"Apa lo bener-bener nggak mau bantuin gue? "
Seketika langkah ardi terhenti, begitu juga dengan murid-murid lain di sekitar. Mereka memandangi rina yang seakan tidak peduli dengan teriakannya yang menyita perhatian semua orang. Banyak dari murid itu berbisik-bisik, mereka mengira jika rina gila karena berteriak sendiri tanpa ada lawan bicaranya. Namun rina tidak peduli, yang ia harapakan saat ini ardi mau berbalik dan membantunya.
Harapan rina pun terkabul, ardi berbalik menatapnya tajam, gadis mungil yang berada di samping ardi pun menatap heran rina dan ardi secara begantian. Di dalam benaknya ia bertanya, apakah mereka sudah saling kenal? Tapi dimana? Otak lily terus di banjiri pertanyaan seputar anak baru yang masuk kelas bimbel. Setaunya ardi tidak pernah dekat ataupun peduli dengan gadis lain kecuali dirinya sejak lulus dari SMP.
"Ly" Panggil ardi membuyarkan lamunan lily.
"Ya? " Sahut lily sedikit gelagapan.
"Pak santo udah jemput kan? "
Lily menggangguk sebagai jawaban.
"Mending lo pulang sekarang. " Ucap ardi tanpa menoleh lily sedikit pun.
"Lo?"
"Gue ada urusan. " Jawab ardi masih setia menatap rina yang juga menatapnya penuh harap. "Bentar lagi magrib, lo harus cepet pulang. "
"Ba-baiklah." Dengan terpaksa lily menuruti perintah ardi. Jika dalam keadaan seperti ini dirinya membantah ardi tidak akan suka. Sebelum pergi lily menyampatkan diri untuk memandang sekilas gadis yang berhasil menyita perhatian ardi. "Gue duluan. Hati-hati ar" Setelah mengatakan hal itu dan menepuk pelan bahu ardi, lily segera bergegas ke tempat di mana sopirnya telah menunggu.
Setelah kepergian lily, ardi menghampiri rina. Tanpa berbicara satu kata pun, ardi segera mendorong motor rina keluar dari tempat bimbel untuk mencari bengkel terdekat.
"Eh tungguin! " Rina mengikuti ardi dengan sedikit berlari, padahal ardi mendorong motor tapi kenapa langkahnya malah semakin cepat hingga rina keteteran menyusulnya.
Sekitar 200 meter mereka medorong motor bersama dengan ditemani gerimis yang melanda, akhirnya mereka menemukan tempat tambal ban. Walau sudah tutup, untungnya sang pemilik masih di sana, jadi ardi mengiyakan tawaran sang mekanik untuk meninggalkan motor rina disana dan mengambilnya besok. Rina bingung dengan kesepakatan itu, bagaimana dirinya bisa pulang jika motornya menginap disini? Apa dirinya juga harus menginap disini? Dalam hatinya rina berharap jika om dan tantenya segera menelpon balik dirinya. Jika tidak, entah apa yang harus dirinya lakukan.
Setalah melakukan negosiasi, ardi berbalik menatap sekilas rina yang terlihat bingung. Tanpa bertanya, ardi malah meneruskan langkah yang dengan santainya menerobos hujan. Walau gerimis, itu tetaplah hujan.
"Woi lo gila!" Rina menyeret ardi untuk meneduh. "Lo mau sakit apa gimana? "
Tidak langsung menjawab ardi sejenak menatap rina. "Lo nggak mau pulang? "
"Ya kan masih hujan. " Rina menggaruk tengkunya yang tidak gatal. "Lagian, gue pulangnya gimana? Tante sama om gue nggak bisa di telpon. Dan hp gue lowbat. " Rina sedikit cemberut. "Temenin gue donk"
"Hah? " Pekik ardi sambil memicingkan mata.
"Plis-plis ar.. Sekali aja. Emang lo tega ninggalin gue disini. " Rina tempak memelas. Sebenarnya dirinya jijik mengatakan hal itu, tapi bagaimana pun dirinya terpaksa menjadi sok imut berharap ardi mau membantunya berfikir jalan keluar.
