Suara heboh terdengar saat rina memasuki kelas, dua sahabat yang setia menunggu di depan pintu kelas itupun langsung berteriak histeris ketika melihat rina dengan balutan perban di dahi. Mereka dengan rempong menuntun rina yang masih bingung dengan sikap aneh kedua sahabatnya itu. Mereka duduk di bangku favorit, yaitu pojok belakang.
"Rin lo kenapa? Kok bisa di perban gitu" Tanya cica sambil memegangi dahi rina yang terbalut perban.
"Lo habis nyium aspal apa gimana? " Tanya desi yang menatap rina dengan heran. Rina memejamkan matanya sekejap, dirinya lupa jika kedua sahabatnya ini tidak tau dengan acara baku hantamnya dengan perempuan XII IPS 5.
"Apa lo habis berantem rin? "
"Sama siapa? "
"kok gue nggak tau? "
"STOP! please stop my friend's gue bakal cerita, jadi kali ini jangan motong dulu. Deal? "
"Deal"
"Oke jade gini, gue kemarin lusa itu ketemu sama rizal... "
"Terus lo di dorong, di tendang sama di tinju rin. Astaga... Parah banget si rizal. Emang dia siapa bisa seenaknya mukul cewek cantik kayak rina. Cuma cowok yang sok kecakepan juga, nggak ada lebih-lebihnya. " Celoteh cica yang seenak jidat memotong cerita rina yang baru nyampek opening doank.
"Husssttt" Desi meletakkan telunjuknya di bibir. Sedangkan rina memutar bola matanya malas.
"Tadi udah deal kan ca? " Rina mengingatkan sahabat rempongnya itu, cica hanya tersenyum kemudian mengucapkan kata andalannya 'sorry'
Selama kurang lebih setengah jam ketiga gadis itu heboh sendiri di dalam kelas. Rina menceritakan semua kejadian pertengkarannya dengan santi dengan sangat detail, hal itu tentu saja mengundang berbagai macam ekspresi dari sahabatnya. Hingga mereka berdua juga ikut geram. Cica dan desi bersiap memberi pelajaran untuk gadis sok cantik itu, namun rina menahan, ia tidak ingin melibatkan siapapun untuk masalahnya terutama dalam percintaan. Biarkan saja dirinya yang berjuang untuk mendapat penjelasan yang masuk akal dari rizal, dan sebelum itu terjawab rina akan terus mengejar.
***
Suasana ruang tengah saat ini terlihat begitu sempurna, tante diah, om fadli dan juga rina tengah menikmati waktu sore hari dengan menonton televisi. Jarang sekali momen ini terjadi, biasanya semua sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Namun hari ini berbeda, semua dengan semangat berkumpul untuk mendukung timnas indonesia, timnas kebanggan yang sedang bertanding di ajang sea games.
Memiliki kecintaan yang sama terhadap sepak bola, membuat rina dan om fadli sering menghabiskan waktu bersama dengan berteriak-teriak heboh saat menonton bola. Sedangkan tante diah hanya menyangga dagu dengan berusaha memahami dan mencintai dunia persepak bolaan.
"GOOLLLL" teriak rina dan om fadli heboh, membuat tante diah dengan kesal menuntup kedua telinganya dengan jari telunjuk.
"Astaga kalian berdua, inget ini udah malem. Jangan ganggu tetangga karena teriakan heboh kalian. " Omel tante diah yang tidak di gubris oleh rina dan suaminya, mereka kembali fokus pada pertandingan yang hampir selesai itu.
"Rin, tadi tante sudah ke sekolah. Kata guru BK mu, ini adalah kesempatan terkhir, jika ini sampai terulang lagi. Surat D.O akan segera di turun kan. Tante harap kamu bisa tahan emosi mu rin, ini tinggal beberapa bulan lagi" Cerocos tante diah ketika televisi itu telah mati, pertanda pertandingan bola telah berakhir.
"Baiklah aku akan berusaha"
"Rina, kamu harus berubah sayang, Ini demi masa depan kamu. Kasihan orang tua kamu cari uang demi memenuhi kebutuhan kamu. " Tante diah mulai menasehati rina. Sebab, menasehati gadis itu tidaklah mudah, jika waktunya tidak tepat akan banyak alasan yang bisa membuatnya kabur.
"Mereka aja nggak kasihan sama rina" Jawab rina sambil mengangkat kedua bahunya. "Jadi buat apa rina kasihan"
"Tapi rin.... "
"Kalo mereka sayang sama rina, mereka akan pulang tan. Mereka nggak akan cuma percaya omongan orang yang lapor, mereka pasti dengerin penjelasan rina. Tapi enggak, mereka cuma bisa marah-marah nyalahin semua ke rina. what is affection? "
"Kalau gitu, kamu harus bisa buktikan ke bunda sama ayah kalo kamu itu jauh dari yang mereka pikirkan rina. must be proven. " Ucap tante diah memeberi semangat. Tante diah sangat tau bagaimana sifat dari kakaknya itu, dari kecil memang sang kakak sangat mudah untuk percaya dengan omongan orang.
"Udah ah, rina mau istirahat. Lagian bentar lagi bunda juga bakal nelpon buat marah-marah"
"Tapi tante nggak pernah bilang rin"
"Rina tau tan, tapi si bella mulutnya ember. Dia pasti udah ngadu" Tebak rina. Memang benar selama ini tante diah dan om fadli selalu menutupi kesalahannya dari sang bunda, tapi sepupu perempuannya itu yang selalu mengadu kepada sang bunda dengan memutar balikkan fakta.
Rina merebahkan dirinya di kasur memijat kepalanya pelan. Ia melirik jam dinding yang terpajang di sudut kamarnya. Sudah pukul 11 malam, tapi matanya tidak merasa ngantuk sama sekali. Kemudian dirinya membuka ponsel yang sejak tadi ia tinggalkan di kamar, matanya melotot setelah melihat banyaknya pesan dan juga panggilan tak terjawab yang masuk ke ponselnya. Setelah membuka aplikasi pesan singkat itu, eksprasinya berubah menjadi datar, malas dan tidak bersemangat.
Bunda
Ia yakin pasti bundanya telah mendengar kasusnya hari ini, dan menelpon untuk berceramah panjang lebar serta membanding-bandingkan dirinya dengan anak teman-temannya. Menyebalkan.
Rina memejamkan matanya, tanpa ingin membalas pesan bundanya bahkan pesan itu pun tidak ia buka. Otaknya kini sedang berfikir alasan apalagi yang harus ia katakan. Sedangkan semua alasan yang bersarang di otaknya sudah di gunakan untuk kasus-kasus nya bulan lalu. Sekarang dia harus bagaimana?
'Gue harus gimana kalo bunda nanya? '
'Jujur rin' jawab cica
'Lo gila ca? ' sahut desi.
'Yakali gue harus jujur sama bunda ca? '
'Rin, sampek kapan lo terus mau bohong. Lagian, jujur atau enggak lo bakal dapet perlakuan yang sama kan? Lo udah terbiasa di marahi sampek lo nggak peduli. Jadi, apa ruginya untuk jujur kali ini' ketik cica panjang lebar. Benar juga, jujur atau tidak semua yang ia dapatkan pasti sama yaitu kemarahan. Kenapa harus pusing memikirkan alasan jika tidak membawa perubahan.
'Kali ini cica ada benernya. Keputusan ada di tangan lo rin, gue juga lagi nggak bisa mikir'
Rina menghembuskan nafas kasar, mungkinkah hari ini dirinya akan jujur pada sang bunda. Walau itu terdengar mudah, nyatanya sangat sulit mengatakan kejujuran jika terlanjur berbuat kebohongan. Sial.
Dengan cepat dirinya membuka laci yang berada di samping tempat tidurnya. Mencari sesuatu yang sejak pagi tidak ia jumpai, setelah menemukan benda itu rina mengambil korek yang tersimpan di bawah bantal kemudian membakar ujung satu batang rokok terakhir yang ia miliki. Rina tersenyum sambil memegangi bungkus rokoknya, tidak menyangka ia akan berjalan sejauh ini. Mengingat dulu dirinya hanya ingin mencoba, tapi lama-kelamaan ia kencanduan tanpa bisa mengendalikan. Dunianya terlalu kacau untuk bisa kembali seperti rina kecil yang dulu, anak ceria dan baik kini berubah menjadi gadis kecil yang kehilangan masa depan.
Drrtttt drrttt
Lamunannya buyar ketika ponselnya bergetar tanda panggilan masuk. Rina memeutar bola matanya malas ketika tau siapa yang mengganggunya malam-malam.
Ck. Bahkan dia tidak mengerti jam tidur.
