Chapter 4 "Azka's Reminiscence"

Istana Kerajaan Oleander, tepatnya kediaman Raja. Tampak dua orang sedang berjalan memasuki ruangan, dan di ikuti oleh beberapa pasukan Lancer. Salah satu pimpinan itu adalah, Izami Glind, dan seorang pria yang memiliki rambut abu-abu pendek.

Mereka berdua beserta anak buahnya menghormat kepada Raja dari kerajaan Oleander ke VIII berusia 52 tahun, Oleander Edric.

Raja Edric tersenyum dan berkata, "Senang bertemu denganmu lagi, Kapten Yuga."

Edric tersenyum hangat sekaligus ramah kepada pria berusia 23 tahun itu. Dia memakai jubah putih khas pasukan Lancer yang menandakan dirinya adalah Kapten.

"Senang juga bertemu denganmu, Tuan Edric." Ucap orang yang bernama Yuga.

Izami menatap mata Yuga yang berwarna hitam dengan tatapan sedikit sinis, "Dari penampilanmu kau terlihat sehat sehat saja ya, Yuga."

Yuga menoleh ke arah Izami, "Kau sepertinya sedang bahagia ya, Izami," ucapnya santai.

Izami hanya tersenyum kecil, dan ruangan itu seketika di landa kesunyian akibat tatapan mereka yang memberikan ancaman.

Menyadari suasana yang begitu memanas antara mereka, Raja Edric pun berdeham dan meredam atmosfer diruangannya.

"Ehem, kalian terlihat akrab seperti biasanya. Ngomong ngomong  Kapte Yuga, sekali saya ucapkan selamat datang di kerajaan Oleander."

Yuga menoleh dengan tatapan dingin, di depanya adalah seorang Raja yang berpenampilan seperti diktator tua dengan janggut hitam yang telah di semir.

"Pertama, aku tidak terlalu akrab dengan orang ini," sambung Yuga dingin, "Dan satu lagi, aku datang ke sini karena di perintah untuk mengawasi Buster di daerah sini."

"Ya, aku sudah mendengar dari markas Lancer pusat. Kami dari kerajaan Oleander akan sangat senang membantumu."

"Anda tidak perlu repot repot. Aku bersama pasukanku sudah lebih dari cukup untuk melakukannya."

Terdengar dari gaya bicara Yuga yang sedikit arogan memang membuat Raja Edric cukup kesal. Tapi ia berusaha meredamnya karena tak ingin membuat masalah yang lebih besar pada pria berambut abu abu itu.

Berbeda dari Raja Edric, Izami secara terang terangan memasang tatapan geram karena Yuga jelas jelas meremehkan pasukannya.

"Masih sombong seperti biasanya ya?!"

"Tidak juga." Yuga tampak santai meresponnya.

"Kalau memang itu kemauan anda apa boleh buat. Mulai dari sini mohon kerja samanya, Kapten Yuga."

Senyuman kecil terpaksa keluar dari raut wajah Raja Edric. Dia berusaha agar Yuga cepat meninggalkan ruangannya karena sedikit kesal dengan sikap arogannya.

"Kami sudah menyiapkan penginapan untuk anda dan pasukan anda. Pengawalku akan senang mengantar kalian kesana." Raja Edric lalu menatap pengawalnya yang sudah terlihat siap.

"Terima kasih banyak," kata Yuga datar.

Kemudian, Yuga berbalik menatap beberapa anak buahnya dan menambahkan, "Kalau begitu saya permisi."

Yuga dan pasukannya pun pergi dari istana itu ditemani oleh seorang pengawal dengan seragam penjaga kerajaan.

Menatap punggung Yuga yang telah pergi bersama pasukannya, Izami semakin memasang eskpresi geram.

"Mau mau saja anak buahnya mengikuti orang itu!"

"Kau masih saja membencinya ya, Izami. Seperti yang kau dengar, dia hanya ditugaskan sementara disini.

"Aku memang tidak pernah menyukai orang itu ... apalagi sejak dia merekomendasikan si sampah itu menjadi wakil kapten." Izami terus menggerutu.

"Aku dengar dia ada di kota ini beberapa hari yang lalu. Aku cukup terkejut mengetahui kalau dia masih hidup."

"Ya, aku sempat bertemu dengannya. Tapi itu tidak akan lama ... karena aku sudah mempunyai rencana bagus untuk benar benar menyingkirkannya." Izami memasang tatapan mencurigakan seperti merencanakan sesuatu yang jahat.

