MEREPOTKAN

WIUUUU WIIIUUUU WIIUUU

"WOIII POLISII WOIII... MUNDUURRRR"

"CEPEEETTT CABUTT WOIII"

"MUUNDURRR SEMUAAA MUNDURR"

Suara sirine polisi terdengar jelas memecah konsentrasi anak-anak remaja yang tengah beradu pandang antar kelompok. Ratusan remaja itu berlarian sambil membawa senjata tajam. Semua panik saat mobil polisi itu datang menghampiri, semua berhamburan untuk menyelamatkan diri. Semak-semak, gang rumah warga, serta bangunan kosong di sekitar pun menjadi tempat persembunyian.

Seseorang tengah berlari menyusuri bangunan tua yang penuh dengan semak-semak. Kepalanya tak henti-henti menoleh kebelakang untuk memastikan polisi tidak mengikuti. Rasa was-was dan panik kini sedang menguasai dirinya, ia butuh tempat untuk bersembunyi, teman-temannya sudah lari terpencar entah kemana. Suara motor kini terdengar menjauh dengan cepat meninggalkan bangunan tua.

Ia terus berlari menyusuri bangunan kosong yang sangat luas, dirinya yakin jika polisi tidak akan pergi begitu saja dan sialnya ia malah memilih jalan yang salah dengan masuk ke bangunan yang terkesan angker itu. Kini satu-satunya pilihan adalah bertahan dengan bersembunyi sebaik mungkin atau menyerahkan diri.

Dirasa sudah agak aman, Ardi berhenti sejenak untuk mengatur nafas. Ia clingak-celinguk mencari tempat persembunyian, hingga indra penglihatannya menangkap sebuah tembok yang ada sedikit celah untuk dirinya masuk, ia yakin tempat persembunyian ini akan aman, sebab tidak terlalu terlihat dari luar jika mata tidak jeli. Segera ia masuk dan berdiam diri berusaha tenang di sana.

5 menit...

7 menit...

10 menit...

Sekitar 15 menit ardi menunggu di sana, tidak ada tanda-tanda orang masuk ke dalam bangunan ini. Hatinya berkata untuk segera keluar, namun otaknya masih berpikir logis, bisa saja polisi itu masih mengecek di ruangan lain mengingat banyaknya ruangan yang ada di bangunan ini. Penasaran, ia menyembulkan sedikit kepalanya untuk melihat situasi dan kondisi.

Kosong...

Tidak ada orang di sana. Nuraninya sudah mantap jika 2 menit lagi tidak ada tanda-tanda seseorang datang, berarti semua aman. Baru saja ingin melangkahkan kaki untuk keluar, tiba-tiba ada suara langkah kaki yang sedang berlari mendekati tempat persembunyiannya. Niat untuk kabur pun tidak jadi ia lakukan karena terlalu beresiko.

Suara langkah kaki itu semakin mendekat, jantung ardi berdetak kencang, keringat dingin mulai bercucuran membasahi pelipisnya. Apa yang harus ia lakukan, bagaimana jika polisi menemukannya dan kemudian menangkapnya? Ini buruk.

GUBRAAAKK!!

"AWW!! "

Ardi yang sedari tadi sudah panik di balik tembok, kini mengernyitkan dahi. Suara cewek? Kenapa ada cewek disini? Apa dia juga ikut tawuran? Semua pertanyaan itu muncul di dalam kepala ardi, bagaimana bisa seorang perempuan nekat turun di medan tawuran? Itu sangat merepotkan.

Penasaran dengan apa yang terjadi, akhirnya ia memberanikan diri untuk mengintip. Benar saja, seorang gadis kecil dengan rambut yang sudah acak-acakan terlihat memegangi lututnya yang berdarah, gadis itu tidak bisa bangun, wajah ketakutan dari sang gadis sangat terlihat jelas.

Bagaimana ini, jika gadis itu terlihat di sana polisi akan menangkapnya. Dan polisi tidak akan pergi begitu saja, mereka akan lebih jeli dalam mengecek seluruh sudut lantai 4 ini.

Sial.

Dengan sedikit berlari, ardi menghampiri gadis itu, ekspresi terkejut menjadi hal pertama yang dilihat ardi saat wajah gadis itu terlihat. Raut ketakutan dan juga kesedihan tak luput dari penglihatan ardi, namun saat ini bukan waktu yang pas untuk basa-basi, suara polisi sudah mulai terdengar menaiki tangga. Tanpa mengatakan apapun ardi segera menarik gadis itu untuk bangun, lalu menggendongnya, membawanya ke tempat sempit persembunyian tadi.

Mereka sama-sama terdiam berdiri di balik tembok dengan nafas ngos-ngosan. Ardi berdiri di belakang sambil membekap mulut gadis itu agar tidak bersuara.

Terdengar suara gemuruh mulai mendekat, sepertinya polisi sedang menaiki tangga. Gawat! jika mereka terlihat semua akan bahaya. Tanpa berpikir panjang tiba- tiba ardi menarik pinggang gadis itu hingga badan mereka bersentuhan, keduanya terkejut, ardi juga tidak menyangka jika dirinya akan melakukan hal itu pada seorang gadis. Mereka sama-sama menutup mata untuk menghilangkan kegugupan, bahkan gadis itu sampai menggenggam erat seragam abu-abu putih milik ardi.

Beberapa menit dalam kegugupan, akhirnya suara polisi itu perlahan menghilang. Ardi melepaskan dekapannya, begitu juga dengan gadis itu yang melepas genggaman baju ardi.

"Huuuhhh... " Mereka melepaskan nafas kasar bersama-sama, tidak sengaja mereka bertemu pandang beberapa detik, kemudian membuang muka. Canggung, tidak ada percakapan apapun, hening dan sunyi.

Tanpa mengatakan apapun, ardi keluar dari tempat persembunyiannya meninggalkan gadis itu yang ternyata mengikutinya keluar dengan tertatih.

"Aww! " Suara gadis itu menghentikan langkah ardi, ia berbalik menatap dingin gadis yang tengah menunduk menahan sakit di lututnya. "**** men" Gumam gadis itu kesal.

"Maksud lo?" Tanya ardi sambil mendekati gadis yang telah mengatainya.

Gadis itu menatapnya sebentar kemudian melengos seakan tidak peduli. Ardi kemudian berjongkok, mengeluarkan sesuatu dari tas yang sedari tadi berada di punggungnya.

"Ngapain lo? " Tanya gadis itu dengan kaget. Tanpa menjawab ardi langsung membersihkan luka di lutut gadis itu.

"Aww! Brengsek! " Gadis itu meringis kesakitan karena obat yang dioleskan oleh ardi. Bahkan gadis itu sampai meremas rambut ardi dengan keras. "Bisa nggak sih pelan-pelan? " Tanya gadis itu dengan nada yang lumayan tinggi.

Ardi mendongak, menatap wajah yang sedang menahan rasa sakit itu. "Sakit kan? Kalo gitu kenapa lo nekad ikut tawuran, Mau kena bacok? " Ardi kemudian menempelkan plester sebagai tahap akhir pengobatannya.

"Lo nggak perlu tau" Gadis itu melengos menatap ke arah lain.

Ardi kemudian berdiri tepat di hadapan gadis yang hanya memiliki tinggi sedadanya. "Lo tu ngerepotin! "

"Maksud lo? " Tanya gadis itu geram, terlihat ia sangat tersinggung dengan perkataan ardi.

"Lo... " Ardi mengacungkan telunjuknya tepat di depan wajah gadis itu. " Cewek yang sok kuat, sengaja ikut tawuran karena cuma mau dapat perhatian dari cowok, biar di anggap berani gitu? Padahal is nothing. Heh.. Dasar merepotkan" Setelah mengatakan itu kemudian ardi berbalik, berjalan menuju arah tangga. Namun lagi-lagi langkahnya terhenti ketika mendengar suara tawa dari gadis itu.

"Haha... Iya... Lo.. Bener banget. Relate banget emang sama hidup gue. Haha... " Gadis itu terbahak sangat kencang hingga dadanya terasa sesak dan penuh.

Ardi pun dibuat bingung kenapa gadis itu tiba-tiba tertawa. Namun ada kejanggalan dari tawa itu, seperti ada rasa sakit yang ikut serta menertawakan dirinya sendiri.

"Haha... Gue cuma beban buat semua orang. It is real" Tawa itu perlahan mulai terdengar lirih, bahu gadis itu bergetar, di barengi dengan tawa getir yang terdengar sangat memilukan.

" Gue.. Gue.. Emang beban, gue nggak berguna, gue nggak cantik, gue nggak pengertian, gue egois,gue nggak bisa kayak mereka, gue kalah di segala hal. Itu sebabnya dia mutusin gue." Perlahan tetes demi tetes air mata keluar membasahi pipi berjerawat itu. Rasa sesak dan juga kecewa tergambar jelas dalam wajahnya, banyak yang ia simpan di dalam hati hingga suara tangisannya pun merubah suasana hening menjadi pilu.

Ardi menunduk di tempatnya tanpa ingin menoleh ke belakang dimana gadis itu berada. Ia menghembuskan nafas pelan kemudian memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

"Kenapa? Apa cuma dia yang lo punya? " Tanya ardi dengan nada yang masih sama dinginnya dengan yang tadi.

"Ya, dia segalanya buat gue." Gadis itu terus saja menangis, ia tidak bisa menghentikan aliran air matanya, padahal dia sudah sering menangis tapi kenapa air matanya selalu keluar banyak.

"Heh.. Gue heran, kenapa cewek selalu mengganggap cowok itu segalanya. Apa lo nggak mikirin perasaan orang tua lo waktu turun ke lapangan tawuran?"

"Hah? Orang tua? Bahkan mereka tidak pernah peduli gue dimana" Gadis itu kembali tertawa di sela-sela tangisnya.

" Mereka hanya bisa menuntut, kau harus bisa ini itu, kau harus jadi ini itu, tapi mereka tidak pernah peduli dengan apa yang gue pengen. Mereka nggak peduli dengan kabar gue, Mereka nggak tau apa yang gue alami, yang gue rasain. Gue sakit atau sekarat, mereka nggak peduli. Yang mereka pedulikan hanya gimana caranya dapet uang, only that. I look so sad right?" Tangis gadis itu makin histeris, sepertinya gadis itu telah menyimpan luka yang teramat dalam, Tanpa ada yang tau dan menanyakan.

Ardi meneduhkan pandangannya, entah mengapa hatinya tiba-tiba menjadi sakit. Ia berusaha mengatur nafasnya kemudian tersenyum dengan masih membelakangi gadis yang kini berusaha menghapus air matanya. Setidaknya dengan tersenyum dirinya bisa mengontrol diri sepenuhnya kembali.

"Lo nggak bakal ngerti rasanya jadi anak yang punya keluarga tapi rasa broken home." Rina kembali terisak. "Apa sebenernya gue anak yang nggak di harapkan?" Pertanyaan gadis itu membuat ardi berbalik, menatap datar gadis yang sudah sangat terlihat kacau dengan air mata berlinang membasahi wajahnya. Kemudian ia mengambil nafas dalam dan menghembuskan kasar.

"lo mau es krim? "

🤟🤟🤟

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!