Akibat Kelalaian

Mikaya duduk di deretan bangku besi di depan ruangan dimana putranya tengah di tangani oleh Dokter. Ia cemas dan takut jika sesuatu yang tidak di inginkan terjadi.

Ia mendengar derap langkah mendekat ke arahnya, begitu ia lihat siapa yang datang, ternyata suaminya. Ia sempat menghubungi suaminya menggunakan telepon resepsionis klinik tersebut.

Mikaya langsung bangkit dari duduknya guna mengadu apa yang telah terjadi pada putra mereka sekaligus menjelaskan. Akan tetapi Andovi sudah lebih marah-marah padanya.

"Kamu jadi ibu gimana, sih? Ngurus satu anak aja lalai. Kalau Afgari kenapa-kenapa bagaimana? Siapa yang mau tanggung jawab?" seru Andovi dengan nada suara lirih namun penuh penekanan.

Mata Mikaya mengeluarkan bulir penuh rasa bersalah. Musibah tidak ada yang tahu dan ia kira Andovi akan menenangkannya.

"Aku minta maaf, mas. Aku gak tahu kalau bakalan jadi begini."

"Itu artinya kamu itu gak becus jadi ibu! Kalau Afgari meninggal gimana?"

Mikaya sontak membungkam mulutnya karena ucapan Andovi yang berlebihan.

"Mas! Kamu bisa gak sih gak nyalahin aku terus? Aku di sini juga cemas, mas. Aku takut dan aku mengakui jika ini semua karena aku. Tapi bukan berarti kamu nyalahin aku sampai segitunya, mas!"

Mikaya tidak terima Andovi memaki-maki dirinya dan mengatakan jika dia tidak becus menjaga Afgari.

"Kamu bilang aku tidak becus sebagai seorang ibu, tapi apa kamu sadar kalau selama ini tidak berperan sebagai ayah untuk Afgari."

Andovi mencekal lengan Mikaya lantaran tidak terima dengan ucapan istrinya.

"Aku tidak berperan sebagai seorang ayah untuk Afgari?" Andovi menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. "Uang untuk beli susu Afgari kamu pikir itu darimana? Kamu lupa kalau ASI kamu gak subur?"

Mikaya menghentikan tangannya yang di cekal cukup erat oleh Andovi. Jujur, Andovi sudah sangat keterlaluan. Dia tidak hanya memaki dirinya, tapi juga menghina dirinya dengan kekurangan yang ia miliki.

Semua ibu pasti ingin menyusui anaknya. Akan tetapi tidak semua ibu bisa melakukannya. Jika perkataan demikian keluar dari mulut orang lain, mungkin ia masih bisa menghiraukannya. Akan tetapi perkataan itu justru keluar dari mulut suaminya sendiri. Betapapun hatinya sangat terluka mendengarnya.

Air mata Mikaya kian menderas. Andovi tidak merasa bersalah atas ucapannya yang begitu melukai hatinya. Mikaya tidak pernah menyangka jika Andovi akan setega itu padanya. Andovi benar-benar seperti orang asing baginya. Entah karena sikapnya yang berubah, atau justru ia yang baru mengenal sifat asli pria itu.

***

Mikaya merasa lega lantaran Afgari tidak mengalami luka serius. Hanya luka bagian luarnya saja dan itu tidak berdampak buruk.

Sepanjang perjalanan pulang, Mikaya dan Andovi tidak saling bicara. Membiarkan keheningan menyelinap masuk begitu saja.

Sepuluh menit kemudian mereka sampai. Mikaya turun dari mobil, dan melihat Andovi masih berada di dalam mobil tersebut.

Sedetik kemudian, Andovi memundurkan mobilnya dan membuat Mikaya bertanya-tanya.

"Mas! Kamu mau kemana?" teriak Mikaya begitu Andovi pergi begitu saja.

Teriakan Mikaya tidak membuat pria itu menghentikan mobilnya. Dia justru semakin menjauh dari halaman rumah. Air mata Mikaya kembali turun membasahi pipi, melihat perubahan yang terjadi pada suaminya.

Setelah Andovi benar-benar menghilang bersama mobilnya, Mikaya tidak langsung masuk ke dalam rumah. Ia tatap wajah Afgari yang sedang tidur. Bulir kepiluan kini terus berjatuhan hingga mengeluarkan isak tangis yang terdengar menyedihkan.

_Bersambung_

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***