Bagaimana mungkin bertemu dengan orang yang berbeda jenis dan tidak memiliki hubungan adalah sebuah kehormatan?
Tindakan itu kemudian dilanjutkan dengan melakukan hubungan seksual yang tidak memiliki ikatan dan hanya dilakukan demi kepuasan belaka. Tindakan ini sangat memalukan dan patut dicegah.
“Saya tidak ingin pegawai saya menjadi wanita malam dan melayani pria hidung belang!” ujar Alza.
“Apa yang kamu maksud? Siapa yang menjadi wanita malam?” tanya Rumina.
“Kamu!” jawab Alza dengan tegas.
Rumina kemudian terdiam, namun kemudian ia menegaskan bahwa dirinya bukanlah wanita malam. Meskipun begitu, ia tidak keberatan jika harus menjadi wanita malam hanya demi Alza. Namun, ia sangat merisaukan keluarganya dan merasa bahwa hal tersebut tidak benar.
Alza kemudian duduk di sebuah sofa dan Rumina duduk menghadapinya. Saat itu, Alza melihat wajah Rumina dan merasa terkejut. Ia menyadari bahwa Rumina adalah wanita yang pernah ia lihat di perbatasan kota.
Alza merasa sangat heran dan bertanya, “Bukankah kamu tadi berada di perbatasan?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Elmimar02
kadang seseorang bisa berbuat diluar batas itu karena keterpaksaan atau......tanya ke author
2023-06-14
10
YuraNidi
syko amat lu neng🙂😅😅
2023-06-05
15
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
oh, inikah kisah awal mula alza menikahi rumina?
2023-05-28
23