Setelah jam makan siang, Merlisa sudah di jemput dengan Indri dan Dimas. Di dalam mobil Merlisa asyik mengobrol dengan Indri yang berada di samping Dimas. Dimas hanya fokus mengemudi, sesekali melirik Merlisa lewat kaca spion depan.
Di dalam butik milik desainer ternama, Indri tengah sibuk memilih beberapa gaun pengantin yang di bantu dengan pelayan toko, Merlisa pun ikut membantu memilihkan gaun pengantin untuk Indri.
"Yang ini bagai mana dek?" tanya Indri sambil menunjukan gaun pengantin yang berada di tangannya.
"Eemm, sepertinya cocok deh buat kakak." Sahut Merlisa.
"Kalau menurut mas, bagaimana gaun pengantinnya bagus tidak?" tanya Indri juga kepada Dimas.
"Kalau mas si terserah kamu aja, semuanya yang di pakai sama kamu pasti akan terlihat cantik kok." Ucap Dimas tersenyum.
Indri yang di perlakukan seperti itu dengan Dimas merasa malu di buatnya.
Indri barjalan menuju ruang ganti, yang di bantu dengan salah satu pelayan. Dimas terus menatap Merlisa dengan tatapan yang sulit untuk di artikan, Merlisa menyadari itu namun ia memilih cuek dan menyibukan dirinya dengan benda pipih miliknya.
"Luar biasa kak, kak cantik banget." Ucap Merlisa sambil menunjukan 2 jari jempol tangannya, saat Indri sudah keluar dari ruang ganti.
Dimas hanya menatap Indri tanpa berkata apapun.
"kamu bisa aja dek." Sahut Indri merasa malu.
"Emang benar kak, kakak baru saja memakai gaunnya saja sudah cantik seperti ini, apa lagi sudah di make up, wahh aku sudah membayangkan betapa cantiknya kakak." Ucap Merlisa begitu antusias membayangkan pernikahan sang kakak.
Dimas masih asyik terus menatap calon pengantinmya.
Indri hanya tersenyum malu karena Dimas terus menerus menatapnya.
Kamu memang cantik Dri, tapi andai saja yang memakai gaun pengantin itu Merlisa pasti akan jauh lebih cantik lagi. Batin Dimas.
"Udah ya dek,kakak ganti baju dulu." Ucap Indri.
"Jangan dulu kak, aku ingin fhoto kalian untuk ku kirim kepada kak Andri. Kak Dimas udah dong jangan liatin kak Indri terus, tuh sana ganti tuxedonya." Ucap Merlisa sambil menunjukan tuxedo dengan warna senada dengan kak Indri.
"I...iya Ca." Gugup Dimas merasa salah tingkah.
Indri hanya geleng geleng kepala sambil tersenyum malu melihat Dimas melangkahkan kakinya menuju ruang ganti.
Dimas keluar dari ruang ganti dengan menggunakan tuxedo putih tulang yang senada dengan gaun pengantin Indri. Dimas begitu gagah menggunakan tuxedo itu.
"Ayo kalian berdekatan, aku mau fhoto." Ucap Merlisa tersenyum seceria mungkin.
Cklek...cklek...cklek... Suara kamera handphon milik Merlisa, mengambil beberapa gambar
"Udah kan dek, kak mau ganti baju." Ucap Indri yang di angguki Merlisa.
Indri dan Dimas pergi keruang ganti untuk mengganti pakaiannya.
Kalian begitu serasi, aku bahagia melihat mu bahagia kak Indri, namun dada ini begitu sesak melihat kebersamaan mu dengan Dimas. Batin Merlisa yang sedang menatap hasil fhoto Indri dan Dimas.
"Dek kamu bener tidak mau kakak anter pulang?" tanya Indri saat mereka bertiga sudah keluar dari butik.
"Bener kak, aku masih ada urusan lain. Kalian pergi saja aku gak apa apa kok." Sahut Merlisa.
"Ya sudah kalau begitu, kak pergi dulu ya dan terima kasih kamu sudah temani kakak hari ini." Ucap Indri tersenyum
"iya kak, aku seneng kok bisa temani kakak."
"Kamu hati hati ya dek." Ucap Indri mengelus pipi Merlisa sambil melangkahkan kakinya menaiki mobil milik Dimas.
Merlisa masih menatap mobil yang mulai melaju di jalan raya, menjauh dari pandangannya.
****
Merlisa menaiki ojek online yang sebelumnya ia pesan menuju tempat yang ia datangi.
Sampainya Merlisa di tempat yang ia tuju, di sebuah pemukiman kumuh di pinggiran kota, sisi lain dari ke hidupan ibu kota yang gemerlap.
Merlisa di sambut begitu hangat, ke datangan Merlisa begitu di tunggu akan ke hadiranya.
"Kak ica dataaaanngg!" teriak salah satu anak laki laki yang berusia 6 tahun yang benama yogi.
"wwaahhh kak ica datang, asyiiik." Ucap beberapa anak yang begitu antusias dengan ke datangan Merlisa.
Merlisa hanya tesenyum bahagia melihat anak anak yang begitu senang dengan ke datangannya.
"Nih kak Ica bawa makanan, dan ke perluan sekolah kalian. Di bagi - bagi ya jangan perebutan." Ucap Merlisa sambil memberikan 2 kantong kresek besar.
"Terima kasih kak Ica." Sahut anak - anak serempak.
"Sama sama sayang. Kakak mau ke ibu fatimah dulu ya, inget jangan berebutan. Ucap Merlisa yang melangkahkan kakinya menuju rumah kumuh yang terbuat dari triplek dan kardus itu.
Merlisa tersenyum melihat ibu paru baya yang sedang menyusun barang barang bekas yang ia kumpulkan.
"assalamualaikum ibu." Ucap Merlisa
"waalaikum salam." Ucap ibu Fatimah yang menoleh ke asal suara.
"Nak Ica, kamu datang nak." Ucap Fatimah lagi seraya menghampiri Merlisa dan memeluknya.
"Maaf ya bu, Ica baru sempat datang. Akhir akhir ini ica lagi banyak tugas kuliah, dan banyak pesanan di toko." Ucap Merlisa.
"Tidak apa apa nak, ibu mengerti ke sibukan mu. Ibu sudah senang kamu bisa ke sini di tengah ke sibukan mu." Ucap Fatimah mengelus rambut Merlisa.
Merlisa yang di perlakukan seperti itu hanya tersenyum bahagia, memang semenjak meninggalnya mama Diana, ibu Fatimah sudah di anggap seperti ibu kandungnya sendiri, meski Merlisa tidak tau seperti apa ibu kandungnya. Yang terpenting adalah mama Diana dan ibu Fatimah kedua wanita yang begitu berharga untuk Merlisa, meski mereka tidak mempunyai ikatan darah sekalipun.
"Bu Merlisa bawa makanan, mari kita makan bersama bu." Ajak Merlisa kepada ibu Fatimah.
Ibu Fatimah hanya mengangguk dan tersenyum bahagia.
Keduanya menyantap makanan bersama yang di bawa oleh Merlisa. Yang di iringi dengan obrolan dan canda tawa dari ke duanya.
"Ibu yang sabar ya, uang Ica belum cukup untuk ibu dan anak anak pindah dari sini." Ucap Merlisa di tengah makannya.
"Ibu sudah bilang nak, kamu tidak usah repot repot memikirkan ibu dan anak anak, kami di sini nyaman dan bahagia nak." Sahut Fatimah.
"Tidak bu, kalian harus hidup dengan layak. Itu adalah salah satu impian Ica." Ucap Merlisa, ibu hanya tersenyum menatap gadis yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.
Sungguh kau gadis yang berhati malaikat nak, kamu selalu saja memikirkan ke bahagiaan orang lain, tanpa memikirkan kepentingan diri mu sendiri. Batin Fatimah.
Setelah makan bersama, Merlisa berkumpul dengan ibu - ibu dan anak - anak yang berada di pemukiman tersebut, Merlisa bercengkrama bersama mereka, sesekali terdengar canda tawa mereka.
Kehadiran Merlisa selalu membawa ke bahagian di sekitar pemukiman kumuh tersebut, bagi mereka Merlisa adalah malaikat penolong yang di utus oleh tuhan untuk menolong mereka.
Melihat orang lain bahagia, sungguh sangat lah menyenangkan. Semoga keceriaan mereka tidak pernah hilang, amiin. Batin Merlisa
Bersambung...
Jangan lupa like,vote,rate dan komennya ya 🙏💪🙂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Netizen Kalem.....!!!!
kalau sampai Merlisa anak sultan gimna ya reaksi Hendra🤣
2021-02-16
0
sakura
novel mu bagus kak.banyakin promosi biar Tambah rame yg baca
2020-12-22
0
มกยูลผมn
aku p pengen jadi ica
2020-11-15
0