MAAF

Ardi melempar ranselnya secara asal, kemudian membaringkan tubuhnya di kasur. Terlalu banyak yang dirinya pikirkan hingga membuatnya terlihat kacau. Terutama masalah sang ayah, bagaimana dirinya bisa memberi tau ibunya jika semua kecurigaan itu benar. Ardi tidak sanggup melihat ibunya sedih, apalagi melihat daffa adiknya yang sangat menyayangi sang ayah.

Ardi mengacak rambutnya kesal, dirinya frustasi, apa yang harus dirinya perbuat. Disisi lain dirinya tidak tega jika harus memberi tahu sang ibu jika ayahnya bermain wanita, disisi lain dirinya juga tidak rela ibunya di khianati.

Rasa benci dan marah menjadi satu di diri ardi, ingin rasanya ia berteriak kwncang mengatakan semua kebenarannya. Tapi ia tidak mempunyai keberanian itu, dia hanyalah pecundang yang tertutupi oleh tameng bernama kesombongan.

PRANKK!!

Ardi melampiaskan amarahnya dengan membanting gelas yang terletak di lacinya. Pecahan gelas itu memberikan luka pada tangannya, seperti inilah kondisinya saat ini, hancur seperti gelas dan terluka seperti tangan.

"Ardi, suara apa itu? " Ibunya membuka pintu kamar yang lupa tidak ardi kunci. Ibunya terkejut ketika melihat pecahan gelas dan darah di tangan ardi. "Apa yang kau lakukan ar? " Salma mengambil kotak obat yang ia simpan di laci milik ardi, dan segera mengobati luka putranya.

"Aku tidak sengaja menjatuhkan gelas nya" Jawab ardi berusaha tenang.

"Jika hanya menjatuhkan, kenapa tanganmu terluka?"

"Tanganku tergores ketika ingin membersihkan pecahannya. Ibu tidak usah khawatir, ini hanya luka kecil. " Ardi berusaha membuat ibunya tidak khawatir. "AWW! pelan-pelan buk. " Salma memberikan antibiotik dengan sedikit kasar pada ardi.

"Jika ini luka kecil, kau tidak akan merasa sakit ar.." Tutur salma dengan lembut. "Ada apa, ada masalah? " Seperti seorang peramal, ibunya selalu tau jika ardi sedang tidak baik-baik saja. Dan itu membuat ardi tambah tak tega mengungkap semuanya.

"Tidak." Jawab ardi sambil membuang muka. Dirinya tidak kuat jika harus berbohong dengan menatap mata sang ibu.

"Tidak papa jika kau tidak ingin cerita sekarang. Tapi ingatlah, jangan mengabil keputusan yang akan membuat mu menyesal. Jujur adalah jalan yang terbaik ar.. " Ucap ibunya menyelesaikan ikatan terakhir perbannya. "Istirahatlah, ibu akan membersikan ini. "

Ardi mengangguk. "Terima kasih"

"Oiya ar.. Tadi ada teman mu datang. Apa kau tidak melihatnya di depan, dia pergi tidak lama setelah itu kau pulang. Mungkin kau melihatnya? "

Ardi mengingat kejadian saat dirinya bertemu rina di depan tadi. Mungkinkah... Ah tidak mungkin dia.

"Aku tidak bertemu siapapun. "

"Dia membawa buah pesanan mu, ibu menaruhnya di meja dapur. " Setelah mengatakan itu ibunya pergi untuk mengambil sapu.

Ardi terdiam sesaat, pesanan buah? Siapa yang memesan buah?mungkin ibu salah orang. Tapi...

'Sakit adalah alasan yang klasik ar... '

'Kenapa kau berbohong pada bu nila.. '

Tunggu! Mungkinkah rina mengira dirinya sakit kemudian ingin menjenguknya. Tidak, tidak mungkin. Rina adalah tipe orang yang tidak peduli dengan siapapun, hanya tujuannya yang ia pedulikan. Apakah dirinya termasuk tujuan rina? Itu tidak benar.

"Sebenarnya buah itu ingin kau bawa kemana ar? Apa ada yang sakit? " Tanya ibunya telah kembali dengan sapu dan alat kebersihan lainnya.

"Ti-tidak."

"Lalu? Jangan bilang itu bukan milik mu. "

"Aku hanya ingin memesan untuk kita, apa tidak boleh bu? "

"Ya... Boles saja tapi ibu merasa aneh, Tiba-tiba kau membeli hal yang tidak penting. "

"Siapa yang mengatarnya bu? "

"Tentu saja teman yang sering kau ceritakan itu. Siapa, rina kan? Dia gadis yang baik. Ibu harap ucapannya tentang mu benar ar... "

Ardi mengrenyitkan dahi, apa yang sudah gadis itu katakan tentang dirinya pada ibunya. "Dia mengatakan apa bu? "

"Dia mengatakan... Jika kau sangat baik. Kau anak yang pintar, sopan dan manis. Dia tidak berhenti memujimu ar... " Ardi tertegun mendengar penuturan ibunya, benarkah gadis konyol itu memuji dirinya? Atau itu hanya basa-basi semata?

"Dia bilang kau memiliki kharisma tersendiri yang bisa membuat orang tunduk hanya karena tatapanmu. Ibu tertawa mendengar itu, seakan ibu tidak percaya bahwa putra ibu seorang yang di takuti. "

"Jangan menggoda ku buk.. " Ardi ngambek.

"Hahaha.. Kau terlihat lucu ar. Bagaimana reaksi rina jika melihat sisi lain mu yang seperti ini? "

'Dia akan menertawakan ku buk, jawab ardi dalam hati.

"Sudah istirahatlah, ibu pergi."

Setelah pintu kamarnya tertutup, ardi kembali berbaring menatap tangannya yang terbalut perban. Melihat benda putih itu mengingatkannya pada pertemuan pertamanya bersama rina, saat dirinya mengobati luka pada lutut rina yang sedang kesakitan.

Dasar gadis konyol.

Ardi teringat dimana dirinya baru saja membentak gadis yang telah menutupi kebohonganya dan memuji dirinya di hadapan sang ibu. Rasa bersalah mulai muncul di hati ardi, seharusnya ia tidak berkata sekasar itu apalagi membentaknya. Ardi lupa jika rina sangat rapuh, mungkin saat ini rina sedang menangis karena perkataannya. Tapi apa dayanya, tadi ardi sangat marah dan emosi hingga tanpa sengaja mengeluarkan kata-kata buruk.

...***...

Ardi kembali ke kelas bimbel setelah 1 minggu beralasan. Ia melihat rina yang sedang membaca buku di bangkunya, tampak rina tidak menoleh sedikitpun dengan kehadiran dirinya. Biasanya rina sudah mengajaknya adu mulut tentang banyak hal, mungkin dia marah.

Sepanjang kelas berlangsung, rina tidak menoleh kebelakang sedikit pun. Bahkan saat ardi bergumam sediri karena melupakan bolpoin lagi, rina tidak peduli, seakan tidak mendengar gumaman ardi. Hingga ardi berusaha bertanya yang hanya mendapat gelengan kepala tanpa menatapnya. Ardi memaklumi jika rina sangat marah padanya, memang seharusnya ia tidak semarah itu hanya karena rina bertanya. Ardi mengetahui keslahannya dan berniat memperbaiki.

Kelas telah selesai, terlihat rina dengan terburu-buru memasukkan buku-bukunya. Kelihatan sekali jika rina ingin menghindari apapun yang berhubungan dengan ardi.

"Rin... "

"Ar lo kemana aja? " Pertanyaan lily yang tiba-tiba membuat ardi tak meneruskan ucapannya pada rina. Terlihat rina mendengar panggilan itu namun mengabaikannya.

"Bu nila nggak ngasih tau? "

"Udah, tapi gue nggak percaya kalo lo sakit, makanya gue nggak dateng jenguk lo. Gue yakin lo pasti ada urusan. "

Baru akan menjawab lily, ardi melihat rina sudah berjalan meninggalkan kelas.

"Terserah kalo nggak percaya. Gue cabut dulu. " ardi meninggalkan lily yang masih tidak percaya dengan tindakannya.

"Kenapa lo jadi begini ar? " Gumam lily menatap sendu punggung ardi yang berlari menjauh dari pintu kelas.

Ardi mengejar rina yang berjalan cepat menuju parkiran. Sebelum rina menyentuh motornya, ardi terlebih dahulu menyaut tangan rina.

"Apa maksud lo? " Sentak rina melepas genggaman ardi.

"Sorry.. Gue nggak bermaksud. Gue cuma mau ngomong sama lo, tapi nggak disini. "

"Ngomong sekarang atau enggak sama sekali." Ucap rina sambil bersedekap dada menatap datar ardi.

"Sebentar... Ini penting. " Ardi menarik tangan rina untuk pergi dari parkiran. Rina terus berontak namun ardi tidak melepaskannya. Mereka melewati beberapa ruangan yang cukup sepi kemudian berhenti. Ardi melepaskan genggamannya.

"Waktu gue 5 menit. "

"Maaf... "

Rina melongo, apakah dirinya tidak salah dengar? Ardi mengucapkan kata maaf padanya? Benarkah ini bukan mimpi?

"Apa? " Tanya rina memastikan.

"Maaf udah bentak lo kemarin. Gue sadar tindakan gue itu salah, nggak seharusnya gue ngomong sekasar itu sama lo. Tolong maafin gue. "

Rina diam, dirinya tidak tau harus mengatakan apa. Menurutnya ini terlalu mengesankan untuk dilakukan cowok seperti ardi.

"Kemarin mungkin karena kondisi capek dan gue emosi, jadi kata-kata gue nggak terkontrol. Maaf udah buat lo nunggu di taman kota, maaf karena nggak ngabarin lo, dan thanks udah nutupin kebohongan itu dari ibu gue. " Ungkap ardi penuh penyesalan.

Rina masih saja diam, ia hanya menatap laki-laki itu berbicara. Rina sengaja tidak menjawab ataupun memotong kalimat ardi seperti biasanya, sebab hari ini ardi terlihat sangat gantle dengan ungkapan maafnya.

"Lo nggak mau maafin gue? "

Rina masih menatap ardi datar, seakan dirinya benar-benar enggan memaafkan ardi. "Apa seperti ini cara lo minta maaf? "

"Maksud lo? " Ardi terlihat bingung.

Rina tersenyum. "Lo ngelupain hal wajib yang harus di lakuin saat orang meminta maaf. " Rina mengulurkan tangannya, Dengan sigap ardi menyambutnya. "Gue maafin. Dan.. Dalam hal ini gue juga salah ar, gue terlalu ikut campur urusan lo. Jadi gue juga minta maaf. " Ardi mengangguk.

"Teman? " Ucapan rina membuat ardi mendelik, sesaat mereka terdiam. Rina juga tidak menyangka dirinya akan mengatakan kata itu, mengajak ardi berteman? Sungguh memalukan.

"Teman."

🤟🤟🤟

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!