Gino menatap Fair.
"Lo tuh bego apa gimana sih? Potong rumput nggak bisa, arah rumah lo, lo lupa. Gambar lo juga nggak jelas banget gitu. Ckckck," katanya tak ada lembut-lembutnya sama sekali. Baginya cewek kayak Fair ini nyusahin doang. Cantik sih iya, tapi nggak guna kalau ujung-ujungnya cuman nyusahin orang. Gino nggak suka tipe cewek nyusahin kayak gitu.
Fair yang mendengar perkataan Gino menunduk dengan wajah tertekuk malu. Tristan yang duduk didepannya pura-pura tidak peduli tapi sebenarnya ia terus memperhatikan gadis itu sejak tadi, sejak gadis itu duduk di halte sampai masuk warung itu. Entahlah. Ia biasanya tidak seperti ini. Tapi ia merasa ada sesuatu dalam diri gadis ini yang seakan menariknya untuk peduli. Matanya mengingatkannya pada seseorang. Seseorang yang pernah dekat dengannya dulu.
"Temen lo tahu rumah lo nggak?" pertanyaan itu keluar dari mulut Kellen. Pandangannya lurus ke Fair.
Mendengar itu wajah Fair yang dari tadi ditekuk berubah ceria. Ia mengingat Sasa. Kemaren kan cewek itu yang nganterin dia pulang. Sasa kan pinter, pasti dia masih ingat.
Gadis itu mengangguk kuat menatap Kellen.
"Ya udah telpon temen lu sekarang." suruh Kiffly kemudian.
Tapi tiba-tiba wajah Fair ditekuk lagi. Empat cowok itu bahkan dibuatnya jadi keheranan karena moodnya yang setiap menit bisa berubah-ubah dengan cepat.
"Lo kenapa lagi sih?" tanya Gino bingung.
"Hp aku ..."
"Hp lo kenapa?"
Fair memandang empat cowok itu bergantian dan masih agak takut-takut.
"Nggak punya kartu."
ia memang sengaja membuang kartu hpnya biar dirinya tidak terlacak sama suruhan papanya, kak Sam dan teman-temannya.
"Kenapa nggak punya kartu?" tanya Kellen kedua kalinya, penuh kesabaran. Gino menatap aneh sahabatnya itu. Tumben tuh cowok peduli sama orang lain. Perhatiannya ke Kellen teralih ketika mendengar ucapan Fair.
"Udah aku buang." sahut Fair lalu tersenyum lebar menunjukkan barisan-barisan giginya yang rapi.
"Fix, lo udah gila!" ujar Kiffly merasa gadis itu benar-benar konyol. Gimana nggak aneh coba, selama berhadapan dengan Fair seharian ini, yang ditunjukkan gadis itu adalah seluruh keanehan dan kekonyolannya.
Empat cowok itu merasa takjub akan keanehan adik kelas mereka meski hanya Kiffly dan Gino yang lebih heboh. Kellen dan Tristan tampak lebih tenang tapi tetap menganggap gadis didepan mereka ini memang aneh. Namun entah kenapa hal itu malah menghibur mereka. Jarang ada cewek yang kayak Fair ini. Bahkan Tristan baru melihat yang macam begini di Fair, begitu juga Kellen. Mungkin Gino dan Kiffly juga.
"Terus gimana dong?" tanya Fair menatap Kiffly penuh harap. Ia mulai merasa terbiasa dengan cowok itu.
"Gimana apanya?" balas Kiffly.
"Hubungin Sasa?"
"Kok lo nanya gue? Dia kan temen lu. Mana ada gue nomernya. Nomor adek gue aja nggak gue simpen." serunya masa bodoh.
Lagi. Gadis itu menekuk wajahnya lagi dengan ekspresi cemberut. Ia kembali merutuki dirinya yang teramat bodoh. Harusnya ia berpikir dua kali sebelum kabur dari rumah. Ternyata susah banget hidup mandiri. Sekarang dia sadar. Tapi dia tetap nggak pengen pulang selama masih ada dua perempuan itu di rumah papanya.
"Berdiri,"
itu suara Tristan.
Fair, Kellen, Gino dan Kiffly sama-sama menatap ke arah cowok itu. Ini pertama kalinya cowok itu bersuara sejak tadi. Pandangan Tristan lurus ke gadis yang duduk didepannya. Fair balas menatapnya bingung. Apa kira-kira yang mau dilakukan cowok itu? Apa mau mengusirnya dari sini? Tega banget kalo bener. Kan dia pulangnya gimana belom jelas.
"Gue bantuin cari rumah lo."
perkataan tersebut sontak membuat Fair senang dan cepat-cepat berdiri. Berbeda dengan ketiga sahabatnya yang terus menatapnya seolah tidak percaya pada apa yang baru saja mereka dengar.
"Lo nggak mabuk kan Tan?" tanya Gino memastikan.
Tristan menatap cowok itu malas lalu berbalik keluar. Fair melambaikan tangannya pamit ke kakak-kakak kelasnya yang masih duduk lalu berlari kecil mengikuti cowok itu. Serem-serem baik juga ternyata. Ia terkikik senang.
Gadis itu mengambil helm yang disodorkan Tristan padanya. Sekarang ini mereka sudah berada diparkiran motor dekat warung. Pandangan Fair lurus ke cowok yang sudah siap di atas motor besarnya itu. Karena belum ada pergerakan sama sekali dari gadis itu, Tristan menoleh kebelakang.
"Cepetan naik." perintahnya tegas. Fair mengangguk lalu cepat-cepat naik. Galak amat. Batinnya. Tapi nggak apa-apa, selagi cowok itu berinisiatif membantunya mencari alamat rumahnya.
Setelah hampir lima belas menit, Tristan menghentikan motornya di pinggir jalan. Ia menoleh kebelakang.
"Kertas lo." katanya.
Fair menatap bingung ke pria itu. Kertas? Ia berpikir sebentar, setelah paham gadis itu cepat-cepat mengambil kertas dari sakunya dan disodorkannya kedepan cowok itu.
Tristan tertawa pelan. Sangat pelan. Lebih terdengar seperti sebuah dengusan. Kertas itu menurutnya hanya sebuah coretan bukan penunjuk arah. Ia melirik gadis yang duduk dibelakangnya dari balik kaca spion. Gadis itu terlihat asyik memainkan bibirnya sambil sesekali mencak-mencak tidak jelas, membuat pria itu tersenyum tipis. Merasa gemas.
"Kak, gimana? Udah jelas nggak gambar aku?"
Tristan hampir tidak bisa menahan tawanya ketika mendengar pertanyaan polos keluar dari mulut gadis dibelakangnya itu. Untung pria itu tidak kelepasan. Ia masih bisa menjaga image cool dan datarnya didepan gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
🔵🎀🆃🅸🅰🆁🅰❀∂я 👥️
🤣🤣🤣🤣🤣 patut di rekom ni novel buat yg butuh hiburan
top pokok e 👍
2024-10-27
0
Bebby_Q'noy
🤣🤣🤣🤣
2024-08-22
0
lenong
kek nya bener nih Tristan, salah satu temen kakak nya selain Sam
2024-03-17
1