Sepanjang perjalanan aku hanya menangis. Air mataku terus turun tak mau henti, diam tak bicara sedikitpun. Tak berani ku menatap Adit yang sejak tadi di sampingku. Kesunyian jelas kami rasakan berdua. Ku hanya memandang keluar dari balik kaca mobil ini.
"Ya Tuhan.. hatiku sakit.. sakit sekali.." Bisikku dalam hati.
Sesekali ku terisak dan meneteskan air mataku kembali. "Kenapa Rafka bisa berbuat seperti itu?" Tanyaku sendiri.
"Sudah sampai, Ay" Adit mulai bicara dan aku hanya terdiam.
Ku tak menyadari kalau ternyata kami memang telah sampai. Sampai kembali ke villanya.
"Lelaki baik untuk wanita baik Ayna" Lanjutnya.
"Kamu wanita baik, jadi engga pantas buatnya" Dia berkata dengan wajah yang dekat sekali dengan wajahku, yang membuatku terkejut seketika.
Dia mencoba menghiburku dengan perkataannya. Perlahan dia membukakan sabuk pengamanku dan kemudian memintaku untuk turun meninggalkan mobil ini segera.
Adit kembali menarik tanganku, mengajakku memasuki villa ini kembali. Villa yang membuat kami bertemu untuk pertama kalinya. Aku berjalan mengikuti langkahnya. Melihat dengan jelas belakang punggungnya yang cukup besar itu.
"Duduklah.." Pintanya kemudian dan dia pergi meninggalkanku.
Aku melangkah perlahan menuju sofa hitam miliknya. Duduklah aku di bawah sofa itu menyandarkan tubuhku disana. Menekukkan lututku dan memeluknya, menundukkan pandanganku ke pelukanku sendiri. Aku menangis sejadi jadinya, sekencang kencangnya. Aku tidak peduli dengan sekitarku, aku tidak peduli jika Adit melihat keadaanku sekarang. Aku hanya ingin menangis, hanya ingin menangis.
"Minumlah..?" Pinta Adit tiba-tiba, yang tak ku sadari kedatanganya.
"Engga mau Mas" Jawabku cepat.
"Ayolah Ayna, kamu ga lucu kalau nangis gini" Ledeknya.
"Mana ada orang lagi nangis lucu sih Mas" Jawabku sedikit kesal.
"Hahaha" Dia malah tertawa dan menyerahkan kembali gelas yang dia genggang saat itu ke arahku, dan aku malah meraih gelas itu dan menuruti permintaannya.
"Aku benci Rafka Mas" Curhatku.
"Dia pria pertama yang dekat dengan ku dan dia pula pria yang pertama yang menyakitiku. Aku benci dia.." dan sekali lagi tangisku pecah karena perkataanku barusan.
Dia menggenggam tanganku dengan erat, dan aku menangis dipelukkannya. Membasahi pakaiannya dengan air mataku. Kami duduk bersama, bersandar di bawah sofa hitam miliknya. Panjang lebar ku bercerita tentang Rafka denganya. Ku keluarkan semua perasaan kesalku pada Rafka, dan Adit tetap setia mendengarnya.
🍀🍀🍀
Aku membuka mataku perlahan. Mengangkat kepalaku yang ternyata tertidur di pundak Adit. Ku menatap Adit yang tertidur disampingku. Tertidur karena lelah mendengar curhatanku. Ku menatap dengan jelas wajahnya.
"Makasih ya Mas" Bisikku lembut ditelinganya.
Adit tiba tiba menggerakkan wajahnya dan kemudian tubuhnya. Aku terkejut dan segera ku memalingkan pandanganku.
Dan sekarang Adit yang memandangku.
"Kamu sudah bangun" Tanyanya.
"Ya..." Jawabku cepat.
"Krukkk..krukkk..krukkk.." Perutku bunyi.
Oh Tuhan.. Jelas sekali suaranya. Pasti mukaku memerah dibuatnya.
"Maaf, Aku lapar" Kataku sedikit berbisik.
Dia kembali mengacak ngacak rambutku dan terseyum melihat perkataanku.
"Yuk ke dapur, kita buat sesuatu" Ajaknya.
Ku bangkit dan kembali mengikuti langkahnya, dan aku baru menyadari bahwa dia selalu menggenggamku seperti ini, selalu mengajakku mengikuti langkahnya. Tangan yang besar dan hangat, entah sejak kapan aku mulai terbiasa dengan genggaman tangannya ini.
"Aku buatkan sup ya, kamu bantu aku iris ini" Pintanya kemudian menunjuk beberapa wortel dan baso yang ada dihadapan kami.
"Kamu beneran bisa masak Mas?" Tanyaku ragu sambil menatapnya.
"Kamu masih engga percaya kalau aku bisa masak" Tanyanya.
"Bukannya engga percaya, tapi engga nyangka aja" Jawabku tersenyum sambil mencoba memulai mengiris apa yaang diminta Adit tadi.
"Kamu akan percaya setelah mencobanya" Belanya kemudian.
