Ayumi masih terjaga dalam tidurnya, setelah mimpi buruk semalam sempat membuatnya takut dan tidak bisa tidur kembali.
Hordeng dikamar di sibakkan dan dibukalah jendela kamar tidurnya. Hawa pagi yang begitu segar dengan aroma wangi embun pagi yang khas menusuk rongga hidung untuk terus menarik napas dalam.
Terlihat Nenek Arsy yang sedang menyapu halaman rumah. Peluhnya sudah memenuhi seluruh wajah tua Nenek Arsy.
Ayumi keluar kamarnya dan menghampiri Nenek Arsy.
"Nek, Ayah dan Bunda kemana?" tanya Ayumi pelan dengan mengambil alih sapu dari tangan Nenek Arsy.
Nenek Arsy tersentak cukup keras mendengar pertanyaan Ayumi yang terlontar dengan begitu polosnya.
"Ayah dan Bunda sedang mengadu nasib Ayumi. Mungkin selama beberapa waktu, Ayumi bersama Nenek disini dan melanjutkan sekolah disini," jawab Nenek Arsy pelan.
"Nek Arsy!! Nenek!!" teriakan seorang pemuda memanggil Nenek Arsy.
Seorang laki-laki muda berlari menuju halaman rumah Nenek Arsy dan berlari mendekati Nenek Arsy dan Ayumi yang berdiri tepat disebelahnya.
"Ada apa Nak Kahfi?" ucap Nenek Arsy pelan kepada pemuda itu.
"Anu .. Itu .. Pak Bayu, Nek. Pak Bayu kecelakaan!" ucap pemuda itu dengan panik dan tergagap.
"Pelan-pelan Nak Kahfu. Coba katakan dengan perlahan, apa maksudmu?" ucap Nenek Arsy pelan sambil mengusap punggung pemuda itu dengan lembut.
Tampak sekali kelelahan karena berlari. Pemuda itu bernama Kahfi. Putra bungsu dari salah seorang Kyai ternama di desanya.
"Nek Arsy. Bapak baru saja mendapatkan kabar kalau Pak Bayu dan Bu Alisha mengalami kecelakaan, saat berada di kapal yang akan menyeberang tujuan pulau Bali," ucap Kahfi pelan dengan terbata-bata.
"Ayah!! Bunda!!" teriak Ayumi dengan sangat keras.
Sekilas bayangan mimpi tadi malam seakan menari-nari kembali dalam benaknya. Ayumi melempar sapu yang masih dipegangnya. Air matanya sudah luruh begitu saja membasahi pipinya.
Ayumi berlari menuju rumah dan masuk ke dalam kamarnya, pintu kamar ditutup dengan terbanting. Teriakan histeris menyelimuti ruangan kamar kecil itu.
"Kenapa!! Kenapa harus Ayumi yang mengalami hal ini. Kenapa bukan yang lain, Ya Allah. Bolehkah Ayumi berteriak dan marah padamu, Ya Allah?" teriak Ayumi yang semakin histeris.
Nenek Arsy dan Kahfi berlari mengikuti Ayumi ke kamar. Pintu kamar sengaja dibuka dengan keras oleh Kahfi. Nenek langsung berlari memeluk Ayumi dengan sangat erat.
Ayumi membalas pelukan Sang Nenek mencari kenyamanan di ceruk leher Sang Nenek.
Kahfi melihat keduanya sungguh merasa iba. Perasaannya tergerak untuk menolong kedua wanita ini hingga bisa tersenyum kembali.
"Nenek, Kahfi pulang dulu. Nanti biar Bapak yang mengurus semuanya," ucap Kahfi dengan sopan.
Nenek Arsy hanya melirik sekilas dan menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Kahfi kembali ke rumahnya dengan pikiran yang terus tertuju pada Ayumi. Ayumi gadis yang lemah lembut, ayu dan terlihat sholehah itu kini telah mengganggu pikirannya.
"Kahfi, berita duka itu sudah kamu sampaikan pada Nenek Arsy?" tanya Kyai Toha kepada Kahfi anak bungsunya.
"Sudah Pak. Mereka berdua menangis, dan Kahfi bingung harus berbuat apa? Tidak tega melihat kesedihan yang mereka alami seperti itu," ucap Kahfi menjelaskan kepada Bapaknya.
Bayangan Ayumi terus saja menari-nari dalam pikiran Kahfi sejak tadi.
'Perasaan apa ini sebenarnya, seperti tidak biasanya. Melihat perempuan cantik itu hal biasa bagi Kahfi, namun gadis ini seperti berbeda,' ucapnya dalam hati.
"Afnan ... " panggil Sang Ayah kepada Afnan anak sulungnya.
"Iya Pak. Ada apa?" tanya Afnan pelan dan sopan.
"Pergilah ke rumah Nenek Arsy. Bantu jika ada sesuatu yang harus kamu lakukan disana dan hibur Nenek Arsy serta cucunya yang baru saja kehilangan anak, menantu sekaligus orang tua," titah Kyai Toha kepada Afnan.
"Baiklah Pak. Afnan pamit untuk menemani Nenek Arsy disana," ucap Afnan pelan.
Kahfi hanya terdiam dan menatap ke arah Sang Ayah, berharap dirinya juga dititah untuk menemani keluarga Nenek Arsy.
"Kahfi, bagaimana sekolahmu?" tanya Kyai Toha dengan tegas.
"Baik Pak." jawab Kahfi dengan sangat pelan.
Kedua tangannya mengepal cukup erat. Sekolah dan tinggal di Pesantren adalah impian Kahfi sejak dahulu. Kahfi memiliki cita-cita yang cukup mulia, ingin menjadi Kyai seperti Ayahnya.
"Jangan lupa pada hapalanmu Kahfi. Kamu pasti bisa menjadi seorang Hafidz Qur'an," ucap Kyai Toha dengan sangat antusias.
"Doakan Kahfi Pak. Pak, ada yang ingin Kahfi bicarakan," ucap Kahfi pelan dengan sedikit gugup.
"Apa itu? Katakanlah anakku," ucap Kyai Toha dengan pelan.
Sementara waktu di lain tempat. Di kediaman Nenek Arsy, banyak orang datang untuk berbela sungkawa atas meninggalnya Bayu dan Alisha dalam kecelakaan kapal.
Jenazahnya belum ditemukan, tapi sudah dipastikan semua awak kapal dan penumpang meninggal.
Ayumi masih saja bersedekap pada kedua kakinya yang di tekuk. Sesekali wajahnya di benamkan di dekat kedua kakinya. Tangisannya masih terdengar walaupun hanya sesegukan.
"Gadis cantik, makan dulu ya?" ucap Afnan yang sudah membawa semangkok bubur dan teh hangat manis untuk Ayumi.
Ayumi tidak menjawab pertanyaan Afnan. Melirik juga tidak, bahkan malah membuang muka ke arah luar jendela kamar.
Afnan mencoba mendekat dan meletakkan mangkuk bubur dan segelas teh hangat di atas nakas. Lalu duduk di atas kasur dekat dengan Ayumi yang masih saja menangis.
"Bagaimana kedua orang tuamu bisa bahagia jika anak gadisnya menangis terus seperti ini, ucap Afnan pelan lalu mengambil boneka bebek yang ada di sekitar Ayumi.
Ayumi tetap diam dan tidak menggubris sama sekali ucapan Afnan.
"Ayumi, makan yuk? Kakak suapin, mau ya?" ucap Afnan dengan suara yang mirip dengan bebek dan mendekatkan boneka bebek itu pada Ayumi.
"Tolong pergi, biarkan Ayumi sendiri!" jawab Ayumi dengan sangat lirih. Tenaganya sudah habis untuk menangis. Perutnya juga mulai berdemo meminta untuk diisi dengan bubur yang tercium sangat enak dari mangkuk yang dibawa Afnan.
"Yakin pergi, itu perutnya berbunyi. Gak mau makan?" tanya Afnan pelan menggodanya Ayumi yang sudah jelas terlihat lapar.
Ayumi melirik ke arah mangkuk bubur di atas nakas. Hanya bisa menelan air liurnya.
"Makan ya?" ucap Afnan sambil mengambil mangkuk bubur dari atas nakas.
Afnan mengaduk bubur didalam mangkuk lalu menyendokkan bubur tersebut untuk disuapkan kepada Ayumi.
"Makan ya?" ucap Afnan mengulang ucapannya dan mendekatkan sendok tersebut ke bibir Ayumi.
Tanpa rasa malu-malu Ayumi sudah membuka mulutnya untuk menerima suapan bubur dari Afnan. Perutnya sudah benar-benar lapar, kepalanya juga sedikit pening karena lelah menangis.
Setiap suapan demi suapan, Afnan memberikan nasihat dan motivasi untuk Ayumi agar tetap semangat menjalani kehidupannya nanti.
"Namamu Ayumi? Nama yang cantik seperti orangnya," ucap Afnan pelan dan menatap kedua bola mata Ayumi yang masih bengkak karena sepanjang hari menangis.
"Kakak siapa?" tanya Ayumi pelan membalas tatapan Afnan. Suapan terakhir itu menutup pembicaraan mereka yang membuat Ayumi penasaran tentang Afnan.
"Ingat pesan Kakak. Jangan meratapi apa yang sudah menjadi takdir Allah," ucap Afnan singkat dan memberikan segelas teh manis hangat kepada Ayumi.
Ayumi menerima gelas tersebut dan meneguk teh manis hangat itu. Senyuman Ayumi mengembang saat Afnan menatap Ayumi tanpa berkedip.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Mamah Dara
duh yg suka ma Ayumi Kahfi tp yg pasti Deket ma Ayumi kafnan
2023-07-06
1