Suasana membosankan menyelimuti rina pagi ini. Dirinya harus rela terjebak dalam sidang yang sudah terlalu sering ia ikuti. Bahkan dirinya tidak pernah absen dalam sidang yang hampir setiap bulan mengundangnya.
Mendengarkan orang berbicara tentang hal yang tidak penting memang sangat membosankan, apalagi volume dari suara sound hidup itu melebihi kapasitas. Akibatnya mata rina kini tersapu hamparan kipas angin hingga membuat nya sayup-sayup.
"RINA! " Bentakan keras di barengi dengan suara dentungan penggaris mengagetkan rina yang hampir saja terlelap. Rina menggaruk-garuk tengku kepalanya yang tidak gatal, sambil sesekali menguap lebar. "Kamu denger nggak apa yang ibu omongin? "
"Iya bu" Ucap rina menyadari kesalahannya. Bukan tidak sengaja jika rina tidur ketika ocehan guru BK masuk indra pendengarannya. Sebab, kata-kata mutiara dari guru cerewet ini sudah menjadi makanannya setiap bulan.
Jadi buat apa di dengerin kalo udah hafal.
Kemudian rina menoleh ke sisi kirinya, perempuan itu masih di sana. Tetap dengan tatapan kesal dan sombong. Rina menghembuskan nafas lelah, kadang ia berfikir kenapa hidupnya selalu seperti ini. Kalo nggak masuk BK ya pasti mendapat panggilan orang tua. Melelahkan.
"Jadi untuk hukuman kalian berdua, silahkan hormat bendera sampai jam pertama selesai. Mengerti? "
"Kok saya juga di hukum bu? Yang mulai dulu kan dia" Santi protes, dirinya tidak terima jika juga harus di hukum. Dalam sejarah dan kamus hidupnya, ini pertama kalinya ia mendapat hukuman. Yang benar saja.
Rina tersenyum miring melihat protes yang di ajukan oleh santi. Di dalam hati dirinya tertawa, sekuat apapun seseorang membela dan mengaku tidak bersalah pada guru BK yang satu ini, semua pembelaan itu hanya sia-sia.
"Saya nggak peduli siapa yang jambak duluan atau yang dorong duluan. Yang terlibat baku hantam kalian berdua, jadi yang di hukum juga kalian berdua. Nanti selesai hukuman silahkan datang lagi untuk tanda tangan. "
Rina beranjak dari duduknya, sedangkan santi masih menatap guru BK itu tidak percaya.
"Tapi bu.. "
"Lebih cepat lebih baik santi. Dan untuk kamu rina, jangan coba-coba untuk bolos lagi kali ini" Guru Bk cerewet itu tidak lupa memperingatkan rina agar melaksanakan hukumannya dengan benar. Ya karena dalam hukuman yang dulu-dulu rina tidak pernah menyelesaikannya.
"Baik bu" Dengan langkah gontai rina meninggalkan ruangan BK menuju lapangan utama yang dimana ia akan menjalani hukuman di bawah sengatan sinar matahari yang terik.
Huuuuhhh gini banget hidup gue.
"Eh tiang lo bosen nggak, sama gue yang selalu ada di hadapan lo setiap bulan? Dan matahari, bisa nggak sih setiap gue hormat ke bendera lo nggak usah over power. Panas tau" Ocehan rina memarahi semua apapun yang ada di sana. Kalian tau kebiasaan aneh yang selalu rina lakukan ketika dihukum? Gadis itu akan berbicara dengan nada kesal seperti orang kesurupan di tengah lapangan. Gila kan?
" Gara-gara lo gue jadi ikut di hukum" Suara sinis itu kembali menyapa telinga rina. Terdengar jelas jika santi sedang menghentak-hentakkan kaki ke tanah dengan kesal.
Rina hanya diam, saat ini dirinya tidak mau berkomentar, melakukan hormat bendera di pagi hari memang tidak se-tersiksa saat siang bolong. Tapi jika bersama dengan gadis sok cantik ini rasa panasnya bertambah berkali-kali lipat.
"Emang ya, kalo orang udah sering ngelakuin sesuatu, itu akan jadi kebiasaan" Ujar santi masih setia bersedekap dada dengan mengangkat dagunya. Rina hanya melirik sekilas. "Contohnya lo, cewek yang suka bikin onar, suka cari masalah, udah terbiasa dengan hukuman."
