"Kamu?" terkejut Manda melihat sosok pemuda yang tak asing itu, "Iya ini aku, kenapa? Baru beberapa tahun tidak bertemu sudah pikun kamu?" goda pemuda yang bernama Leon.
Terdiam Manda, jika Leon yang dulu sempat menempati rating tertinggi dihatinya sudah datang, bagaimana dengan Aji yang baru saja singgah di relung hatinya?
Bimbang gadis itu terdiam, akan kah ia menyerah dan kembali kepada laki-laki yang kini berdiri dihadapannya atau tetap bersaing dengan Marlin?
"Woy bengong lagi!"
Sedikit tersentak Manda dengan suara lantang Leon, "Hah... Apaan sih? Kamu mau apa ke sini?"
Tersenyum manis pemuda tampan itu, "Aku rindu," ucapnya dengan mengelus pucuk kepala Manda.
Dua gadis berjalan melewati pintu depan perpustakaan, tak sengaja salah satu diantara mereka menoleh kedalam dan melihat adegan romantis itu.
"Lin, lo lihat deh! Yang adek kelas aja berani mojok di perpustakaan, lah lo yang udah senior, pacaran aja nggak pernah," sengaja Sari mencibir Marlin dengan menunjuk kedalam perpustakaan.
Penasaran dengan adegan yang Sari tunjukkan, Marlin ikut menoleh dan terlihat wajah Manda yang berdiri bersama dengan laki-laki yang hanya terlihat punggungnya saja.
"Halah, pacaran, pacaran, bikin ribet!" cetus Marlin yang segera mempercepat langkah kakinya.
"Haish bocah ini, kenapa pemikirannya selalu sama dengan senior pembimbingnya," heran Sari menepuk keningnya.
Marlin berjalan dengan cepat demi menghindari adegan-adegan romantis yang ada di sekitar kampus, biasanya di dalam perpustakaan, di samping gudang, juga di taman, banyak sekali pasangan-pasangan muda yang berduaan, dan itu jujur saja mengganggu pikiran gadis pegulat itu.
Marlin juga gadis normal yang mau dimanja, yang mau berkasih mesra bersama pacar, yang mau berjalan bergandengan tangan juga, dia tidak berbeda dengan gadis-gadis lainnya, hanya saja tekatnya untuk menjadi atlet demi menambah beasiswa kuliah membuat dirinya tidak sempat untuk memikirkan cinta-cintaan.
Dari dalam kelas Aji melihat atlet cantik kesayangannya tengah berjalan dengan langkah kaki yang begitu cepat, ditatapnya dalam-dalam gadis itu kemudian dengan paksa Aji memasuki ruang pikiran Marlin.
SLAP!
Berhenti Marlin, sedikit linglung awalnya, bagaimana tidak bingung bin linglung, ini di sekolah, tapi Senja tiba-tiba muncul dihadapannya.
Senyum hangatnya membuat Marlin lagi-lagi terpesona, tapi ia ragu dengan perasaannya, karena, mungkinkah Senja itu manusia layaknya dirinya atau jangan-jangan dia siluman yang kapan saja dapat melahap dirinya bulat-bulat. Lihat saja rupanya yang jauh dari rupa manusia, tampan sih tapi mata merahnya sudah seperti mata vampir di film-film sedangkan rambutnya putih keperak-perakan, apa itu normal? Juga kulitnya yang putih mendekati pucat.
"Se... Senja? Bagaimana bisa kau ada di sini?!" tanya Marlin lirih, bahkan hampir berbisik.
"Tenang saja, mereka tidak dapat melihat ku, juga kegiatan yang kita lakukan," ucapnya dengan berdiri di samping Marlin.
"Ta... Tapi?" Marlin melihat ke sekelilingnya, terkejut bukan main ia pun melihat raga utuhnya tengah berjalan santai.
"Kau... Apa yang kau lakukan?"
"Tenanglah, ini alam pikiranmu, dan hanya aku yang dapat memasukinya," berucap santai dengan menyimpan kedua tangannya dibelakang, Senja berjalan sejajar di samping Marlin yang juga berjalan dibelakang raga aslinya.
"Terserah kau sajalah! Semakin dipikir semakin tidak masuk akal!" gerutu gadis itu masih dengan raut masamnya.
Tersenyum tipis Senja sedikit menoleh kearah Marlin, "Apa yang membuat mu seperti ini?"
Ditanya bukannya menjawab, Marlin malah melirik sewot kearah makhluk berambut perak itu, "Aku bertanya!" dinginnya dengan lirikan tajam.
Seketika teringat Marlin jika ia tidak bicara dengan sesama manusia, "Capek!" cetus gadis itu.
"Bukan kah ada pepatah yang berkata jika lelah maka istirahatlah," sahut Senja.
"Tapi ini tak semudah pepatah," mengerut alis, Senja tak mengerti apa yang di maksud Marlin.