***

Sementara itu, padang rumput yang tidak jauh dari kerajaan Oleander, Tricia sedang memanah Mousse yang ukurannya tidak terlalu besar. Panah yang di gunakan Tricia memiliki warna pink dengan dominan putih, cukup indah jika panah itu bersinar di bawah cahaya matahari.

Melihat kekuatan cara Tricia memanah, Azka hanya diam memperhatikan Tricia terus melesatkan panahnya ke beberapa Mousse.

Setelah bersamanya cukup lama, Azka sedikit terkejut karena baru kali ini ia melihat kekuatan Tricia yang sesungguhnya. Terlihat Tricia menciptakan sebuah anak panah bercahaya hijau terang dari tangannya.

"Kemampuan Linkmu unik juga," sahut Azka dingin.

Tricia lalu menoleh dengan senyuman lembut, "Link Arrow, dengan kekuatan ini aku bisa menciptakan sebuah panah dari tanganku dan menembakkannya."

Setelah memberi penjelasan itu, Tricia kembali memanah dan kembali mengenai seekor Mousse yang berlari kearahnya.

"Jadi itu panah khusus pengguna link panah ya?" Azka kembali bertanya saat memperhatikan Tricia menggunakan panahnya.

"Ya, panah ini di berikan oleh ibuku saat aku masih kecil. Karena itu juga, aku sangat berterima kasih padamu karena telah memperbaikinya." Tricia menjelaskan dengan sorot mata coklatnya yang begitu indah.

"Kau tidak perlu berterima kasih."

Kemudian, Azka berjalan ke salah satu pohon untuk bersandar dan berkata, "Padahal yang memperbaiki panahmu adalah pak tua itu."

Melihat Azka yang beristirahat di bawah pohon, Tricia menatapnya lembut, "Aku akan menangkap beberapa buruan untuk makan malam."

Setelah mengatakan itu, Tricia mulai berjalan memasuki hutan.

“Sebaiknya kau tidak per—”

"Apa yang kau bicarakan? Kita sudah berteman kan? Jadi sekarang, biar giliranku yang berburu untuk makan malam." Memotong ucapan Azka, Tricia menghentikan langkahnya ketika menoleh ke arahnya.

Mendengar semua itu, Azka hanya terdiam sambil melihat Tricia memegang panahnya menuju ke hutan.

Teman, ya? batinnya.

Suasana padang rumput sedikit tertiup angin, membuat Azka semakin terlena dalam rasa sejuk yang mulai terasa di seluruh tubuhnya. Dia perlahan menutup matanya dan tiba tiba ingatan tentang masa kecilnya bersama sosok wanita yang samar-samar.

***

[12 Tahun yang Lalu]

Sebuah desa kecil bernama Masaya, desa yang di telah di asingkan dari Kerajaan Oleander. Penduduk dari desa itu juga rata-rata di landa kemiskinan dan bangunan bangunan desa yang tidak terawat.

Desa Masaya sendiri sangat jauh dari ibukota Olean, Perbedaan strata dan diskriminasi terhadap mereka sangat jelas terlihat karena Raja dari Oleander sendiri tidak pernah memberikan bantuan apapun ke desa Masaya yang sekarang di ambang kehancuran.

Dengan pakaian dan penampilan yang sedikit lusuh, Azka kecil yang berusia 7 tahun, tinggal disebuah rumah tua yang sedikit lapuk. Tampak dia sedang termenung di depan pintu seperti menunggu kedatangan seseorang.

Kemudian, seorang wanita 25 tahun berambut hitam panjang dan mata bulat berwarna coklat menghampiri Azka yang sejak tadi menunggunya.

Pakaian wanita itu memang sama seperti warga desa pada umumnya tapi, karena parasnya yang sedikit menawan membuat wanita itu lebih terlihat mencolok di bandingkan warga desa lainnya.

"Aku pulang, Azka," kata wanita itu, sambil membawa sepotong roti dengan senyuman lembut.

Melihat senyuman itu, Azka menatapnya dengan ramah dengan senyuman menyapa, "Selamat datang, Mia-san."

Mia kemudian masuk ke dalam rumah tua itu dan menaruh sepotong roti diatas meja. "Harusnya kau tidak perlu menungguku di sana kan?"

"Aku … hanya mengkhawatirkanmu."

Mendengar Azka yang begitu perhatian padanya, Mia hanya bisa tertawa kecil dan berkata, "Kamu masih terlalu kecil untuk mengkhawatirkanku."