Ardi tampak berfikir, sejenak ia memejamkan mata dan mengembuskan nafas pasrah. "Ayo! "
"Kemana? Lo nggak liat hujan? " Rina sedikit berteriak.
"Biasa aja bisa? "
"Enggak! " Rina beradu pandang dengan ardi. "Lo buriq apa gimana sih? Ini lagi hujan, H-U-J-A-N ngerti? " Omel rina hingga mengeja kata agar lebih jelas.
Dengan kesal ardi melepas hoodi nya kemudian melempar tepat di depan wajah rina. "Lo tu ngrepotin, alay lagi. " Setelah mengatakan itu ardi meninggalkan rina yang masih terkejut.
...***...
Tante diah berusaha menghubungi rina namun ponselnya tidak aktif. Seharusnya rina sudah pulang dari 1 jam yang lalu, tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda kehadirannya.
" Astaga! Kemana lagi anak itu" Diah memandangi hujan yang turun begitu deras hari ini.
"Rina belum pulang? " Tanya fadli yang sedari tadi memperhatikan istrinya terlihat cemas. Diah menggeleng, raut wajahnya terlihat begitu khawatir. "Apa kita tanyakan ke guru les nya? Kita ke sana? "
"Iya lebih baik gitu. Aku ambil jaket dulu. " Ucap diah diangguki oleh fadli. Setelah itu mereka segera pergi ke teras untuk memakai jas hujan. "Hujannya deres lagi. " Gumam diah kahwatir.
"Sudah nggak papa, kita harus cepat. " Baru fadli akan mengeluarkan motor, terdengar suara berisik dari jauh. Beberapa saat mereka melihat dua orang remaja tengah naik sepeda di tengah guyuran hujan deras. Sepeda itu berhenti tepat di depan rumah mereka, kedua remaja itu tampak beradu argumen tentang sesuatu. "Itu rina? "
" HEII APA YANG KALIAN LAKUKAN DI TENGAH HUJAN. AYO MASUK! " diah meneriaki mereka dari teras rumah. Terlihat mereka menoleh sebentar kemudian beradu mulut kembali. "Yaampun, apa yang sedang mereka ributkan di tengah hujan begini. " Diah dengan perlahan berjalan ke arah kedua remaja itu. Mereka tampak terkejut dengan kehadiran diah disana.
"Rina, bawa temanmu masuk! "
"Dia nggak mau tan. " Jawab rina enteng.
" Aduh, apa kamu ingin hujan-hujanan nak? Ayo cepat masuk! "
"Enggak tante, saya harus pulang. " Tolak ardi dengan sangat tenang dan sopan.
"Hujan begini? Enggak, kamu harus mampir dulu. Tante nggak mau tau. Rin, ajak temanmu. " Tante diah kemudian berbalik untuk masuk ke dalam rumah. Sementara rina dan ardi masih setia beradu pandang di tengah hujan.
Ardi menggeleng. "Gue harus pergi. "
"No " Cegah rina menahan sepeda. "Lo boleh pergi kalo hujannya udah berhenti. "
"Kalo nggak berhenti? "
"Gue anter lo pakek jas hujan. Ayo cepetan ih! " Rina menarik paksa ardi untuk turun dari sepedanya. Akhirnya ardi mengalah, mengikuti rina masuk ke dalam rumahnya.
...***...
"Oh jadi kalian satu les. Untung ada kamu di, jadi rina ada yang bantuin makasih ya" Ucap tante diah sambil tersenyum. Ardi tidak menjawab, hanya sedikit menunduk dan tersenyum.
Rina terdiam sambil menatap ardi. Sebuah moment epic baru saja tergelar dengan mudah, bagaimana bisa ardi seramah dan semudah itu memberikan senyum nya pada orang lain. Padahal rina yang sedari tadi mengoceh tidak karu-karuan hanya dapat tatapan datar yang menakutkan sekaligus membosankan.
"Sudah berapa lama kamu les di situ ar? " Kali ini om fadli yang mencari topik. mereka semua sedang berkumpul di ruang tamu menikmati teh hangat dan hujan yang dingin.
"Hampir 3 tahun. "
"Udah lama ya? Tapi, apa memang ada perubahan yang drastis dari nilai kamu? Maksud om, apakah kelas bimbel itu dapat bekerja dalam nilai mu? "
"Sejauh ini, iya om. Nilai saya nggak pernah jauh dari 5 besar. "
"Wahh.. Jadi pilihan tempat bimbel bundamu emang TOP. Nggak salah masuk kamu rin. " Tante diah terlihat bersemangat.
'Dasar sombong amat, bilang aja peringkat lo nggak pernah kegeser dari angka satu. ' rina berburuk sangka dalam hatinya. Om dan tantenya terlihat cocok dengan ardi yang juga sangat menikmati perbincangan ini, dan rina seperti orang yang di kacangin sebab tak ada yang bertanya padanya.
"Rin dengerin, kamu harus rajin-rajin belajar biar bisa kayak ardi. Kalo kamu berhasil, tante yakin bundamu pasti akan bangga. " Celoteh tante diah kembali.
"Apa kamu juga satu sekolahan dengan rina? "
"Enggak om, saya dari SMK nusa 1 "
"Lahh, itu kan SMK yang paling terkenal dengan murid-murid nya yang pintar. Rina dulu juga mau daftar ke situ tapi nggak ketrima. " Tante diah melirik rina. Begitu juga ardi yang menaikkan sebelah alisnya, seakan mengejek rina.
"Apaan sih tan, emang rina sengaja biar nggak di terima kok. " Ungkap rina dengan cemberut.
"Yang bener? " Ganti om fadli yang mengejek. " Katanya kamu dulu kekeh mau jadi anak teknik. "
"Duhh. Om jadi ikut-ikutan kan. " Rina terlihat begitu malu, semua itu terlihat dari pipinya yang merona merah. Sungguh tante dan om nya ini ternyata diam-diam mau membunuhnya. Apalagi di depan coowk sombong bernama ardi ini, harga dirinya yang sudah randah itu akan malah lebih anjlok.
"Saat kamu masuk SMK berapa nilai ijazah mu ar? "
"Saya kan ambil jurusan teknik otomotif, dan minim itu nilai nya 90. Kalo nilai saya waktu itu....93,5"
"WHAT? " pekik rina terkejut. Terdengar suara om dan tantenya tertawa kecil, namun tawa itu terdengar seperti tawa jahat di telinga rina.
"Pantesan nggak masuk rin, nilai mu aja di bawah 80."
"Pfffttt." Terdengar ardi ikut tertawa walau terkesan di tahan. Rina memberi ardi tatapan tajam, bagaimana pun rina tidak terima jika diejek.
"Diam lah! " Rina dengan kesal menimpuk ardi dengan bantal tepat di wajahnya. Seketika om dan tantenya melongo.
"RIN!! Why? " Pekik tante diah memelototi rina.
"Siapa suruh ngejek rina. " Gadis itu bersedekap dada dengan memajukan bibirnya hingga 7 centi setengah.
"Rin... Kita kan cuma becanda. Jangan baperan deh" Kini om fadli angkat bicara. "Sekarang, katakan sorry"
"No."
"Rinnn... "
Rina mengembuskan nafas pasrah, kemudian dirinya menatap ardi yang senyumnya kini telah lenyap.
Apa ini yang di maksud dengan, sejak itu senyumku menjadi pulsa? Batin rina tidak habis fikri.
"Sorry, gue sengaja. "
"Rinaaaa.... " Tante diah menegur. "Yang benar! "
"Udah kan tan, emang rina sengaja. Masak harus bohong? " Ucap rina keras kepala.
"Nggak papa tan. Cuma bantal kok, bukan kenyataan." Ucap ardi dengan senyuman kecil penuh maksud.
"Kauu.... " Rina geram.
"Cukup rin. " Ucap tante diah menyudahi semua pertengkarang dua remaja itu. "Ardi, maaf untuk sikap gadis keras kepala ini. Dan tante mau minta tolong, bantu rina untuk memahami semua pelajaran sekolah, atau kalo bisa juga tentang pelajaran hidup. Bantu dia untuk berubah ardi,terutama nilai dan sifat keras kepalanya."
"APA??" Ardi dan rina memekik secara bersamaan.
"mau kan? "
🤟🤟🤟
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments