꧁ Art Cover Novel [ 1 ] ꧂
“Walaupun itu ilusi, semuanya tidak akan berubah. Jika ini kenyataan, barulah semuanya berubah.”
...-.o°0°o.-...
Pukul 14.00 siang, inilah saatnya para mahasiswa untuk pulang dari kampus ataupun pergi mengerjakan tugas pribadinya seperti bekerja di kantor.
Arselia kini menuju perpustakaan untuk mencari sahabatnya yang entah dimana saat ini, menurut tebakannya pastinya ia sedang berada di perpustakaan.
Pertama kali yang dipikirkan Arselia ketika keluar dari kelas adalah mencari keberadaan Serina, sahabatnya yang satu ini pasti sedang berada di perpustakaan membaca buku.
Tadinya Arselia sudah mencari ke kelas namun tidak ada teriakan keras dari Serina saat membicarakan anak baru di kampusnya, kelasnya sudah tidak ada penghuni sama sekali ketika Arselia menyusul.
“Lihat Serina gak?” tanya Arselia pada penjaga perpustakaan.
Namanya kak Jane, begitulah mahasiswa lain memanggilnya. Perempuan berkacamata bulat yang selalu mengenakan pakaian penjaga, ia sangat berwibawa dan kini sedang mengerutkan kening, menatap tajam Arselia yang sedang bertanya.
“Serina?” tanya kak Jane heran.
Kini Arselia yang berganti mengerutkan dahi, kak Jane tersenyum tipis apalagi mulutnya yang ingin menahan tawa yang tidak pernah ditemukan di mata Arselia.
“Iya kak, masa kakak lupa sih? Aku kan selalu bareng Serina ke sini,” jelas Arselia menuntut jawabannya, lalu kak Jane menyentuh kening Arselia.
“Nggak panas, tapi kok kamu halu Sel?” sontak Arselia menggelembungkan pipinya yang tandanya kesal.
“Ngawur gimana? Udah deh, tadi Serina ada ke sini apa enggak sih?” tanya Arselia mengulang, kali ini dengan tangan berada di pinggang.
“Kalian kan musuhan,” penjelasan yang diberikannya membuat Arselia terdiam namun menunjukkan bahwa dirinya kesal.
“Ini bukan April Mop kak, ini udah Desember! Kak Jane, jangan ngomong sembarangan dong. Aku buru-buru nih hari ini, jangan banyak basa-basi dong,” ucap Arselia dengan tatapan melotot, meskipun penjelasan kak Jane terlihat begitu meyakinkan.
Kak Jane tertawa keras hingga perutnya sakit akibat ulahnya sendiri. Inilah satu sifat yang tidak pernah diperlihatkan ke Arselia padahal Arselia dan Serina itu pelanggan tetap di perpustakaan.
Setiap kali mereka datang pasti disuguhi wajah dingin dan datarnya, ia tertawa dan dibalas senyum oleh kak Jane saja sudah termasuk hal yang langka bagi Arselia.
“Akhirnya kak Jane ketawa juga,” ujar Arselia yang mengatakan pada Jane, agar ia sadar.
Tentu saja terkejut melihat fakta di depannya, sebenarnya bagus sih. Jadi, kalau ke perpustakaan tidak takut dengan wajah galaknya kak Jane lagi.
“Kamu aneh, Sel.”
Ujar kak Jane sambil berdecak kesal melihat tingkah Arselia yang tiba-tiba mencari Serina, musuhnya.
Arselia mengangguk setuju, dia juga merasa ada yang aneh. Suasana di sekitarnya terasa berubah. Entah karena kalung yang melingkar di lehernya atau gelang yang terasa pas di pergelangan tangan.
Ataukah ucapan selamat ulang tahun dari alam bawah sadar yang seperti panggilan kematian, yang pasti semuanya terasa semu, abu-abu dan gelap.
“Ya udahlah, nggak ketemu Nico kemarin buat kamu jadi linglung kali ya?” kak Jane tertawa lagi dan lebih renyah dari yang sebelumnya.
Belum sempat Arselia mencerna kata-kata kak Jane, perempuan itu memekik heboh.
“Nah, itu dia!”
Arselia mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk kak Jane dan mata Arselia membulat ketika Serina tertawa senang dengan kedua temannya, Arselia hanya mengingat dua orang itu satu kelas dengan Serina. Namun untuk kedekatan mereka, hal itulah yang perlu dipertanyakan sekarang.
“Serina!” panggil Arselia keras.
Serina yang tadinya sedang mengerjai Fifi, si kutu buku paling sering dibully itu menjadi terdiam. Raut wajah heran tergambar di wajah Serina yang membuat langkah kaki Arselia melambat. Tidak ditemukannya Serina yang heboh dengan kehadiran Arselia ataupun serbuan Serina sebelum Arselia menyapanya sekali pun.
“Serina, kita bisa bicara berdua?” tanya Arselia dengan nada lirih.
Apalagi ketika kedua teman Serina menatap Arselia dengan tatapan tajam seolah-olah Arselia menyembunyikan sesuatu yang berharga yang membuat Arselia jadi salah tingkah.
“Kamu siapa?” tanya Serina heran.
Arselia terkejut, tidak ada tanda-tanda Serina yang sedang mengerjainya dan badan Arselia mulai bergetar seperti dihujani ribuan mata yang siap menerkamnya.
“Ini gak lucu Serina! Di saat begini kamu malahan bercanda, aku lagi serius!” sungut Arselia keki dan suasana di sekitarnya berubah mencekam.
Mendung bergelayut yang membuat sinar matahari yang tadinya menerobos masuk, kini mulai menghilang.
“Siapa yang bercanda? Aku beneran gak kenal kamu, jadi aku harus gimana berbohong padamu?” jawab Serina dengan santai.
Kedua tangannya berlipat di depan dada setelah menyentil dahi Fifi hingga membuatnya lari secepat kilat. Serina berdiri sambil mengamati Arselia dari atas ke bawah.
“Kamu kan yang mau kerja di tokonya ayah?” ujar Serina setelah menyadari sesuatu, lalu menghentikan aktivitasnya meneliti Arselia.
“Ayah? Maksudmu apa sih?” tanya Arselia memastikan.
“Serius, kamu gak kenal Paman Jason Ferchy Harvey? Beneran? Pft, haha.”
Ejek Emely Alister, perempuan dengan rambut sebahu warna merah bata.
Arselia mengingatnya, dia selalu membuat onar di hadapan dosen atau mahasiswa lain dan dia juga termasuk spesies yang dihindari Arselia dan Serina.
Tunggu, bukannya Arselia memang sudah bekerja dengan Mr. Jason sejak lama ya? Maksudnya yang mau kerja itu pasti bukan dia, kayaknya otak Serina terbentur sesuatu.
“Serina, kita perlu bicara sesuatu.” Pinta Arselia cepat karena firasatnya mengatakan hal buruk yang sedang terjadi.
“Maaf, Serina ngak punya banyak waktu untuk ngeladenin kamu.” Jawab Mitta Wildson.
Matanya yang sebesar jengkol pernah membuat Serina jengkel setengah mati, Arselia masih mengingat itu. Waktu itu Serina dipelototi Mitta karena mengadukan kecurigaannya waktu ujian.
“Tapi ini penting!” ucap Arselia sedikit menaikkan nada bicaranya.
“Maaf, em ... Siapa namamu?” ucap Serina sambil mengingat-ingat.
Hati Arselia sakit, bahkan nama sahabat sendiri saja tidak tahu. Sifatnya hari ini dengan kemarin beda jauh, semalam dia begitu baik, tapi kenapa hari ini begitu mengesalkan.
“Oh ya, Arselia kan? Aku ngak tahu siapa kamu, jadi minggir sekarang!” ucap Serina tak kalah kerasnya dengan Arselia.
Serina berjalan melaluinya dan sempat menyenggol Arselia hingga terhuyung pelan, Mitta dan Emely hanya mengekornya dari belakang.
Arselia pernah mengalami kejadian seperti ini dengan peristiwa yang sama persis dan dilakukan oleh Mitta dan Emely menggunakan ucapan yang sama juga. Namun bedanya Serina tidak ada diantara mereka.
“Sel, kamu ngak apa-apa?”
Arselia menoleh ketika berbalik dan ditemukannya wajah khawatir yang seharusnya membuat Arselia merasa tenang dan lega, namun alih-alih bertambah khawatir.