Kemudian, Azka mendekat ke meja tempat Mia menaruh sepotong roti dan berkata, "Padahal aku ini sudah cukup kuat untuk melindungimu.”

“Iya, iya," sahut Mia sambil membelai rambut Azka yang berwarna hijau gelap itu.

Sedikit tersipu malu, Azka memalingkan pandangannya dari Mia, "Jangan membuatku seperti anak kecil ...."

“Kamu kan memang masih kecil." Mia tersenyum seakan menggoda Azka yang terlihat menyembunyikan rasa senangnya.

Melihat Mia yang terus menggodanya, Azka semakin memalingkan pandangannya dengan perasaan ngambek, "Aku mohon hentikan itu, Mia-san."

Mia hanya tertawa kecil melihat ekepresi Azka, "Baiklah ..."

Kemudian, Mia memberikan sepotong roti ke Azka dan berkata, "Maaf, aku cuma bisa membelikan ini. Akhir akhir ini pembeli sangat jarang terlihat."

Azka mengambil roti itu sambil memegang tangan Mia dengan pelan, "Kenapa kau berbicara seperti itu? Ini sudah lebih dari cukup."

Kemudian, Azka mulai memakan roti itu perlahan dan berkata, "Enak!" serunya berseri-seri..

"Syukurlah."

Melihat tatapan Mia yang sedikit mencurigakan, Azka terdiam sejenak dan bertanya, "Mia-san … kau tidak makan?"

"Aku sudah makan saat menjual beberapa dagangan tadi sore."

"Jangan berbohong … kau belum memakan apapun kan?" tanya Azka dengan tatapan yakin. Dia tahu kalau ekspresi Mia sedang menyembunyikan sesuatu.

"Kamu tak perlu khawatir … aku masih cukup kenyang."

"Aku mohon Mia-san, kau juga harus makan ...." Sambil memberikan potongan roti kepada Mia, Azka memasang tatapan memohon.

Sempat terdiam sejenak melihat Azka, Mia perlahan mengambil roti itu dan memasang senyuman lembut, "Baiklah, tapi kamu juga harus makan, Azka."

Azka mengangguk mengiyakan perkataan Mia sambil memakan sepotong roti yang telah dia bagi menjadi dua.

Kemudian, disaat mereka sedang makan terdengar suara teriakan orang memanggil nama Mia dengan nada tersulut emosi.

"Keluar kau Mia!"

"Kami tau kau di dalam, cepat keluar!"

Dengan raut wajah khawatir, Azka memusatkan pandangannya ke Mia dan bertanya, "Mereka datang kembali ya?"

Sebenarnya teriakan warga desa kepada mereka sudah tidak menjadi hal yang asing, karena penduduk desa Masaya sejak awal sangat membenci Azka dan Mia.

Mendengar teriakan warga, Mia hanya sedikit terkejut lalu menatap Azka dengan senyuman seakan menyuruhnya untuk tetap tenang.

"Kamu tak usah khawatir, aku akan menemui mereka." Ucap Mia yang kemudian pergi menemui mereka.

"Tapi …." Azka hanya terdiam sekaligus khawatir melihat Mia.

Setelah membuat Azka mengerti, Mia menemui beberapa warga yang telah menuggunya keluar dan terlihat mereka memasang wajah dengan tatapan benci terhadapnya.

"Berani beraninya kau merusak lapak jualan kami!" bentak salah satu warga emosi.

"Maaf … tapi saya tidak mengerti dengan maksud kalian ...." tanya Mia bingung.

"Tidak usah berlagak bodoh, kau yang berdagang di daerah kekuasaan kami adalah kesalahan terbesarmu!"

"Gara gara paras wajahmu itu, banyak dari kami kehilangan para pembeli!"

Mia semakin bingung dengan pernyataan warga sambil menerka nerka kesalahan apa yang telah ia buat, "Saya benar benar minta maaf atas kesalahan saya tapi … saya sudah tidak lagi menempati lapak kalian."

"Kau memang benar sudah tidak lagi berdagang di tempat kami. Tapi, gara gara itu juga banyak pembeli yang terus menanyai tentangmu dan tidak ingin membeli dagangan kami!"

"Tapi, itu bukanlah kesalahan saya …."

"Bukan salahmu? Lalu salah siapa?!" Orang itu terus membentaknya, "Kau yang berada di desa ini sudah menjadi kesalahan terbesarmu. Dasar wanita tidak tau diri!"