"Nggak ngerti?" lirikan tajam Marlin tujukan kepada makhluk berambut perak disampingnya, "Sini! Ini semua gara-gara..." dengan paksa Marlin berjalan menarik lengan Senja yang tertutup jubah putihnya, dua pasang kaki itu berjalan dan berhenti di depan pintu kelas yang terbuka.
"Dia!" tak segan-segan Marlin menunjuk kearah pemuda yang tengah duduk dengan tatapan lurus kearah papan tulis yang ada di dalam kelas.
"Hah? Dia? Kenapa dengan dia?" tanya Senja dengan menatap pemuda yang ditunjuk oleh Marlin, "Kok gara-gara aku? Memangnya apa salah ku?" batin Senja, karena saat ini yang mereka perhatikan adalah Aji yang tengah duduk tenang didalam kelas.
"Ya gara-gara dia yang bikin aturan kalo atlet nggak boleh pacaran!" keluarlah uneg-uneg yang selama ini Marlin pendam dan tahan, tapi tetap saja gadis itu menaati peraturan yang dibuat oleh Aji.
"Iyalah aku bikin peraturan itu, kalo nggak, kamu pasti udah jadian kan sama Daniel?" batin Senja dengan menahan segala rasa.
"Tapi kan semua demi kebaikan kalian juga," cetus Senja.
"Iya sih," setuju Marlin dengan jawaban Senja, Marlin mengiyakan karena ia pun melihat banyaknya prestasi yang sudah ia capai.
"Nah, salahnya dimana?" masih bernada santai Senja berusaha mengorek masalah hati Marlin.
"Mungkin masalahnya di aku," lirihnya, keduanya kini kembali berjalan menuju kelas Marlin.
Setelah jawaban dari gadis kesayangannya itu, Senja terdiam, ia hanya mengikuti langkah kaki Marlin, hingga keduanya tiba didalam kelas...
"Kamu kenapa? Kamu nggak bisa terima aturan yang di buat oleh senior mu tadi?" tanya Senja pada akhirnya.
"Bisa! Nyatanya sampai sekarang aku masih jomblo..." lirihnya.
"Tapi aku juga gadis normal, yang pengen ngerasain gandengan, jalan-jalan bareng pasangan, tuker kado pas hari valentine, pelukan, ciuman, aaaarrrgghhh!!! Mereka sudah merasakannya, mungkin cuma aku yang belum!" keluh kesah itu terlontar tanpa rasa malu.
"Memangnya jika aturan itu di hapuskan, siapa yang akan kau jadikan pasangan kencan?"
"Hemz... Entahlah, untuk menyimpan rasa kepadanya mungkin aku terlalu tak tau diri, dia begitu hebat, apalah aku yang masih sering emosian," berucap dengan menerawang jauh Marlin menjadi tak percaya diri dengan semua keinginannya, benar ada saja peraturan itu, memangnya kalau tidak ada peraturan semacam itu, dia mau berpacaran dengan siapa?
"Begitu hebatkah dia? Sampai kau begitu mengaguminya," tanya Senja.
"Hebat, dia sangat hebat, bahkan terlampau hebat, dia juga pandai mengendalikan pikiranku, emosi ku, seolah dia dalangnya dan aku ini wayangnya, tapi walau begitu aku tetap salut padanya," senyum bangga dan kagum terulas menghias wajah ayu Marlin.
"Begitukah? Jadi dia lebih hebat dari ku?" entah kapan berpindah, kini raga putih pucat dengan rambut perak itu sudah berdiri di hadapan Marlin, memangkas jarak meminta penjelasan.
"Hah? Kau ini apa? Memangnya dia yang manusia biasa bisa dibandingkan denganmu yang entah siluman atau apa?" cetus Marlin yang segera pergi meninggalkan Senja, tapi dengan cepat Senja meraih lengan Marlin hingga gadis itu kembali dan masuk kedalam pelukannya.
"Tidak ada manusia yang boleh menyentuhmu!" bisiknya dengan nada ancaman.
Sedikit tercengang Marlin, namun detik berikutnya ia sadar tubuhnya masuk kedalam pelukan Senja.
"Apaan coba! Lepas!" ketusnya.
"Katanya minta di peluk, kau mau bergandengan tangan? Aku bisa," ucap Senja dengan mengaitkan jemarinya dengan jemari Marlin.
"Kau ingin hadiah valentine?" dari sebelah tangannya, Senja membuka telapak tangannya dan muncul asap putih diatasnya kemudian secara ajaib muncul buket coklat yang sangat cantik, "Ini untuk mu," ucapnya.
Tertegun Marlin dengan keinginannya yang tiba-tiba Senja kabulkan saat itu juga, sebenarnya makhluk apa yang ada di sampingnya ini?
"Pegang dulu!" titahnya dan Marlin menerima buket coklat itu, masih dengan pikiran bingungnya.
Senja meraih dagu Marlin, dan memangkas jarak diantara keduanya, "Kau mau ciuman? Bisa aku berikan," bisiknya yang tanpa permisi menyatukan kedua bibir itu.
Membelalak Marlin, begitu gampangannya kah ia sampai sembarangan Senja dapat menciumnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments