"Ibu?" Alena dan juga sang kaka secara bersamaan. Keduanya sontak menoleh dan menatap wajah ibundanya juga merasa terkejut tentu saja.
"Apa maksud kalian? Apa yang sedang kalian bicarakan? Alena! Jawab ibu, apa rumah tangga kamu sedang ada masalah? Itu sebabnya kamu pulang tanpa suami kamu? Jawab Alena!" tanya sang ibu tegas dan penuh penekanan.
"Dengarkan saya, bu. Biar saya yang membantu Alena dalam menjelaskan masalah ini. Ibu tenang dulu ya. Jangan emosi kayak gini." Fizril mewakili adiknya menjawab pertanyaan sang ibu. Sementara Alena menundukkan kepalanya dengan air mata yang terus saja bergulir dengan begitu derasnya kini.
"Diam, ibu tidak bertanya sama kamu. Alena sayang, ibu hanya berpesan sama kamu, seberapa besarnya masalah yang sedang kamu hadapi, seharusnya kamu tidak lari. Seharusnya kamu tidak meninggalkan suami kamu sendirian. Kamu hadapi dan selesaikan masalah kamu, jangan dibiarkan berlarut-larut kayak gini, gak baik lho," lembut sang ibu penuh kasih sayang.
"Iya, bu. Aku minta maaf, seharusnya aku tidak pulang. Maaf kalau--"
"Sayang, ibu tidak melarang kamu pulang. Malahan ibu senang kamu ada di sini. Ibu juga kangen sama cucu-cucu ibu, tapi alangkah baiknya kamu selesaikan masalah kamu dengan suami kamu dulu. Tidak baik lho kalau membiarkan masalah berlarut-larut kayak gini."
"Bu ... Cukup. Ibu dengarkan dulu masalah apa yang sebenarnya sedang dihadapi oleh Alena," ujar Fazril, membuat Alena seketika menggelengkan kepalanya seraya menggigit bibir bawahnya keras, sebagai isyarat bahwa dia tidak ingin sang ibu sampai tahu permasalahan yang sedang menimpa rumah tangganya saat ini.
"Len ... Lebih baik cerita sama ibu. Percuma saja di sembunyikan kayak gini. Sepandai-pandainya kita menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium juga."
"Tapi, Abang--"
"Ada apa sebenarnya? Ibu jadi makin penasaran, coba Fazril kamu yang jelaskan. Sepertinya adik kamu ini lebih terbuka sama kamu dari pada sama ibu."
"Kita ngobrol sambil duduk ya. Gak baik bicara sambil berdiri kayak gini. Biar gak terlalu tegang kita bicara di ruang santai. Saya akan meminta bibi untuk membuatkan kopi untuk kita," ucap Fazril ingin menenangkan kedua wanita yang paling berharga di dalam hidupnya itu.
Alena dan juga sang ibu menganggukkan kepalanya secara bersamaan. Mereka pun berjalan keluar dari dalam kamar secara beriringan menuju ruang santai. Bukan tanpa alasan Fazril melakukan hal itu, semua itu dia lakukan agar sang ibu dan juga Alena bisa membicarakan masalah ini dengan kepala dingin.
Ketiganya pun duduk di ruang santai. 2 cangkir kopi hangat dan 1 cangkir teh manis tersaji di atas meja. Wajah Alena terlihat tegang, keringat dingin pun membasahi telapak tangannya kini. Dia tidak tahu harus memulai dari mana, dia tidak tahu harus seperti apa dalam menceritakan masalah perselingkuhan suaminya.
Sang ibu meraih telapak tangan putrinya. Dia pun mengusap punggung tangannya lembut dan penuh kasih sayang. Kedua mata wanita paruh baya itu menatap wajah sang putri dengan tatapan mata sayu.
"Sekarang ceritakan kepada ibu, masalah besar apa yang sedang kamu hadapi sebenarnya? Bukan maksud ibu untuk ikut campur dengan urusan rumah tangga kamu, selama ini ibu tidak pernah ingin tahu apa pun permasalahan yang menimpa rumah tangga kalian. Namun, ibu perhatikan masalah yang sedang kamu hadapi ini bukankah masalah biasa. Bicaralah, Nak. Jangan takut," lembut sang ibu penuh penekanan.
Alena menunduk sedih. Air mata itu kembali tumpah, wajah cantiknya kembali basah dengan buliran bening yang berjatuhan kian derasnya kini. Dia mengangkat kepala menatap sayu wajah sang ibu.
Tiba-tiba saja, tubuh Alena seketika beringsut. Dia duduk di lantai tepat di depan ibundanya. Kedua telapak tangan Nyonya Inggrid dia kecup pelan. Suara tangis Alena pun semakin lirih terdengar.
"Maafkan aku, bu. Seharusnya aku mengikuti apa yang ibu katakan dulu. Seharusnya aku tidak menikah muda, seharunya aku berkuliah dan mengejar cita-cita aku. Aku menyesal, bu. Aku benar-benar menyesal karena telah membantah ibu, maafkan aku. Hiks hiks hiks," lemah Alena menangis sesenggukan juga terlihat begitu mengenaskan.
"Sayang! Kenapa kamu bilang seperti itu? Ibu sudah memaafkan kamu, Lena. Ibu sudah melupakan semua itu. Lihat ibu, sayang. Tatap mata ibu."
Alena seketika mendongakkan kepalanya menatap sayu wajah sang ibu. Telapak tangan Nyonya Inggrid perlahan bergerak mengusap kedua sisi wajah sang putri. Membersihkan buliran air mata yang kian deras membanjiri wajah putrinya.
"Jawab dengan jujur, apa yang sudah dilakukan oleh suami kamu. Jujur, sayang," tanya ibu lembut.
"Mas Alviano selingkuh, bu. Dia main gila dengan wanita lain di belakang aku, hiks hiks hiks!"
"Apa?" Nyonya Inggrid merasa terkejut tentu saja.
BERSAMBUNG
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
2023-05-24
1
Diana Susanti
pastilah
2023-05-23
1
Mezuke Holee
jreng ,,jreng ,jreng ,,,hayo marah ap nasehatin ,,Alena ""??
lanjut 💪💪
2023-05-23
1