Usai sholat Isa, Isma memilih duduk santai di balkon kamarnya. Angin malam yang berhembus lembut, menerbangkan ujung Jilbabnya. Matanya menatap langit yang di penuhi bintang-bintang dan bulan.
"Maha suci Engkau ya Allah yang telah menciptakan segala keindahan…" Pujinya.
Isma tesenyum bahagia. Hatinya terasa nyaman meski ada sedikit getaran aneh yang belum begitu dipahami maksudnya.
"Ya Allah, ku serahkan segala urusan hati ini padamu. Engkaulah yang lebih mengetahui apa yang sama sekali tidak ku ketahui."
Sejenak Isma memejamkan matanya. Terniang kembali ucapan Prince tadi siang.
*"Aku tahu kamu belum mencintaiku. Tapi aku ingat apa yang pernah kamu katakan tentang hal itu. Kamu akan menikah dengan seseorang yang dengan tulus memintamu pada kedua orangtuamu, meski kamu belum mencintainya, right?"
Isma mengangguk pelan. "Tapi, bos harus ingat satu hal yang pasti dan paling penting."
"Tentang apa?" Tanya Prince penasaran.
"Tentang… Saya tidak akan pernah menikah dengan pria yang berbeda Agama dengan saya."
Bukannya kaget atau heran, Prince malah tersenyum sambil mengangguk paham.
"I know about that. Aku tidak akan menikahimu sekarang. Tapi nanti setalah aku benar-benar yakin untuk mempelajari islam dan mencintai islam seperti aku mencintaimu." Tegasnya dengan percaya diri.
Mendengar jawaban itu membuat hati Isma berkecamuk tak menentu. Detak jantungnya bergetar lebih cepat dari biasanya. Wajahnya tiba-tiba terasa panas dan mungkin pipinya memerah saat ini. Dan berkali-kali Isma menelan ludahnya untuk menenangkan pikiran dan hatinya.
"Isma, kamu kenapa?" Tanya Prince heran melihat Isma yang mulai gelisah.
Isma tidak menjawab, dia hanya mencoba tersenyum. Dan Prince tahu Isma hanya memaksakan diri untuk tersenyum.*
Isma membuka matanya, saat tiupan angin menampar pipinya semakin keras, membuatnya merinding dan mulai merasa kedinginan.
Tok…tok…tok…
"Dek… dek… Isma…" Panggil Arya dari luar kamarnya.
Isma mendengar panggilan itu, dia segera masuk ke kamar dan membuka pintu untuk melihat Arya.
"Ada apa, Mas?"
"Abah sama Umi sudah sampai. Mereka masih di bawah."
"Umi sama Abah? Di sini? Sekarang?" Tanya Isma mencoba meyakinkan apa yang di dengarnya tidak salah.
Arya mengangguk senang. Lalu keduanya bergegas turun untuk menyambut kedatangan Abah dan Umi. Mereka berlari dengan senyuman riang gembira, layaknya anak kecil yang menyambut kedatangan ibu mereka dari pasar.
Fitri menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah suami dan adik iparnya itu.
"Pelan-pelan Isma. Nanti jatuh loh, dek!" Seru Fitri yang baru saja membuka pintu rumah.
Umi dan Abah melangkah nendekat dengan senyuman. Umi langsung mendekap tubuh kedua anaknya yang sangat dirinduinya. Mereka sudah hampir satu tahun tidak bertemu.
"Anak-anak ku…" Ucap Umi, lalu mencium kening mereka bergantian. "Umi rindu…" mengelus pipi kedua anaknya.
"Adek juga rindu buwaaanggaaattt sama Umi." Memeluk kembali tubuh Uminya.
"Abah." Sambut Arya sambil mencium punggung tangan Abah.
Isma juga melakukan hal yang sama. Kemudian mereka masuk ke rumah dan duduk sambil mengobrol di ruang tengah.
"Umi kok nggak ngabari, adek." Rengek Isma manja dengan terus memeluk Umi.
"Tadi Abah menghadiri pertemuan di Kantor Pertanian. Eh ternyata nggak begitu jauh jaraknya dengan rumah kalian. Ya sudah, abah ajak aja umi untuk mampir." Jelas umi.
"Dan sebenarnya, ada hal penting yang mau abah kabarkan pada kamu nduk." Sambung Abah.
Isma menatap Umi untuk mencari tahu, tapi Umi hanya tersenyum dan mencium kening Isma. Sedangkan Arya dan Fitri hanya saling pandang.
"Kabar apa, Bah? Kabar gembira, kah?" Tanya Isma penasaran.
Abah tersenyum sebentar. Kemudian Abah mengeluarkan kotak merah kecil dari saku jasnya. Isma terdiam, pikirannya mulai mencoba menerka.
"Cincin?" Tebak Fitri sontak. Kemudian Ia langsung membekap mulutnya sendiri.
Dan suasana mendadak hening seketika. Umi menggenggam tagan Isma lembut. Lalu, umi menatap wajah Isma dengan senyum menghangatkan dan penuh cinta kasih.
"Ini cincin lamaran…" Abah mulai memjelaskan. "Cincin ini milik kamu, nduk." Mendorong kotak kecil itu kehadapan Isma.
"Umi akan memasangkan di jari manismu." Sambung Umi.
Tanpa bertanya, Umi langsung membuka kotak merah kecil berisi cincin permata nan cantik dan mewah itu. Umi menarik pelan jari manis tangan kiri Isma. Lalu memasangkan cincin itu di jari manis Isma.
Isma hanya diam. Sebenarnya banyak pertanyaan di kepalanya. Tapi entah mengapa, mulutnya kaku untuk bicara.
Arya dan Fitri diam menyaksikan proses pemakaian cincin itu. Lalu mereka saling bertatapan dan menggeleng bersamaan. Sedangkan Abah dan Umi tersenyum bahagia melihat cincin itu cocok di jari manis Isma.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Frau Berzl
Kenapa perjuangan si pria bule jd persis kyk suami sy..
Alhamdulillah kami skrg sdh menikah dan dikaruniai anak2 yg lucu.
2023-02-06
1
RahmaYesi
susah memang
2022-05-28
0
RahmaYesi
Terimakasih semua
2022-05-26
0