“Liana?”
Liana tertawa ramah pada Arselia, padahal seharusnya ia menampilkan ekspresi judes dan sombong seperti sifat Serina tadi.
“Iya, ini aku Liana, sekaligus sahabatmu.”
Sahabat katanya? Sahabatnya itu Serina!
“Ngak! Kamu bukan sahabatku, sahabatku itu Serina!” tolak Arselia dan berjalan mundur dengan teratur.
“Kamu ngawur lagi ya, Sel. Padahal kita udah jadi sahabat dari kecil loh,” koreksi Liana dan berusaha mendekat.
Arselia menggelengkan kepalanya, sebenarnya Liana adalah perempuan yang selalu meremehkannya sejak dulu. Hobinya menjahili kutu buku yaitu Fifi untuk mendapatkan kesenangan dan ia lebih memilih nongkrong di kantin daripada ke perpustakaan atau mengikuti mata kuliah. Liana bahkan pernah mendorongnya hingga tersungkur ketika Arselia mengotot tidak mau memberikan antriannya waktu di Kafetaria.
“Ini mimpi ya?” ucap Arselia sambil meringis.
“Masih belum ingat kalau ulang tahun kamu itu semalem? Gimana gelangnya? Bagus kan?” tanya Liana antusias.
Matanya yang seperti boneka hidup membulat dengan sempurna seolah-olah jawaban Arselia sangat ditunggu-tunggu.
“Kamu yang kasih gelang?” lalu Liana menjawab perkataan Arselia dengan mengangguk.
“Maaf ya soalnya kemarin aku tinggalin kamu sendiri, kan udah malem.”
Tadi malam Arselia tidak bermimpi tapi hanya saja subjek yang melakukannya berbeda, entah kejadian tadi malam atau sekarang namun semuanya terasa diluar logika.
Hingga akhirnya Arselia mencium bau tanah sehabis hujan, ia mencari ke segala sudut perpustakaan namun tidak menemukan apa pun. Ia menghela nafas, sekarang kepalanya terasa pusing.
“Kalung ini ....”
Liana mendekat lalu memekik keras dan beringsut menjauh.
“Buang itu Arselia!” perintah Liana cepat.
Meskipun tidak menunjuk benda yang dimaksud namun Arselia cukup mengerti kalau kalung berbandul bintang inilah yang ditakuti Liana.
“Kenapa?”
“Tidak apa-apa,” jawab Liana tegas sambil menggelengkan kepalanya, walaupun gerak-geriknya menunjukkan bahwa ia sedang berbohong.
Jawabannya memang menunjukkan kalau ia sedang berusaha untuk bersikap normal. Apalagi wajahnya yang tidak lagi menampakkan rasa takut seperti tadi, namun menambah kecurigaan Arselia.
“Aku bilang kenapa?! Aku tidak suka mengulanginya lagi!” perintah Arselia mengulang, kali ini ia mendekati Liana yang berjalan mundur dengan perlahan-lahan.
“Tidak ada, tapi ... Hanya saja itu terlalu cantik menurutku, hehe.” Jawab Liana asal dengan senyumannya yang lebar, tidak ada kebohongan dalam ucapannya dan sungguh menyakinkan.
‘Ada apa apa dengan kalung ini?’ batin Arselia bertanya pada pikirannya sendiri dan berharap mendapat jawaban seperti yang diucapkan sahabatnya tadi malam.
Bau tanah setelah hujan tercium kembali namun kali ini lebih menusuk dari yang sebelumnya, dada Arselia sesak seketika saat jawaban itu terdengar dan ia pun menggigil.
Kegelapan merayapi dinding-dinding yang membuat ruangan kerut, atap-atap merendah, rak-rak buku menghimpit Arselia dalam sesaknya ketakutan. Sesuatu mendorong bahu kirinya pelan dan telinganya terasa mendidih.
“Untuk pertemuan kita, my mate.”
...-.o°0°o.-...
“Salahku apa hingga takdir membuat hidupku menjadi begitu sulit?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati
lanjuuut
2021-02-04
0
Adel
like ....
2021-01-21
0
Nabila Kim
ninggalin jejak yo
2020-11-13
0