Sepanjag perjalanan Isma hanya diam. Dia tidak seperti biasanya yang banyak omong, selalu ceria dan suka usil mengganggu Bimo yang sedang menyetir mobil.
"Is, kamu ada masalah?"
Hanya anggukan pelan dari Isma. Bimo sebenarnya penasaran, dia melihat paper bag yang Isma pegang sejak tadi.
"Itu apa?" Tanya Bimo pada akhirnya sambil menunjuk paper bag di pangkuan Isma.
Sebentar Isma melihat paper bag itu, lalu menoleh pada Bimo. "Nggak tau juga. Belum sempat melihatnya." Jawabnya ragu.
"Dari Bos?"
"Mmh…" memindahkan paper bag ke kursi belakang. "Bos lupa ngasih ke Amanda, mungkin." Sambungnya.
Bimo mengangguk pelan. Ada kejangalan dalam jawaban Isma. Sepertinya paper bag itu bukan untuk Amanda. Tapi, Bos memberikan khusus untuknya. 'Aku yang sejak lama menyukaimu Isma. Aku lebih memenuhi syarat untuk menjadi suamimu. Tapi, sepertinya hatimu memilih pria non muslim itu.' Ucapnya dalam hati.
Sementara Bimo tengah bertarung dengan perasaan cemburu dalam hatinya. Di Sebuah rumah berlantai dua, sepasang suami Istri sedang duduk bersantai menikmati udara sore hari duduk di kursi pinggir kolam renang.
"Berapa lama Isma di Bogor?" Tanya Arya pada istrinya.
"Tiga hari katanya, Mas. Kenapa?"
"Ada beberapa pertanyaan untuknya." menyeduh kopi panasnya.
"Tentang apa?" Tanya Fitri penasaran.
Sebentar Arya menoleh kearah perut Fitri yang belum berubah, tangannya menyentuh perut itu. "Anak Papa apa kabar? Sehat selalu ya, sayang." Ucapnya dengan suara manja.
Fitri tersenyum senang mendapat perlakuan seperti itu dari Arya. "Siap Papa. Aku akan tetap sehat, supaya Mama juga sehat." Jawab Fitri meniru suara anak-anak.
Kemudian keduanya tersenyum senang. Arya memberikan kecupan mesra di dahi Fitri. Ini kehamilan kedua Fitri, sejak keguguran dua tahun lalu. Usia pernikahan mereka menginjak tahun ke lima. Andai tidak keguguran, mereka sudah akan memiliki dua orang anak.
"Mas belum jawab pertanyaan ku. Apa yang mau Mas bicarakan dengan Isma?" Ulang Fitri yang ternyata masih menunggu jawaban dari Arya.
"Mmh… tentang pekerjaan. Ya, hanya tentang pekerjaan."
"Bohong…" Memasang wajah kesal, karena Arya tidak mau memberitahunya.
Perlahan Arya meraih pergelangan tangan istri tercintanya itu, lalu nemberikan ciuman pada punggung tangannya.
"Beberapa hari yang lalu, gak sengaja mas ketemu bang Dede di restoran saat meeting," Tuturnya. "Bang Dede ternyata pernah bekerja di Perusahaan yang sama dengan Isma."
Fitri mendengarkan dengan teliti, dia mulai menerka arah pembicaraan itu. 'Jangan-jangan Mas Arya sudah tahu kalau Bos Isma non muslim' tebaknya dalam hati.
"Ternyata pemilik perusahaan itu, seorang non muslim."
Fitri hanya mengangguk, tebakannya benar. "Lalu…?"
"Mas khawatir, Jika Abah tahu… Isma akan di seret pulang ke Bandung."
"Tapi selama Abah tidak tau, semuanya akan baik-baik saja, kan Mas?"
Arya menggeleng pelan. "kakek, nenek, Pakde dan keluarganya, Teh Intan… mereka semua meninggal gara-gara fitnah kejam dari mereka." Ucapnya penuh sesak.
"Mas masih sangat jelas mengingat kejadian itu, meski usia Mas baru lima tahun. Mas melihat sendiri saat mereka menyeret kakek dan nenek lalu mereka mengikat kami semua di depan rumah, lalu… lalu dengan sorakan fitnah mereka yang mengatan kami t*****s hanya karena Nenek, umi dan bude bercadar, mereka melemparkan api ke arah kami bertubi-tubi."
Arya menceritakan kenangan menyakitkan, menakutkan itu sambil berlinang air mata. Fitri merangkul erat suaminya. Mencoba menenangkan ketakutan yang kini membayangi suaminya.
"Mas cukup. Hentikan, cukup… Semua itu telah berlalu. Sekarang semuanya baik-baik saja." Menepuk pelan punggung suaminya.
"Bagaimana kalau Bos Isma melakukan hal yang sama pada Isma?"
"Tidak, mas. Isma sudah bekerja selama lebih dari dua tahun, Bos nya tidak pernah memperlakukan Isma dengan buruk." Jelas Fitri.
"Itu karena dia masih membutuhkan kecerdasan Isma. Bagaimana kalau ada yang tiba-tiba memfitnah Isma… lalu… lalu… mereka akan…" Ucapnya terbata membayangkan kejadian 30 tahun yang lalu.
"Mas… mas... istighfar, istighfar… semuanya baik-baik saja." Mencoba menenagkan Arya.
Selama nenikah, ini kali ke empat Isma melihat kondisi jiwa Arya tergoncang akibat trauma menakutkan dan mengerikan itu. Sebagai seorang psikolog, Fitri terus mencoba menyembuhkan suaminya dari trauma itu.
Namun, disaat Arya seperti ini, Fitri hanya bisa memeluk erat tubuh suaminya dan ikut menangis bersama. 'Baby, semoga kamu baik-baik saja di dalam sana, sayang.' Batin Fitri menghawatirkan kondisi kandungannya yang baru memasuki minggu ke sepuluh.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Nadia Laili
bang Arya mainnya kurang jauh,gak semua non muslim seperti itu,dan gak semua sesama muslim jg jadi jaminan gak bakal nyakitin kita,bos suami dr dulu sampai sekarang non muslim Chinese malah tapi mereka baik2 semua,kami jg 3 kali tinggal di kota yg mayoritas non muslim malah merasa aman2 sj,malah sekarang Sy tinggal kompleks perumahan yg mayoritas orang Chinese,anak2 sekolah di mayoritas Chinese, aman2 SJ,itu mah tergantung kita nya jg,dalam habium minannas cobalah tidak membawa SARA InshaAllah lebih damai,nabi jg tidak mengajarkan memusuhi orang selain Islam
2022-05-10
2
Ronald Djoe
kok ceritanya orang Nasrani terlihat kejam
2021-03-24
0
Afseen
😨😨😱😱😱😭😭😭
2021-02-25
0