Fair membanting tubuhnya dikasur besar yang empuk itu. Ia sudah pindah ke apartemen baru yang dibeli Samudera. Letaknya dekat dengan sekolahnya. Samudera sendiri sudah pulang dari tiga puluh menit yang lalu usai membantunya membereskan barang-barang.
Gadis itu menarik nafas panjang ingin merasakan udara segar setelah beberapa minggu tinggal di tempat kecil yang pengap. Akhirnya ia bisa menghirup udara segar juga. Kak Sam memang kakak andalan pokoknya.
Kegiatan gadis itu terganggu saat mendengar bunyi hpnya. Awalnya ia heran karena setahunya ia sudah menonaktifkan hp supaya papanya tidak menemukannya, tapi gadis itu ingat-ingat ulang kalau kak Sam ternyata sudah mengaktifkan lagi hp dan nomor yang sengaja dia buang. Fair menatap ke layar hp tanpa minat. Tertulis nama 'Siapa Farlon?' di daftar panggilan. Fair mengangkatnya malas.
"Siapa ya?" sahutnya sengaja. Ia masih dendam karena waktu itu papanya lebih membela dua wanita yang lelaki tua itu bawah ke rumah karena kasihan.
"Fair kok ngomong gitu sama papa?" seru seseorang diseberang. Siapa lagi kalau bukan papanya. Fair diam saja tidak mau membalas.
"Gimana keadaan kamu? Papa sudah dengar semuanya dari Sam. Pokoknya papa ngasih kamu waktu dua bulan, kalo kamu nggak pulang-pulang juga papa sendiri yang bakal seret kamu pulang." papanya menegaskan dan memutuskan sepihak. Fair yang mendengarnya bertambah jengkel.
"Pokoknya kalau papa maksa aku pulang, aku bakalan bunuh diri, titik." balas gadis itu mengancam dan langsung mengakhiri telponnya sepihak.
"Fair! Fair!" seru papanya dari seberang. Pria tua itu menggeram kesal. Dasar anak itu.
***
Pagi-pagi sekali gadis berkuncir kuda itu sudah sampai di sekolah masih dengan wajah sebalnya. Heran deh, papanya suka sekali ngatur-ngatur dia padahal dia sudah sebesar ini. Fair terus-terusan menggerutu pada dirinya sendiri.
"Ngapa lu?" tanya Sasa keheranan.
Awalnya ia ingin langsung masuk kelas, tapi melihat Fair yang masih di luar kelas sambil menggerutu nggak jelas membuat langkahnya ikut terhenti.
"Nggak apa-apa." balas Fair ketus.
"Lo kenapa sih ketus amat gitu." Sasa menatap gadis itu dongkol. Fair lalu tersadar dan tersenyum lebar ke gadis di sebelahnya.
"Hehe, maaf. Gue lagi kesel sama orang, jadi kebawah suasana." ucapnya menyengir lebar.
"Sama siapa emang?"
"Orang,"
"Iya gue tahu, orang siapa?"
"Orang-orangan."
"Lo nggak jelas banget deh."
Jadi Sasa yang kesal. Ia memilih cepat-cepat masuk kelas daripada ngomong nggak jelas sama Fair. Makin lama kenal tuh cewek, Sasa jadi jadi ngerasa sih Fair ini emang rada aneh dan lemot. Cewek itu hanya bisa menarik nafas pasrah bertemu dengan cewek tipe Fair ini.
"Sa, mau aku traktir nggak?" tawar Fair kemudian. Dia lagi punya duit. Di kasih sama kak Samudera kemaren.
"Emang lu punya duit?" Sasa bertanya dengan raut wajah antara percaya nggak percaya. Perasaan sih Fair hidupnya susah. Kos-kosannya aja gitu banget, masih mau traktir orang segala lagi. Tapi yang Sasa suka dari tuh cewek adalah, walau hidupnya susah, dia bisa ceria kayak nggak peduli sama hidupnya yang kasihan. (Belum tahu aja dia Fair anak orang kaya).
Fair mengangguk pasti.
"Nih," serunya mengeluarkan dua lembar uang dua ratus ribuan dari saku. Sasa melotot.
"Darimana tuh duit?"
"Ada deh,"
"Lo gak nyuri kan?" Sasa mendekatkan wajahnya dan berbisik pelan ditelinga Fair. Perkataannya jelas membuat Fair berubah jengkel.
"Lo kok gitu sih Sa. Gue nggak pernah nyuri duit orang!" semburnya kesal. Emangnya dia keliatan kayak pencuri?
"Maaf, maaf, becanda Fair." ujar Sasa tertawa.
"Ayo ke kantin. Keburu rame." cewek itu lalu menarik tangan Fair keluar kelas.
Seperti kata Sasa, kantin sudah rame dengan kumpulan murid gabungan. Dari kelas sebelas sampe dua belas semuanya kumpul di sana. Fair melirik Sasa. Ia tidak suka kalo rame kayak gini, bisa-bisa sesak nafas dia nanti.
"Sa, ke tempat lain aja yuk. Kantinnya rame banget. Gue nggak biasa." ucap Fair. Kantin di sekolah ini beda jauh sama kantin di sekolahnya dulu. Kalo kantin di sekolah lamanya, luas dan anak-anak kelas sebelas sampai dua belas kantinnya terpisah. Ambil makannya juga teratur, pake kartu masing-masing. Memang bedanya jauh banget sih menurut Fair. Kayaknya dia harus berusaha keras beradaptasi dengan keadaan begini.
"Kemana Fair? Kantinnya kan cuma satu ini doang. Udah ayo masuk," Sasa ingin menarik Fair lagi namun kali ini Fair bersikeras nggak mau masuk. Ia ingat ada warung makan kecil di sebelah sekolah mereka. Waktu dirinya lupa letak kos-kosannya dan masuk ke warung situ. Sebelahan doang. Mereka nggak bakal terhitung bolos kalo makan di situ kan?
"Gue tahu satu tempat dekat sini. Gue jamin di sana tempatnya nyaman dan nggak ribut kayak pasar seperti di sini." ujar Fair. Sasa menatapnya. Kok bisa nih cewek lebih tahu tempat dari dia yang notabenenya lebih dulu jadi murid di sini?
"Di mana?"
"Ayo ikut aja." giliran Fair yang menarik Sasa.
Karena nggak bisa keluar lewat gerbang sekolah, Fair dan Sasa keluar lewat salah satu lubang dibelakang sekolah yang ditutupi papan. Beberapa hari yang lalu Fair nggak sengaja memergoki Tristan cs keluar lewat situ. Pasti mereka juga yang sengaja membuat lubang tersebut agar bisa bolos. Nggak apa-apa kan Fair dan Sasa pakai tempat rahasia mereka buat keluar sebentar?
"Lo tahu darimana ada jalan rahasia keluar sekolah?" tanya Sasa heran. Mereka sudah diluar gedung sekolah sekarang. Sasa masih nggak berhenti-berhenti heran. Ia takjub karena Fair yang baru hampir sebulan jadi murid di sekolah ini malah tahu banyak tempat darinya tentang lokasi tempat pastinya.
"Entar gue jelasin," sahut Fair. Mereka keburu waktu jadi harus cepat ke tempat tujuan buat makan. Dia juga sudah lapar.
Ketika memasuki warung kecil itu, yang pertama kali dilihat Fair dan Sasa adalah ke-empat laki-laki yang sangat mereka kenal, yang kini tengah menatap mereka. Siapa lagi coba kalau bukan kakak kelas mereka. Tepatnya Tristan cs.
Tatapan para cowok itu tajam dan begitu mengintimidasi. Sasa dan Fair menelan ludah. Fair lupa kalau para kakak kelas itu juga sering ke situ. Ya ampun, kenapa dia bisa lupa sih? Kan dia pernah ketemu mereka di sini. Fair, Fair. Dasar pelupa. Rutuknya dalam hati.
"Lihat siapa ini, keknya dunia bener-bener kecil ya?" ujar Kiffly sambil tertawa memandang teman-temannya. Setelah itu ia melirik Fair dan Sasa lagi. Tatapannya berhenti ke Fair yang kini melambai tangan ke mereka dengan senyuman lebarnya. Bodoh amatlah, pura-pura nggak tahu malu aja, meski memang benar.
"Hai kakak kelas," sapa Fair menatap cowok-cowok itu bergantian.
"Sini lo." panggil Kiffly langsung. Fair menyipitkan mata curiga.
"Ngapain?" balasnya bertanya. Sasa disebelahnya cepat-cepat duduk di mana saja tempat yang kosong. Ngeri dia kalau terlibat pertengkaran dengan cowok-cowok populer itu. Mending cari aman selama mereka nggak liat dia. Sasa tahu yang dilihat empat cowok itu adalah Fair. Entah apa yang dibuat Fair sampai kayaknya mereka nggak mau ngelepasin dia.
"Sini aja cepetan, nggak usah banyak tanya." kata Kiffly lagi. Tapi bukannya maju, Fair malah berancang-ancang buat mundur. Ketika dia melihat Tristan tiba-tiba berdiri dari kursi, gadis itu langsung berbalik untuk kabur, sayang sekali langkah Tristan lebih cepat darinya hingga cowok itu menghentikan aksi kaburnya dengan memegangi krah belakang kemeja Fair. Sasa jadi ngeri sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Bzaa
romantika putih abu-abu
2024-07-29
0
Nova Evita
Tristan pasti mau interogasi fair tentang hubungan dia dan samudra
2023-11-30
1
Rita
hayoloh mau ngapain tuh Tristan kyknya sdh gemesh aja ma kelakuan Fair
2023-05-30
1