Azka yang sejak tadi mendengar teriakan mereka dari dalam rumah mulai merasa geram. Apalagi cara mereka membentak Mia benar-benar tidak beralasan. Tanpa pikir panjang, langsung berlari menemui mereka di luar rumah.

"Berhenti menyalahkan dia!" teriak Azka tajam. "Mia-san tidak melakukan kesalahan apa apa, kenapa kalian begitu marah padanya?!" Azka semakin geram ketika melihat wajah mereka yang tidak bergeming.

"Azka! Apa yang kau lakukan?!" Mia terkejut ketika Azka datang membelanya.

Namun, penduduk desa yang melihat Azka membela Mia semakin tersulut api emosi, "Mau apa kau bocah?! Kami tidak ingin mendengar teriakan dari anak buangan sepertimu!"

Kemudian, salah satu orang itu menatap Azka dan Mia secara bergantian dan melanjutkan, "Kalian berdua itu sama saja. Terutama kau, bocah sialan! Bocah terlantar sepertimu hanyalah aib dari desa ini!"

"Kau itu harusnya sadar kalau kau tidak punya tempat untuk hidup!"

Beberapa teriakan warga terus mengalir tanpa peduli. Sekarang mereka mencurahkan kekesalannya terhadap Azka yang menjadi sumber permasalahan.

Mendengar cacian mereka, Azka hanya tertunduk diam dengan perasaan sedih. Teriakan kebencian mereka memang sudah menjadi suara yang terus mengiringinya sejak dulu. Meskipun begitu, Mia selalu menasehatinya untuk membalasnya dengan senyuman. Tapi, dia hanyalah bocah 7 tahun dengan hati yang begitu rapuh

Di samping itu, Mia mulai terbawa kekesalan ketika mereka terus meneriaki Azka. Sebagai kakak sekaligus Ibunya, dia berdiri menutupi Azka dengan maksud melindunginya dari cercaan mereka.

"Hentikan kalian semua!" Suara Mia mulai meninggi. "Kalian boleh menghinaku! Tapi aku mohon jangan bawa bawa anak ini. Dia hanyalah anak kecil yang ingin berbaur bersama kalian. Jika memang kalian membenciku, tolong salahkan saja aku. Tapi aku memohon ke kalian semua untuk jangan menyalahkannya, aku mohon …." Di akhir kalimatnya, suara Mia semakin bergetar. Itu terjadi karena dia sedang bersujud seakan memohon di hadapan mereka.

Seketika Azka mengernyit melihat Mia bersujud di depan para warga, "Mia-san, kumohon jangan lakukan itu …." Dia mendekati Mia dan berusaha membangunkan tubuh rampingnya.

Penduduk desa yang awalnya sangat geram mulai menunjukkan tanda tanda mereda melihat Mia bersujud. Mereka hanya bisa terdiam kehilangan kata-kata. Meski begitu hati mereka belum sepenuhnya luluh dan tatapan mereka masih di penuhi kebencian..

"Hanya buang buang waktu saja, ayo kita pergi."

Seakan tak peduli dengan Mia, kerumunan warga mulai meninggalkan mereka berdua dengan perasaan tak bersalah.

Setelah kepergian mereka, Azka mencoba memeluknya, "Maaf, Mia-san ... gara gara aku kau sampai bertindak sejauh ini. Apa yang mereka katakan itu benar, aku hanyalah anak buangan yang seharusnya tak ada. Jadi kau tak perlu membelaku lagi." Azka menyelesaikan kata-katanya dengan senyuman tegar.

Mendengar suara Azka yang bergetar, Mia langsung memeluknya dengan lembut. "Ucapan mereka semua tidaklah benar ...."

"Tapi …."

"Kamu tidak perlu meminta maaf. Ingat lah satu hal Azka ...." Kemudian, Mia tersenyum hangat sambil mengangkat wajah Azka dan melanjutkan, "Sebenci apapun mereka dan sejahat apapun mereka, aku akan selalu di sini menyayangimu."

Sebuah kalimat yang begitu hangat dan lembut, Azka Endorphane seakan menemukan sebuah cahaya dari gelapnya kebencian. Dia tidak akan pernah melupakan itu, karena Mia, adalah harapan dari semua penderitaannya.

***

Setelah tertidur cukup lama, Azka yang sedang bersandar di pohon, membuka matanya perlahan dan menyadari bahwa hari sudah gelap. Matahari telah terbenam sejak beberapa menit yang lalu. Sekarang suasana hangat dari api unggun membuat hatinya menjadi hangat.

