Paaaakkk
"Apa-apaan ini? Kamu bisa kerja gak, sih?"
Mbak Nana berteriak didepan mejaku dan juga sambil melemparkan berkas yang sudah aku kerjakan sepanjang hari sampai-sampai melewatkan jam makan siangku yang berharga.
Astaga! human satu ini, pingin tek pites aja tapi...
"Maaf Mbak saya perbaiki lagi." Perbaiki oncom mu, emang kamu tau salahnya dimana, Nar? bego - bego, dumelku dalam hati.
"Lima belas menit!" katanya sambil berlalu keruangannya.
Bos sintiinggggg, kasih tau dimana salahnya dong! Aku menggerutu dalam hati.
Aku mengamati berkas didepanku, mencari-cari dimana letak salahnya. Dan ... clingg! pijar
lampu di kepalaku menyala. Dasar bos gila, lima belas menit katanya. Huhhh! gak perlu lima belas menit, bambang. Ini aku udah tau salahnya dimana. Dengan semangat empat lima aku mengerjakan tugasku.
Oh iya, aku belum kasih tau ya jabatanku apa? Aku di tempatkan dibagian sekretaris pemirsah, walaupun belum resmi jadi sekretaris ya, ecek-eceknya ini asisten sekretaris la, masih tetap kacung sih.
Aku melangkah dengan percaya diri keruangan bosku -sekretaris boss besar- mbak Nana. Wanita cantik yang rumor-rumornya ditinggal nikah pacarnya. Hmm ... senasib kita boss.
Aku meletakkan berkas dimeja kerjanya dan berdiri di depannya sambil menunggu mbak Nana mengoreksi pekerjaanku. Aku melihat mbak Nana hanya mengangguk-angguk aja. Apa aku berhasil? Yes! yes! yes! sorakku
dalam hati karna mbak Nana tidak ada komentar.
"Saya tau kamu pasti bisa," katanya memuji pekerjaanku. Aku tersenyum senang.
"Dua bulan lagi saya resign, pak Anwar menyuruh saya untuk melatih kamu supaya kamu menggantikan saya kedepannya. So, jika dalam dua bulan ini kamu bertahan, kamu yang akan menjadi penghuni ruangan ini," katanya
memberitahuku.
Demi Neptunus yang ntah dimana, aku ingin jingkrak-jingkrak mendengar kabar ini.
"Jangan senang dulu!" katanya tiba-tiba memutus angan-anganku yang udah lari - larian kesana kemari. Dasar nenek lampir, aku hanya mencibir di dalam hati. Karena aku harus jaga sikap gays.
"Jika dalam dua bulan ini kamu tidak lulus dari saya, jangan harap kamu bisa duduk dikursi ini!"
Alamakjang tatapannya itu loh, serem tau mbak boss, pantas aja di tinggal nikah.
"Saya sudah perhatikan kamu sejak kamu masuk kerja disini, apa kamu nggak pernah mikir kenapa kamu di tempatkan di posisi ini?" tanya mbak Nana dan aku menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Karena saya melihat kamu mampu, kamu cepat tanggap dan mudah belajar, selain itu ..." Mbak Nana berdiri dan berjalan mengelilingiku sambil memperhatikan ku intens. Mungkin sedang menilai penampilanku?
Who knows.
"Penampilanmu mendukung, kamu tinggi dan menarik." Aku mengangguk sambil tersenyum.
"Jadi, giatlah dan fokus. Jika kamu kurang mengerti, jangan malu bertanya. Aku senang dengan orang yang suka bertanya, itu artinya dia mau belajar." Mbak Nana, berjalan kembali ke arah kursinya dan mengambil posisi duduk cantik seperti sebelumnya.
Jika aku kasih tahu ibu, ibu pasti senang dan bangga karena sudah berhasil melahirkan anak cantik sepertiku. Hahaha.
Udah cantik, tinggi, pintar, apa lagi yang kurang? Kurang kaya!
"Ya sudah, kamu bisa kembali dan lanjutkan pekerjaanmu," ucapnya seraya tersenyum tipis.
"Baik, Mbak, permisi."
Aku memutar badan dan melangkah menuju pintu keluar. Bola mataku melirik-lirik ruangan ini.
Aku tersenyum simpul. Semoga berhasil, harus bisa. Ruangan ini harus menjadi milikku.
-------------------
"Apa kamu sehat, Nak?" tanya ibuku khawatir.
"Iya, Bu, Nara sehat, jangan khawatir Nara akan jaga diri baik-baik, Bu." jawabku menenangkan. Sudah empat bulan aku hidup di Jakarta jauh dari keluargaku. Aku sendirian dan kini aku benar-benar rindu, rindu rumah dan seluruh penghuninya, rindu msakan ibu walau sangat sederhana tapi sangat enak. Tapi, demi masa depan yang lebih cerah aku akan bertahan dari semua rasa rinduku. Rindu itu berat, tapi, nggak punya uang
untuk makan itu lebih berat.
"Jangan sampai telat makan, jangan terlalu memikirkan kami disini sampai-sampai kamu tidak makan." kata ibu lagi. Benar sih, bukannya sombong, sejak kerja di kota ini, setiap bulan, aku sudah rutin mengirimkan sebagian penghasilanku untuk keperluan mereka di kampung. Dulu saat masih di kota z, aku memang pernah
memberikan penghasilanku, tapi tidak serutin dan sebanyak sekarang. Wajar jika ibuku khawatir aku tak punya uang cukup untuk makan karena harus memikirkan mereka.
"Iya, Bu, ini lagi siapkan makan malam." jawabku sambil mengaduk mi instan yang akan kujadikan makan malam.
"Makan makanan sehat, kurangi makan mi!" kata ibu saat satu sendok mi mendarat di mulutku.
Aku hampir tersedak , aku mendadak melihat sekelilingku seolah-olah mencari cctv. Apa ibuku cenayang?
"Iya Bu, tapi sekali-sekali boleh, kan?" candaku.
"Jangan keseringan, nanti sakit! Ibu nggak mau dapat berita seperti orang-orang itu, anaknya sakit di perantauan karena kurang makan dan hanya jajan mi," kata ibuku lagi.
"Ibu, Nara akan sehat-sehat disini, jangan khawatir!" jawabku. Dan aku bertekad untuk itu.
Aku tidak ingin membuat orang tuaku khawatir dikampung kami. Aku harus memberikan kabar yang selalu membuat mereka senang.
"Bu, dua bulan ini aku akan di latih keras di pekerjaanku, aku akan di promosikan untuk naik jabatan, jadi kalau aku jarang nelpon atau panggilan Ibu tidak terjawab, jangan marah ya dan jangan khawatir," kataku memberitahu.
"Naik jabatan? Bukankah baru empat bulan kerja disana?" Nah kan, ibuku saja yang orang kampung dan
lulusan SD saja berpikir begitu.
"Iya Bu, boss Nara mau resign, jadi sebelum resign, boss Nara mau didik Nara supaya bisa gantikan beliau nanti."
"Syukurlah, belajar yang baik dan baik-baiklah pada bos kamu itu. Ingat terus nasehat Ibu ya, Nar. Tidak ada jalan pintas menuju sukses jika bukan lewat belakang. Jangan sekali-kali kamu mengorbankan diri kamu hanya karena
sebuah jabatan. Maksud Ibu disini adalah, jangan memilih jalan yang salah. Jika kamu beruntung dan tekun bekerja, jabatan yang kamu inginkan dan yang sesuai untukmu akan datang pada waktunya," kata ibu. Aku mengangguk walau sadar sedang menelpon bukan panggilan video call.
"Iya Bu, Nara akan tetap ingat nasehat Ibu. Doakan supaya Nara berhasil dan bisa menaikkan sedikit demi sedikit martabat keluarga di kampung supaya tidak dipandang rendah lagi oleh orang-orang," jawabku sedikit dendam kala
mengingat para tetangga dikampung .
Ibuku terdiam lalu berujar "Tidak baik menyimpan dendam, dendam tidak akan memberi kebahagian dan kepuasan, harus dengan iklas," nasehat ibuku lagi.
Kalau di pikir-pikir, ibuku ini memang terlalu baik, banyak orang di kampung yang sering gosipin ibu yang jarang kumpul bareng, tidak ikut arisan-arisan, ibu hanya akan ada jika ada kegiatan atau acara dikampung semacam pesta atau perayaan lainnya. Bukannya ibu tidak tau sering digosipi, tapi iklas aja gitu.
"Kamu harus buang jauh-jauh dendam dari hatimu, Nak! Nggak baik itu," lanjutnya.
Inhale exhale
Aku lakukan berulang-ulang, ya benar, sampai hari ini aku masih mengingat apa yang orang-orang kampung katakan. Leo menikahi Sovia karena keluarga Sovi lebih bermartabat dari keluargaku, lebih kaya, punya pendidikan bagus dan banyak lagi yang jadi perbandingannya.
Ibunya Leo tidak memilihku jelas karena aku dari keluarga miskin dan tidak terpandang.
Hey nyonya-nyonya, tunggu kabar keberhasilanku, batinku menggebu.
"Leo dan Sovia akan menikah bulan depan," kata ibu lagi.
"....."
Kabar yang seharusnya tidak mengejutkanku lagi. Tapi, aku masih merasakan hatiku tercubit setelah mendengar berita ini.
"Iklaskan agar kamu bisa bahagia juga," lanjut ibuku.
"Iya, Bu. Nara Iklas. Hanya saja, rasanya masih ... " jawabku singkat, Bagaimana bisa, Bu?
Walaupun sudah putus, tapi putus inikan bukan karena tidak ada rasa lagi. Akan beda halnya jika kami putus karena memang sudah tidak punya perasaan cinta lagi.
"Ya sudah, kamu lanjut makan malam lalu istirahat, jangan lupa berdoa!"
"Iya, Bu, sampaikan salam Nara sama bapak dan abang juga Ryan dan Ririn. Selamat malam, Bu," jawabku lalu memutus panggilan.
Aku memandangi mangkok mi instan makan malamku, aku sudah tak berselera lagi ditambah minya sudah bengkak. Aku teringat kembali apa yang ibu katakan, bulan depan?
Apa Sovi sudah selesai sidang? Bukankah dulu dia kirim pesan seperti itu?
Pasti sudah, ibunya Leo pasti akan sangat bangga jika dalam undangan pernikahan Leo nanti, calon istrinya juga sudha bergelar sarjana. Para pejabat pemerintahan rekan kerja ayah Leo juga pasti akan memuji calon menantu itu.
Semoga kamu bahagia Abang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Dewi Payang
aku mengerti perasaanmu Nara. Ayo berjuang demi masa depan, semangat💪
2023-07-05
0
Dewi Payang
haha, ingat tuan crab
2023-07-05
0
Dewi Payang
wow, ternyata si mbak Nana nya baik
2023-07-05
0