Part 07

Mamih Rembulan yang begitu khawatir dengan sang putra ia langsung mengambil obat tersebut dan memerintahkan pada kepala pelayan untuk mengambilkan air untuk sang putra.

"Kenapa jadi begini sih, siapa yang sudah lakuin ini sama kamu, Van?" tanya Mamih Rembulan yang memberikan pertanyaan pada putranya itu, rasa khawatirnya melebihi dirinya sendiri.

"Ini gak apa-apa, Mih. Gak usah khawatir, Revan sudah obati di kampus." sahut Revan yang tahu dengan kekhawatiran seorang wanita hebatnya hingga saat ini.

"Gak apa-apa gimana? Tangan kamu tuh merah gini," ucap Mamih Rembulan yang mengoleskan salep pada tangan putranya itu dan Revan hanya bisa pasrah saja.

Tata yang melihat majikannya itu mulai mengingat masa lalunya saat di kediaman Tuan Raditya yang dulu, ia pernah di buli sampai di ceburkan kedalam kolam renang oleh pelayan lainnya. Dan, Rembulan lah yang menjadi tameng dan pelindung dirinya di saat ia lemah. Tapi, Tata bersyukur bisa bertemu dan menjadi pelayan pribadinya Rembulan saat itu. Ia bisa belajar dari segi positifnya menjadi wanita kuat dan pemberani walaupun Rembulan begitu bar-bar dengan tingkah tengilnya itu.

"Kamu kenapa, Ta?" tanya Mamih Rembulan melihat pelayan pribadinya itu bengong sendiri.

"Eh, gak apa-apa, Ulan. Aku hanya teringat masa lalu ku saat aku di buli sama teman satu perjuangan ku di rumah yang dulu," jawab Tata yang terkejut, ia pun tersadar dari lamunannya.

Mamih Rembulan tersenyum, ia juga bisa merasakan apa yang telah pelayan setia itu rasakan dimana ia pun pernah di buli dan di kerjain habis-habisan oleh istri pertamanya suaminya itu. Dan ia pun teringat dengan kak Siska.

"Aku tak pernah mendengar kabar tentang Kak Siska lagi?" tanya Mamih Rembulan yang baru mengingatnya.

"Entah, yang aku ingat saat Tuan muda masih sekolah dasar ia pergi ke luar kota dan sampai sekarang tak ada kabarnya lagi." jawab Tata yang tahu soal mantan istri pertamanya Tuan Raditya.

Mamih Rembulan pun mengangguk dan tak bertanya lagi soal masa lalunya biar itu menjadi kenangan dan pelajaran untuk ke depannya. Hidupnya sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya yang harus berbagi suami tapi nyatanya ia yang menjadi istri kesayangan suaminya itu.

Di tempat lain, Aluna masih di kampus dan belum pulang karena ia ada pertandingan balap motor dengan teman satu kampusnya itu. Ada seorang pria yang menantangnya sepulang dari kampus tersebut.

"Lun, kamu gak kapok apa? Terus di marahi oleh Mamah mu itu," ucap Hesti yang sudah pusing meladeni dan menemani Aluna saat balap liar.

"Kalau ini mulut sampai buka suara dan gak keceplosan, Mamah ku gak akan tahu, mengerti." jawab Aluna yang gemes melihat raut wajah temannya itu lagi kacau.

"Lu kapan berubahnya sih," oceh Hesti yang tak habis pikir dengan kelakuan temannya itu yang hobi tantangan dan balap liar.

"Entah," balas Aluna dengan singkat. Ia tak mungkin meninggalkan hobinya itu yang begitu menyenangkan dan penuh tantangan.

Aluna yang suka tantangan dalam hidupnya, ia tak seperti cewek pada umumnya yang bisa menghabiskan uang dan shoping di mall yang sering cewek lakukan. Hidupnya yang sudah berkecukupan dan sang Papah pun menuruti keinginannya dan mendukung apa yang ia inginkan. Tapi, Papahnya selalu berpesan jika ia tak boleh melakukan dan bergaul berlebihan.

Hesti yang membuang napasnya dengan kasar, ia tak bisa menolak ajakan temannya itu dan ia pun harus mengikuti apa yang Aluna lakukan.

"Terus kalau Mamah lu nanya gimana? Gue alasan apa coba?" tanya Hesti yang pusing harus beralasan apa pada Mamahnya Aluna jika pulang telat.

"Gak mungkin, Hes. Ponsel mu kan mati. Jadi, Mamah ku tak akan menanyakan tentang keberadaan kita. Bilang saja aku ada kegiatan di kampus ini." ujar Aluna yang menarik tangan Hesti, ia sudah telat karena orang yang telah menantang dirinya sudah ada di lokasi.