Di hadapannya terlihat Tricia sedang menyiapkan beberapa makanan dari hasil buruannya.

"Oh, baru saja aku mau membangunkanmu." Ucap Tricia ketika menoleh ke arah Azka.

"Maaf aku tidak sempat membantumu."

"Tak apa, kau sedang kelelahan, kan? Aku akan menyiapkan makanan untukmu jadi kau tak perlu khawatir."

Setelah mengatakan itu, Tricia tersenyum dan kembali melanjutkan persiapannya untuk makan malam.

Melihat Tricia yang sedang tersenyum, membuat Azka terdiam sejenak.

Kenapa dia bisa tersenyum seperti itu? Kapan terakhir kali aku bisa tersenyum seperti itu?

Benar, itu benar, jawaban itu hanya bisa kutemukan ketika mendengar kata-kata itu.

"Sebenci apapun mereka, sejahat apapun mereka, aku akan selalu di sini menyayangimu."

Sebuah kalimat yang tidak akan pernah dia lupakan, itu adalah saat-saat dia masih bisa tersenyum. Tapi, cahaya yang sudah menerangi jalannya, telah tiada ...

To be Continued...

Terpopuler

Comments

kimzky

kimzky

Iyo Iyo

2021-02-07

0

AnggiV

AnggiV

kak mampir yuk dikaryaku juga😁

2020-09-27

0

bejo

bejo

lanjutkan Thor

2020-08-11

2

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Chapter 1 "Azka Endorphane"
3 Chapter 2 "The Runaway Girl"
4 Chapter 3 "Behind the Tears"
5 Chapter 4 "Azka's Reminiscence"
6 Chapter 5 "Inauguration"
7 Chapter 6 "Olasia Town"
8 Chapter 7 "Receptionist Girl"
9 Chapter 8 "Request"
10 Chapter 9 "Unwanted Incident"
11 Chapter 10 "Fear of the Past"
12 Chapter 11 "Tricia's Desire"
13 Chapter 12 "Sincere Smile"
14 Chapter 13 "Solitude, Part 1"
15 Chapter 14 "Solitude, Part 2"
16 Chapter 15 "Indecision"
17 Chapter 16 "To the Death? Azka Vs Izami"
18 Chapter 17 "Ray of Light"
19 Chapter 18 "Friends" (Arc 1 - End)
20 Chapter 19 "Levin Fullbright"
21 Chapter 20 "Clint the Projectile"
22 Chapter 21 "Heart of Delinquent"
23 Chapter 22 "Fidel"
24 Chapter 23 "Something Precious"
25 Chapter 24 "Remains"
26 Chapter 25 "Intention and Dream"
27 Chapter 26 "Fighter Vs Performer"
28 Chapter 27 "Reason"
29 Chapter 28 "Showdown at Corael! Azka Vs Clint"
30 Chapter 29 "Hidden Hope"
31 Chapter 30 "Corael Festival"
32 Chapter 31 "Physical Link"
33 Chapter 32 "Uninvited Whipers"
34 Chapter 33 "Liar"
35 Chapter 34 "Fray at Corael"
36 Chapter 35 "Gracia Lilac"
37 Episode 36 "Courage of Village Chief"
38 Chapter 37 "A New Friend, Levin the Delinquent!"
39 Chapter 38 "Memories Left In the Heart and Soul" (Arc 2 - End)
40 Chapter 39 "Heading"
41 Chapter 40 "Rumors in Hayate Town"
42 Chapter 41 "Little Beast"
43 Chapter 42 "Filia Lucette"
44 Chapter 43 "Orphanage"
45 Chapter 44 "Crimson Buster"
46 Chapter 45 "Types of Link! Valdia and Vistia"
47 Chapter 46 "Planning"
48 Chapter 47 "Incident Behind the Theft"
49 Chapter 48 "Riot in the Bar"
50 Chapter 49 "Intense! Levin Vs Kazel"
51 Chapter 50 "Levin and Tricia Decision!"
52 Chapter 51 "Combination Attack: Triumph Explosion"
53 Chapter 52 "Filia's Persistence"
54 Chapter 53 "Movement"
55 Chapter 54 "Surrounded"
56 Chapter 55 "Chain of Death"
57 Chapter 56 "Trust"
58 Chapter 57 "Chain Destruction"
59 Chapter 58 "Remaining Hope"
60 Chapter 59 "Chains and Blood, Part 1"
61 Chapter 60 "Chains and Blood, Part 2"
62 Chapter 61 "Upheaval At Hayate Town"
63 Chapter 62 "Drowned in Compliment"
64 Chapter 63 "Souls That Living in Our Link"
65 Chapter 64 "Disappointment"
66 Chapter 65 "Confrontation"
67 Chapter 66 "Little Girl Shouldn't Bear it All"
68 Chapter 67 "Crimson Fang"
69 Chapter 68 "The Loser One"
70 Character Ilustration & Information
71 Chapter 69 "Anger to Believe"
72 Chapter 70 "Darkness Point"
73 Chapter 71 "Similarity"
74 Chapter 72 "Between Two Blow"
75 Chapter 73 "Repentance"
76 Chapter 74 "Behind the Truth"
77 Pengumuman
Episodes