"Mending lo cepet jalanin hukuman deh, nggak bakal ngaruh juga kalo di sini tetep ngebacot. Hukuman lo juga nggak akan berkurang. "
"Itu urusan gue. Lo nggak perlu sok ceramah"
"Terserah"
Hening. Mereka berdua sedang menikmati hukuman dengan hikmat. Santi yang sibuk menggerutu pada keadaannya saat ini dan rina yang membisu dengan isi otak yang di penuhi tentang over thing king. Terutama tentang rizal, kenapa rizal bisa memutuskan dirinya? Apakah ada kesalahan yang dirinya buat? Padahal, jika ada kesalahan dalam hubungannya rina yang akan selalu minta maaf terlebih dahulu, dirinya tidak peduli jika harga dirinya jatuh, yang terpenting rizal tidak meninggalkannya. Hanya itu, tapi...
"Gue harap lo nggak deketin rizal lagi" Suara itu membuyarkan lamunan rina. Ia menoleh menatap ke sumber suara, gadis itu enggan menatap dirinya, seolah tidak peduli dengan kehadirannya.
"Kenapa? "
"Dia nggak bahagia sama lo"
"Maksud lo, cuma lo yang bisa bikin rizal bahagia? Dasar sok tau"
"Itu fakta" Santi tersenyum miring. Rina terdiam beberapa saat, kemudian menerbitkan senyum yang penuh arti.
" Udah Berapa lama? "
"Maksud lo? " Tanya santi kini mulai tertarik melirik rina.
"Jadi cewek selingkuhan"
"MAKSUD LO APA!? HAH? " Tiba-tiba santi mendorong tubuh rina hingga terhuyung ke belakang dengan mata yang melotot hampir copot. "Gue bukan selingkuhan rizal, dia sendiri yang datang ke gue. "
Tidak terima dengan apa yang telah santi lakukan padanya, rina bangkit kemudian balas mendorong santi sampai terduduk di tanah. "Itu fakta, cewek kayak lo itu pasti akan selalu ngejar-ngejar cowok, apalagi cowok itu tajir. "
"GUE BUKAN CEWEK KAYAK GITU" Santi berdiri di hadapan rina dengan tatapan tajam, begitu sebaliknya tidak ada rasa takut sedikitpun di hati rina.
"Dasar cewek murahannnn" maki rina pada santi.
"Nggak kebalik? "
Deg!
Rina tertegun mendengar kata itu terlontar dari mulut santi. Tiba-tiba dirinya mengingat kejadian saat melanggar semua hal yang salah, tanpa memikirkan apapun dirinya rela memberi semua yang berharga baginya hanya karena takut di tinggalkan. Apa dirinya benar-benar murahan?
"Rizal nggak pantes sama cewek murahan kayak lo rina"
"Tutup mulut lo, rizal cuma milik gue"
Bugh!
...***...
"Rin, kamu ngapain lagi? Ini sudah ke 5 kalinya tante di panggil ke sekolah buat selesain masalah kamu. Kamu sudah kelas 3 rin, jangan gini terus. " Oceh tante diah ketika melaksanakan makan malam bersama. Rina hanya diam tidak ingin menjawab, ia hanya fokus dengan makanan yang tersedia di hadapannya.
"Rina, ada apa? " Tanya om fadli yang merupakan suami dari tante diah. Selama ini memang mereka yang mengurus rina dari kecil, ibu dan ayahnya terus saja bekerja di luar negeri. Sejak rina umur 3 tahun hingga sekarang ini, orang tuanya belum pernah pulang.
"Aku tidak mulai duluan. Dia yang memulai" Jawab rina sambil terus mengunyah makanan lezat buatan tantenya itu.
"Sebenarnya apa yang kalian permasalahkan sampai harus bertengkar? "
Rina hanya mengangkat kedua bahu, tidak tau harus menjawab apa. Mana mungkin dirinya mengatakan jika hanya karena seorang cowok mereka bertengkar. Itu memalukan.
"Tante harap ini yang terakhir" Tante diah mengangkat sebuah amplop putih yang merupakan undangan dari sekolah. Ini bukan undangan seperti wali murid biasanya, amplop ini sangat spesial, cara mendapatkannya pun begitu sulit, hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatnya, itu kata rina.
🤟🤟🤟
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments