Empat hari telah berlalu sejak kejadian itu. Isma sudah membaik, begitu juga dengan abah. Pagi tadi umi menghubungi Arya dan mengabarkan tentang keadaan yang sudah lebih baik.
"Abah meminta kalian untuk segera pulang. Nak Randy dan keluarga Kiai ingin bertemu dengan adekmu. Sekalian membahas tentang pernikahan." Tutur umi saat bicara melalui telepon dengan Arya.
Dan Isma saat ini memilih mengurung dirinya di kamar. Dia tidak bekerja, tidak bicara dengan siapapun. Handpone miliknya di nonaktifkan sejak dia bangun dari pingsan selama hampir dua hari.
Sesekali, Arya mengetuk pintu kamar Isma untuk meminta maaf. Namun, sampai saat ini masih belum ada tanggapan dari Isma. Hal itu membuatnya semakin sedih dan merasa bersalah.
"Mas, adek butuh waktu. Aku yakin, adek akan memaafkan Mas." Hibur Fitri.
Arya memeluk tubuh Fitri. Air matanya mulai menetes.
"Aku keterlaluan… aku bahkan tak memberi adek kesempatan untuk menjelaskan. Aku memberikan adek perasaan takut. Aku sama kejamnya dengan sekelompok orang-orang tersebut."
"Tidak Mas. Mas berbeda…" sambung Fitri cepat, agar suaminya berhenti membayangkan kejadian itu.
"Percayalah, adek akan baik-baik saja. Kita hanya perlu memberinya waktu. Kita tunggu sampai adek siap untuk kembali berbincang, berbagi dan tertawa bersama kita seperti biasanya." Hibur Fitri.
Dan Isma mendengar semua ucapan kakaknya dari dalam kamar. Air matanya mengalir, ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan dalam hatinya. Sebenarnya Isma butuh seseorang tempat bercerita, tapi siapa? Dan Isma bingung harus memulai bicara tentang apa.
"Ya Allah… beri aku petunjuk. Apa yang sebenarnya diinginkan hatiku ini." Ucapnya pelan sambil menahan isak tangisnya.
Sementara itu, Prince begitu sibuk dengan segala pekerjaannya. Tidak ada bantuan dari siapapun. Dia menghendel semuanya sendiri. Sengaja Prince menyibukkan diri untuk melupakan kejadian beberapa hari yang lalu.
Tidak ada komunikasi dengan karyawan. Tidak ada bantuan yang diizinkan. Bahkan Prince nengcopy, menyalin, membuat berkas file dan schedule sendiri.
Pernah Rina menawarkan bantuan, tapi Prince melarang. Begitu juga dengan karyawan lainnya.
Namun, ada baiknya juga. Sekarang tidak ada lagi lembur. Jam pulang di percepat 30 menit lebih awal dari biasanya. Tapi, tetap saja hal itu membuat karyawan was-was. Mereka memikirkan dua hal yaitu antara di pecat atau amarah Bos.
"Rin, kamu kan yang paling dekat dengan Bos. Setidaknya kamu sering berkomunikasi dengannya. Coba deh kamu tanya gitu, kenapa Bos mendadak jadi serba mandiri dan bersikap aneh gini." Ucap salah satu rekan kerja Rina yang mewakili karyawan lainnya.
"Selama gaji tidak di potong, selama tidak ada kerja lembur, menurutku semuanya baik-baik saja." Jawab Rina singkat.
Dan jawaban itu sudah sering di dengar oleh mereka dari Rina. Ya, Rina memang tidak begitu ambil pusing meski sedikit khawatir. Tapi, apa boleh buat. Toh Bos terlihat baik-baik saja dengan memilih diam dan mengerjakan semuannya sendiri tanpa mau melibatkan karyawannya.
Meski begitu, diam-diam Rina juga mulai curiga. 'Aku yakin perubahan Bos, ada hubungannya dengan ke alpaan Isma.' Batinnya.
Ya, Rina tahu Isma mengurung diri di kamarnya beberapa hari ini. Fitri menghubunginya, meminta bantuan untuk bicara dengan Isma. Tapi sayang, kedatangan Rina pun di tolak oleh Isma.
Kini Rina hanya akan menunggu sampai Isma dan Bos mau bicara dengannya. Setidaknya menceritakan tentang apa yang sebenarnya membuat sahabatnya dan Bos nya itu menjadi aneh hanya dalam waktu beberapa hari saja. Padahal sebelumnya baik-baik saja.
'Perjodohan? Ya, aku yakin Isma terpuruk karena perjodohan itu.' Batinnya.
Rina terus mencoba berpikir dan ingin menyelesaikan teka-teki yang terus mengganggu pikirannya.
"Apa mungkin Bos dan Isma… Aahhh tidak mungkin. Rina apa yang sebenarnya kamu pikirkan." gerutuknya pada diri sendiri.
Sementara Rina sibuk berperang dengan pikirannya dalam menebak teka-teki. Di rumahnya, Isma mulai melangkah dan membuka pintu kamarnya.
"Mas…" Panggilnya dengan suara serak akibat menangis terlalu lama.
Panggilan itu membuat Arya dan Fitri terkejut, dan juga bahagia.
"Isma…" Sambut Fitri yang langsung menghampirinya dan memberi pelukan hangat.
Sedangkan Arya berdiri mematung melihat kearah Isma dan Fitri. 'Maafkan Mas, dek.' Batinya, air matanya pun mengalir dari pelupuk mata membasahi pipinya.
"Teh… Insya Allah adek siap menikah dengan Mas Randy." Ucap Isma dalam pelukan Fitri.
Tidak ada lagi air mata, Isma mengatakan tanpa beban. Dia benar-benar pasrah akan takdirnya. Dia mulai menerima, takdir jodohnya. Meski hatinya memang sakit saat mengingat Prince laki-laki yang perlahan mulai mengisi relung hatinya.
Tapi, perbedaan Agama membuat Isma menekan hatinya dan ingin menghapus rasa di itu. Karena yang diinginkan Isma saat ini hanya sederhana. Kebahagiaan Abah dan Umi juga Mas Arya.
'Cinta… sudahlah, cinta terlalu istimewa untukku. Biarlah, aku hanya inginkan cinta dari-Mu wahai Sang Pemilik cinta. Tentramkan hatiku. Tetapkan hatiku atas agamamu. Jangan butakan mata hatiku, hanya karena perasaan cinta yang tak seharusnya aku miliki.' Batinnya.
Fitri mendekap erat tubuh Isma. Sebagai seorang Psikolog, Fitri tahu, Isma telah sampai pada tahap menyerah dan pasrah pada keadaan. Fitri juga tahu, tentang perasan Isma untuk Prince lelaki yang berbeda Agama dengan mereka.
"Cinta hadir untuk menguatkan, tapi terkadang cinta hadir membawa kedukaan dan melemahkan. Namun, hakikat cinta pada dasarnya adalah menguatkan bukan melemahkan. Cinta juga menggembirakan bukan memberi duka. Jika cinta melemahkan dan memberi duka, maka itu bukan cinta."
Ucap Fitri pelan di telinga Isma sambil mengelus pelan punggungnya. Hanya sekedar kata untuk memberikan semangat dan kekuatan pada Isma yang sedang rapuh dalam dekapannya.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
RahmaYesi
Terimakasih semuanya 😍😍😄
2022-05-31
0
Yayoek Rahayu
isma....
2022-04-02
1
coffee vanilla
jgn2 ini tuh kisah nyata author yaaaa????🤣🤣🤣🤣🤣soalnya kyk real bngeettttt
2022-02-22
1