Updated 77 Episodes

1
Prolog
2
Chapter 1 "Azka Endorphane"
3
Chapter 2 "The Runaway Girl"
4
Chapter 3 "Behind the Tears"
5
Chapter 4 "Azka's Reminiscence"
6
Chapter 5 "Inauguration"
7
Chapter 6 "Olasia Town"
8
Chapter 7 "Receptionist Girl"
9
Chapter 8 "Request"
10
Chapter 9 "Unwanted Incident"
11
Chapter 10 "Fear of the Past"
12
Chapter 11 "Tricia's Desire"
13
Chapter 12 "Sincere Smile"
14
Chapter 13 "Solitude, Part 1"
15
Chapter 14 "Solitude, Part 2"
16
Chapter 15 "Indecision"
17
Chapter 16 "To the Death? Azka Vs Izami"
18
Chapter 17 "Ray of Light"
19
Chapter 18 "Friends" (Arc 1 - End)
20
Chapter 19 "Levin Fullbright"
21
Chapter 20 "Clint the Projectile"
22
Chapter 21 "Heart of Delinquent"
23
Chapter 22 "Fidel"
24
Chapter 23 "Something Precious"
25
Chapter 24 "Remains"
26
Chapter 25 "Intention and Dream"
27
Chapter 26 "Fighter Vs Performer"
28
Chapter 27 "Reason"
29
Chapter 28 "Showdown at Corael! Azka Vs Clint"
30
Chapter 29 "Hidden Hope"
31
Chapter 30 "Corael Festival"
32
Chapter 31 "Physical Link"
33
Chapter 32 "Uninvited Whipers"
34
Chapter 33 "Liar"
35
Chapter 34 "Fray at Corael"
36
Chapter 35 "Gracia Lilac"
37
Episode 36 "Courage of Village Chief"
38
Chapter 37 "A New Friend, Levin the Delinquent!"
39
Chapter 38 "Memories Left In the Heart and Soul" (Arc 2 - End)
40
Chapter 39 "Heading"
41
Chapter 40 "Rumors in Hayate Town"
42
Chapter 41 "Little Beast"
43
Chapter 42 "Filia Lucette"
44
Chapter 43 "Orphanage"
45
Chapter 44 "Crimson Buster"
46
Chapter 45 "Types of Link! Valdia and Vistia"
47
Chapter 46 "Planning"
48
Chapter 47 "Incident Behind the Theft"
49
Chapter 48 "Riot in the Bar"
50
Chapter 49 "Intense! Levin Vs Kazel"
51
Chapter 50 "Levin and Tricia Decision!"
52
Chapter 51 "Combination Attack: Triumph Explosion"
53
Chapter 52 "Filia's Persistence"
54
Chapter 53 "Movement"
55
Chapter 54 "Surrounded"
56
Chapter 55 "Chain of Death"
57
Chapter 56 "Trust"
58
Chapter 57 "Chain Destruction"
59
Chapter 58 "Remaining Hope"
60
Chapter 59 "Chains and Blood, Part 1"
61
Chapter 60 "Chains and Blood, Part 2"
62
Chapter 61 "Upheaval At Hayate Town"
63
Chapter 62 "Drowned in Compliment"
64
Chapter 63 "Souls That Living in Our Link"
65
Chapter 64 "Disappointment"
66
Chapter 65 "Confrontation"
67
Chapter 66 "Little Girl Shouldn't Bear it All"
68
Chapter 67 "Crimson Fang"
69
Chapter 68 "The Loser One"
70
Character Ilustration & Information
71
Chapter 69 "Anger to Believe"
72
Chapter 70 "Darkness Point"
73
Chapter 71 "Similarity"
74
Chapter 72 "Between Two Blow"
75
Chapter 73 "Repentance"
76
Chapter 74 "Behind the Truth"
77
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!