"Hm? "
"Hallo rin, kamu udah tidur? "
"Kalo rina tidur, nggak mungkin kan angkat telpon bunda" Jawab rina mulai jengkel. Kadang basa-basi bundanya itu terlalu membosankan.
"Kali ini apa yang kamu perbuat rin, sampek-sampek di panggil BK lagi. Ini sudah ke berapa kali kamu mendapat surat panggilan dan peringatan. Bunda nggak habis fikir sama kamu, katanya janji nggak akan ngulangi lagi, tapi nyatanya kamu tetep aja buat masalah. "
Rina mendengarkan omelan bundanya dengan malas, sambil menghisap rokoknya kemudian menghembuskannya perlahan. Dirinya tidak ingin menyela maupun memebela diri, walau pun terjadi semua akan sia-sia.
"Kamu udah di sekolahin, di biayain, tapi apa balesan kamu? Bunda sama ayah cuma minta jadi anak baik aja sulit ya? Kamu nggak tau bunda sama ayah berjuang demi kamu, biar masa depan kamu terjamin. Tapi, kamu sendiri yang rusak masa depan. Kamu coba lihat bella, dia lulus dengan nilai terbaik. Sedangkan kamu, keluar dari peringkat 20 kebawah aja nggak pernah. Kalo gini terus gimana nanti kamu masuk kuliah rina? "
"Aku gamau kuliah bun" Jawab rina ketika ocehan bundanya berakhir.
"Kamu nggak mau kuliah? Kamu mau jadi apa? Nggak, nggak kamu harus kuliah. Bunda akan daftarin kamu ke jurusan Manajemen bisnis atau kalo enggak ke jurusan kesehatan. Bunda nggak mau tau, kamu harus kuliah. "
"Tapi rina nggak berminat bun. Kenapa sih bunda selalu maksa rina? Rina mau kerja, rina mau mandiri biar nggak terus jadi beban. Biar bunda sama ayah nggak capek-capek kerja jauh buat rina."
Tut
Rina memutus sambungan telepon secara sepihak, kenapa bundanya selalu memaksa dirinya melakukan hal yang tidak dirinya sukai. Kalian lihat, apakah bundanya tadi menanyakan kabarnya? Apakah bundanya tadi menanyakan keadaanya setelah terlibat pertengkaran? Tidak kan, bundanya terus saja mengoceh tanpa memberi kesempatan rina untuk bicara. Kalian tau, itu sangat menyebalkan.
Berdiam diri di kamar sambil terus mengusap air matanya, rina menangis dalam diam. Ia mengasihani dirinya sendiri, kenapa dirinya harus lahir di keluarga yang seperti ini? Kadang ia membandingkan hidupnya dengan hidup kedua sahabatnya yang menurutnya jauh lebih beruntung darinya. Kedua sahabatnya memiliki keluarga yang membebaskan mereka berekspresi dengan berbagai minat yang anak-anak mereka inginkan. Sedangkan dirinya, untuk bicara saja rasanya tidak diperbolehkan. Apa itu yang terbaik untuknya? Rina tidak merasa begitu, yang dirinya rasakan hanya sakit dan tersiksa.
Ting!
Satu pesan masuk dari bundanya, rina memandangi pesan itu sejenak kemudian membukanya.
'Bunda ingin buat kesepakatan sama kamu rina. Kalau tahun ini kamu lulus dengan peringkat masuk 15 besar. Bunda sama ayah nggak akan maksa kamu untuk kuliah, bunda akan bebasin kamu untuk memilih jalanmu sendiri. Tapi jika kamu nggak bisa memenuhi itu, kamu harus menuruti arahan bunda sama ayah. Deal? '
Rina berfikir sejenak, ujian kelulusan akan dimulai sebentar lagi, sedangkan dirinya tidak mengerti satu pun pelajaran di sekolah. Nilai nya begitu buruk selama ini, apakah dirinya bisa memenangkan tantangan untuk langsung naik ke peringkat 15,sebelumnya namanya selalu terbelenggu di urutan 20 keatas. Mungkinkan?
Lo nggak akan pernah tau kalo lo nggak mencoba
Kata-kata tak asing tiba-tiba terlintas di benak rina, dirinya terkesiap seperti mengingat sesuatu. Tiba-tiba lengkungan senyum terbit di bibirnya, dengan mantap ia mengetik sesuatu dalam ponsel.
'Deal! ! '
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments