Angel didorong hingga terhempas di atas sofa lusuh yang berada di ruang tamu rumahnya.
Usai Andrean pergi, Angel benar-benar sudah yakin bahwa malam ini ayahnya tidak akan membiarkan Ia lepas begitu saja.
Dadanya terasa sesak mendapati kenyataan bahwa Ia dibuat malu oleh ayahnya sendiri di hadapan Andrean. Ayahnya dengan tega menuduh Ia menjual diri.
Ia sampai menduga-duga apa yang dipikirkan Andrean setelah melihat kejadian tadi? Ia bisa melihat tatapan lain dari mata Andrean. Ada amarah dan kalau Angel boleh menilai, Ia juga bisa melihat rasa bersalah di mata yang biasanya hanya menatap Ia dengan dingin itu.
"Jelaskan apa maksud lelaki tadi? Kamu calon istrinya?!"
"Ayah--"
"Cepat jelaskan! Apa benar kalian akan menikah?! Kenapa ayah tidak tahu?! Huh?!"
"Ayah, tidak. Dia--dia--"
Angel bingung harus mengakui Andrean sebagai apa. Tapi Ia harus meluruskan bahwa Ia dan Andrean memang belum bisa menikah untuk saat ini. Tapi sebutan 'calon istri' yang diucapkan Andrean tadi memang tidak salah bukan?
"Dia siapa?! Dia memiliki kekayaan sebanyak apa?! Jelaskan pada ayah!"
"Dia teman masa kecilku,"
Tanpa menjelaskan seberapa kaya Andrean, Angel hanya mengatakan bahwa lelaki itu adalah teman masa kecilnya. Ia tidak ingin dicecar bila ayahnya itu tahu mengenai Andrean dan keluarganya.
Ayahnya berdecih lalu menendang kaki sofa dimana Angel duduk. Tendangannya itu menyentuh mata kaki Angel hingga gadis itu meringis.
"Cepat masak makan malam! Sebentar lagi Gesty datang dan ayah tidak mau Gesty ataupun ayah kelaparan," ujar lelaki yang usianya tak lagi muda itu, Ia mengasihi putrinya yang bernama Gesty sampai tidak ingin Gesty kelaparan, sementara dengan Angel yang juga putri kandungnya, Ia tidak pernah peduli.
*****
"Mom, boleh aku bicara sebentar?"
"Hmm? Ada apa?"
Andrean menggerakkan kepalanya sedikit, meminta Lovi untuk keluar sebentar dari kamarnya, meninggalkan Devan yang sedang sibuk dengan laptopnya di sofa kamar. Andrean terpaksa mengganggu kegiatan Mommy nya yang sedang mengemas baju serta perlengkapan lain yang akan dibawa Lovi serta Devan ke Jepang dua hari lagi karena ada urusan pekerjaan yang harus diselesaikan Devan.
"Apa Mommy tahu tentang keluarga Angel?"
"Maksudmu?"
"Yang aku tahu hanya Ibunya meninggal. Lalu ayahnya-- yang tinggal bersama Angel saat ini benar ayahnya?"
Andrean bahkan ragu apakah ada ayah yang bisa berperilaku sekasar itu pada anaknya apalagi Angel adalah perempuan.
"Iya, Angel memutuskan untuk ikut ayahnya tidak lama Ibunya meninggal. Karena Ia tidak ingin menyusahkan neneknya lebih lama lagi,"
"Dan--apa Mommy tahu bagaimana kehidupannya selama ini bersama lelaki yang merupakan ayahnya itu?"
"Tahu, Mommy sangat menyayangi nya. Mommy mencari tahu apapun tentangnya, tentu dengan bantuan Daddy,"
"Mommy tahu Ayahnya itu bersikap sangat kasar terhadap Angel? Aku melihatnya sendiri, Mom. Dan aku benar-benar tidak menyangka. Selama ini yang aku lihat, Angel baik-baik saja," Andrean berujar panjang lebar dengan mimik wajah datar andalannya.
Lovi tersenyum lembut. Ia tidak menyangka kalau dalam waktu dekat ini Andrean mengetahui sedikit dari kesengsaraan Angel. Tuhan menunjukkan sendiri pada Andrean betapa hebatnya wanita yang akan Ia nikahi itu.
"Mommy tidak salah memilih dia. Benar 'kan? Dia luar biasa, Andrean,"
"Mommy menginginkan Angel untuk menjadi pendamping ku karena merasa kasihan atau apa?"
"Astaga, Mommy benar-benar menyukai gadis itu. Dia begitu tangguh. Mommy sudah beberapa kali menawarkan tempat tinggal yang lebih layak untuknya agar Ia bisa lepas dari jeratan ayah dan kakak tirinya. Tapi dia tidak pernah mau. Mommy juga sudah meminta agar Ia kembali lagi tinggal bersama neneknya dan Ia tidak mau juga. Angel benar-benar bertahan pada pilihannya. Ia ingin mengabdikan dirinya pada ayah dan kakaknya,"
"Bodoh," gumam Andrean tak habis pikir. Tangguh tapi bodoh, sebutan itu lebih pantas untuk Angel.
"Dia menyayangi ayah dan kakak tirinya, Andrean,"
"Ya itulah sebabnya aku mengatakan bahwa dia bodoh. Bodoh karena masih bertahan untuk menyayangi orang yang jelas-jelas sudah menyakitinya selama ini,"
"Kamu terlalu banyak bicara, Sayang. Sebesar itu rasa peduli mu pada Angel?" Gelak tawa mengiringi godaan Lovi terhadap putra sulungnya itu.
Andrean menipiskan bibirnya. Ia juga bingung kenapa harus memikirkan Angel dengan segala kesedihan dalam hidupnya?
*****
Auristella sudah siap dengan pakaian kuliah nya. Ia segera beranjak ke meja makan untuk sarapan bersama kedua orangtua dan juga kedua kakaknya.
"Pagi, Daddy."
Devan melirik putri nya sekilas, kemudian kembali berkutat dengan layar iPad yang di pegangnya.
"Pagi, Sayang."
Auristella mendengkus saat hanya dibalas sesingkat itu oleh ayahnya. Sebenarnya sudah biasa. Devan memang kerap disibukkan oleh pekerjaan bahkan ketika pagi seperti ini.
"Kamu hari ini berangkat dengan siapa?"
"Aku ke kampus dengan Ean,"
"Hmm okay, hati-hati dan langsung pulang ya," pesan Devan seraya tersenyum kecil pada anaknya.
"Iya, Dad,"
Lovi datang dari arah dapur menyajikan makanan yang sudah Ia buat bersama dengan maid. "Ayo, sarapan dulu. Kenapa hanya kamu yang sudah siap? Dimana kedua kakak mu, Auris?"
"Mungkin masih bersiap, Mom,"
"Mommy panggil dulu,"
Lovi bergegas menghampiri kamar kedua anak lelakinya. Sementara Devan dan Auristella sudah mulai melahap sarapan mereka.
"Adrian, kamu sudah bangun?"
"Sudah, Mom. Sebentar lagi aku turun,"
"Okay,"
Saat nya Lovi ke kamar putra sulung nya. Ia melakukan hal yang sama seperti tadi. Yaitu mengetuk pintu kemudian memanggil anaknya itu.
Tanpa menjawab, Andrean keluar dari kamar dengan penampilan nya yang rapi. Ia mengenakan kemeja putih yang melekat sempurna di tubuh atletis nya. Celana berwarna hitam yang sedikit lebih tinggi dari mata kakinya membuat kaki jenjang lelaki itu semakin terlihat sempurna.
"Ayo, kita sarapan bersama," ajak Lovi pada Andrean yang langsung mengangguk.
Lovi tidak ingin melewatkan sarapan bersama ketiga anak, dan suaminya. Karena hanya saat itulah mereka berkumpul. Makan siang, mereka jarang bersama. Makan malam pun demikian. Di malam hari, paling hanya Auristella yang menemani nya makan, sementara Devan dan kedua anaknya lebih sering masih berada di luar rumah karena kesibukan masing-masing.
******
Auristella terkejut saat mendapati Adrina di depan pintu megah rumahnya. Ia bersedekap dada menatap gadis yang merupakan teman dekat kakak keduanya sejak masa kecil itu.
"Ada apa? Mau bertemu dengan Adrian? Kakak ku itu ada syuting hari ini. Jadi---"
"Aku hanya ingin memberi ini. Oh ayolah, jangan galak sepert itu padaku,"
Auristella menerima dua kotak berisikan cake dari tangan Adrina. "Terimakasih, by the way, ini bukan sogokan supaya aku mengizinkan Adrian jalan denganmu 'kan?"
"Astaga, siapa juga yang mau jalan dengan dia?"
"Ya sudah, kembali ke rumahmu. Aku ingin ke sekolah sekarang juga,"
"Siapa yang bicara denganmu, Auris?"
Adrian dan Andrean datang dari dalam. Adrian bertanya namun tidak ada jawaban dari adiknya. Kini Ia sudah melihat langsung siapa yang sedang berbicara dengan adik nya.
"Hai, Andrean," sapa Adrina dengan hangat, menghiraukan Adrian.
Dari dulu sampai sekarang, kedua manusia yang memiliki nama hampir mirip itu masih belum juga akur.
"Hei kamu tidak menyapaku?"
Adrina hanya memutar bola matanya. Malas sekali Ia menyapa Adrian yang gemar mencari ribut dengannya.
Yang disapa malah diam. Hanya mengangguk singkat kemudian berjalan menuju mobilnya. Andrean dengan sikap dingin nya memang tak akan pernah lepas.
"Kamu tidak boleh menyukai kedua kakak ku! Mengerti tidak?"
Adrian menutup mulut adiknya. Ia mendorong pelan bahu Auristella agar segera mengikuti jejak Andrean, memasuki mobil.
Sampai di mobil, Auristella menggerutu, "Dia sudah berhasil mencuri perhatian Adrian. Sekarang dia mencoba untuk mendekati mu, Ean. Menyebalkan sekali gadis itu,"
Andrean mengusap rambut adiknya singkat. "Sudahlah, tidak usah kesal seperti itu. Sekarang masih pagi, nanti ilmu yang akan kamu terima tidak akan masuk ke otak mu,"
*****
"Hallo, Adrian. Nanti kamu yang menjemputku ya. Setelah itu temani aku ke toko buku. Aku ingin membeli buku mengenai tekhnik bermain piano lagi---"
"Okay-okay, sekarang aku sedang reading. Jangan ganggu dulu ya,"
Auristella mendengkus. Ia menatap ponselnya dengan kesal. Ia belum selesai bicara, dan kakak keduanya itu sudah mengakhiri panggilan.
"Ah jadi nanti yang menjemputmu Kak Adrian? AKHIRNYA AKU BISA BERTEMU LAGI DENGAN DIA,"
Teman Auristella yang benar-benar mengidolakan Adrian mendengar pembicaraan Auristella dengan Adrian. Ia bahagia sekali karena yang akan menjemput Auristella nanti adalah Adrian. Semakin senang saja dirinya berteman dengan Auristella. Karena Ia bisa sering bertemu dengan Adrian yang merupakan artis idola nya dengan segudang prestasi.
******
"Kenapa aplikasi belajar kita sulit dibuka dua hari ini?"
"Iya, sedang dalam masa perbaikan,"
Andrean mengangguk. Pendiri sekaligus pemilik sebuah perusahaan aplikasi belajar online itu menutup aplikasi miliknya. Lalu meletakkan iPad sekaligus pen nya di atas meja.
"Aku tidak ingin banyak yang mengeluh lalu meninggalkan aplikasi kita. Apa perbaikan itu membutuhkan waktu yang lama? Aku ingin bicara langsung dengan tekhnisi nya,"
"Baik, akan saya panggil ke sini. Tapi sepertinya tidak bisa sekarang,"
Andrean mengangguk paham. Ia hanya perlu bertanya langsung sekaligus memastikan orang-orang yang sudah diutus oleh perusahaan nya bisa diandalkan.
"Katakan padanya, jangan menghabiskan waktu terlalu lama," tegasnya yang langsung diangguki patuh.
******
Adrian sedang memainkan senar gitarnya secara asal ketika break syuting. Sembari bermain gitar dengan sembarangan, Ia juga melahap makanan ringan yang selalu disiapkan oleh asisten nya.
"Adrian, kau tidak ada niat menciptakan lagu lagi?"
"Nanti, otak ku sedang sulit diajak berpikir, Sam,"
Samy, asisten Adrian mengangguk. Memang tidak semudah itu membuat lagu ditengah kesibukan Adrian beracting saat ini. Mungkin Adrian sedang kekurangan waktu untuk mengeksplore otaknya agar tercipta sebuah lagu.
"Kau selalu membuat lagu tentang percintaan. Padahal punya kekasih saja belum,"
Adrian terkekeh mendengar Samy bicara seperti itu, Ia tidak tersinggung sama sekali.