Sesekali ku menatanya yang tengah sibuk membuat bumbu, memasukannya ke dalam panci yang telah disiapkannya. Mencicipinya untuk mencoba rasanya.
"Waawww.." Kagumku melihatnya.
"Apa yang tidak bisa pria ini lakukan yahh" Tanyaku sendiri.
"Jangan lama-lama ngeliatin akunya" Adit tiba-tiba bersuara dan aku kaget dibuatnya.
Jadi salah tingkahlah aku saat itu. Secepat kilat ku beralih pandangan dan mengiris kembali baso yang ada dihadapanku. Tapi.. kegugupanku membuatku celaka.
"Auuuu..." Teriakku.
Aku tergores... "Bodoh... Kenapa jadi begini sih... ini semua gara-gara Adit" Gerutuku kesal.
Tiba-tiba Adit menarik jariku, menghisap darah yang keluar dari jari manisku. Aku terkejut kembali dibuatnya. Ku menatapnya, melihat perhatiannya sangat jelas.
"Aku baik-baik aja Mas" Jawabku sedikit pelan.
Dia menarikku, dan menyuruhku untuk duduk.
"Duduklah, kamu disini saja dan jangan kemana mana" Pintanya kemudian.
"Aku baik-baik aja Mas, Aku bantu kamu lagi ya?" Pintaku memohon padanya.
"Aku bilang duduk, duduk Ayna, menurutlah" Suaranya tiba tiba sedikit meninggi mendengar permohonanku barusan. Aku terkejut kembali.
"Ok.. aku nurut" Bisikku akhirnya.
Dan diamlah aku di kursi ini, memperhatikannya dan memperhatikan jari ku sendiri. Kenapa Adit jadi kesal begitu padaku, padahalkan aku hanya ingin membantunya. Gerutuku sepanjang detik, menit yang berlalu.
🍀🍀🍀
"Ehemmm.." Ku mencoba memecahkan kesunyian yang terjadi.
"Ayna" Suaranya jelas memanggil namaku akhirnya.
"Maaf ya.." Pintanya singkat.
"Tadi aku khawatir liat darah keluar dari tangan kamu itu."
Glekkk.. ku menelan ludahku. Dia mengkhawatirkanku. Oh tidak.. apa maksudnya ini.
"Gpp Mas Adit, jadi.. sudah bisa mulai makan ga nih?" Tanyaku dengan senyum melihatnya, menghilangkan kecanggungan yang terjadi dan dia membalas senyumku.
Rasanya memang tidak nyaman jika kami saling berdiam diri seperti tadi.
Perlahan ku mulai mencicipi makanan yang telah dibuatnya.
"Kali ini mesti hati-hati jangan sampai blepotan lagi" Bisikku sendiri mengingat kejadian waktu itu.
"Mas Adit.." Panggilku
"Yah.." Jawabnya
"Aku mau.." Ku menghentikan ucapanku sesaat, mengambil nafas panjang dan kemudian melanjutkan ucapanku.
"Aku mau pulang.." Lanjutku akhirnya.
Ku lihat jelas ekspresinya berubah, dia menghentikan makannya tiba-tiba meletakkan sendok garpunya di piringnya saat itu. Memandangku dalam diam.
"Tujuanku kesinikan untuk ketemu Rafka, dan kurasa engga ada alasan lagi aku mesti disini. Aku harus segera pulang Mas" Penjelasanku.
"Ok " Jawabnya singkat.
"Aku akan minta supirku jemput malam ini" Lanjutku dengan cepat.
"Aku antar kamu besok pagi" Segera dia bangkit dari duduknya dan meninggalkan ku, meninggalkan makanannya.
Oh Tidak.. Apakah dia marah barusan, tapi kenapa. Aku terus berfikir, tapi ku tak mengerti alasanya.
Aku pergi meninggalkan ruangan ini, pergi menemuinya. Tapi ku urungkan niatku, ku melihatnya kembali bersama laptopnya. Aku tak punya keberanian untuk menyapanya. Ku memilih diam dan duduk di sofa yang ada dihadapannya.
"Ahh.. kacau.. kenapa aku jadi merasa aku berbuat salah padanya" Bisikku sendiri.
"Aku cuman mau pulang, salahku dimana?, Ahhh.. engga peduli. Aku mau tidur dan besok pagi pulang" Keputusanku akhirnya.
.
.
.
.
lanjut episode berikutnya ya dears😘..
semoga suka.. di like dan kasih bintang yang banyak.
komentar dan masukan yang baik sangat diharapkan.
makasih ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐🕊ᶜᵒᵐᵉˡ🐾
ihiy mulai nyaman nih... dah g usah pulang Ay...
2022-05-02
0
🐝⃞⃟𝕾𝕳 YULI HARTATI 𝕱𝖘
Adit mulai suka nih
2021-07-01
0
safik🆘𝕱𝖘 ᶯᵗ⃝🐍
dah nyaman x aditnya
2021-06-24
0