"Biasanya lagu itu tercipta dari pengalaman. Sementara dirimu? Setahuku belum ada pengalaman,"
"Bisa dari pengalaman orang lain, Sam. Contohnya darimu yang selalu curhat tentang kekasihmu,"
"Hmm ternyata kau mencuri pengalaman ku untuk membuat lagu?"
"Ya, sebagian dari yang aku buat,"
"Tapi kau hebat. Pengalaman orang lain dijadikan inspirasi untuk berkarya," ujar Samy, kemudian melanjutkan,
"Kalau lagu tentang keluarga, itu pasti dari dirimu sendiri 'kan?"
"Tentu saja, aku juga ingin melibatkan keluargaku dalam hal berkarya,"
*******
"Astaga, Adrian! Dimana kamu?! Lihat saja di rumah nanti ya. Aku akan menjadikan kamu samsak tinju,"
Auristella menggerutu kesal karena kakak nya, Adrian belum juga datang menjemputnya di kampus.
Padahal Ia sudah berulang kali mengingatkan kakaknya itu agar tidak lupa datang ke kampusnya. Ia tidak ingin dijemput driver. Selagi ada kakak nya, maka driver tidak ada gunanya untuk Auristella, si manja.
"Auris, kakak mu dimana sih? Aku tidak sabar bertemu dengannya,"
"Ck! Mana aku tahu? Kamu jangan membuatku tambah kesal ya,"
Ryn teman Auristella menemani Auristella sampai dijemput oleh Adrian. Sebesar itu keinginan Ryn untuk bertemu dengan Adrian.
******
Setelah menyelesaikan scene nya yang memang sedikit, Adrian bergegas ke kampus nya untuk kuliah.
Hampir dua jam di sana, waktunya Ia pulang. Tapi sebelum pulang, tentu Ia ingat harus kemana mobilnya berlabuh.
"Pasti tuan putri Auristella sudah merajuk sekarang," gumam Adrian dalam hati usai melirik jam di tangan nya. Ia terlambat menjemput adik kesayangannya. Ia terkekeh pelan, membayangkan wajah adiknya yang pasti sudah terlipat.
Bruk
"Errghhh! Jalan yang benar!"
Adrian berdecak, Ia membantu membereskan buku-buku seseorang yang tidak sengaja Ia tabrak barusan.
"Maaf, tidak perlu marah---"
"Ya ampun,"
Adrian tersenyum pada Adrina yang terkejut mendapati dirinya. "Maaf, Adrian. Hmm maksudku Adrina," ujar Adrian jahil, sengaja menukar namanya dan Adrina.
"Aku lagi buru-buru, jadi tidak ada waktu memarahi mu,"
"Mau pergi kemana?"
"Bukan urusan mu wahai Tuan Adrian yang terhormat,"
"Ya sudah, pergi denganku saja. Ayo,"
Tanpa menunggu persetujuan Adrina, Adrian menarik tangan perempuan cantik itu menuju mobil.
"Adrian, apa-apaan sih?!"
"Kamu ingin pulang 'kan? Berhubung rumah kita dekat, bahkan sangat-sangat dekat, jadi kita pulang bersama saja,"
Adrian membuka pintu mobilnya untuk Adrina. "Silahkan,"
"Aku bisa pulang sendiri. Jangan mengajakku bertengkar ya. Mommy ku sakit, jadi aku harus segera pergi,"
"Okay, aku antar kamu ke rumah secepat mungkin. Aku juga tidak ingin terjadi sesuatu pada Aunty Sheva, Mommy mu,"
Tadinya Adrian hanya ingin membuat Adrina kesal karena langkahnya dihalangi untuk sampai di rumah seorang diri. Tapi begitu tahu bahwa Sheva sakit, Ia benar-benar ingin mengantar Adrina ke rumahnya agar bisa dengan cepat melihat kondisi Sheva.
"Ayo, cepat masuk ke dalam mobilku,"
"Tapi bagaimana dengan driver ku?"
"Kamu tinggal menelponnya nanti. Kalau menunggu driver datang, mungkin akan lama,"
Bisa dipastikan Adrian akan kena sembur amarah Auristella. Apalagi kalau sampai Auristella tahu alasan keterlambatan Adrian menjemputnya adalah Adrina. Bisa-bisa asap dari hidung bangirnya keluar akibat terlalu kesal dengan Adrian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments