Sinta merasa jantungnya akan segera keluar dari tempatnya kalau suasana mencekam ini tak juga dihilangkan. Dia begitu tegang karena sejak tadi pria di depannya hanya menatap dirinya dalam diam. Untuk mengurangi ketegangannya, Sinta mencoba mengalihkan perhatian ke arah lain. Menatap berbagai lukisan yang dipajang di sana. Tapi hal itu pun tak juga mengurangi kegugupan yang dia rasakan.
Ingin rasanya Sinta bertanya, tapi dia takut kalau itu akan semakin membuat pria ini diam tanpa bicara. Akhirnya satu-satunya pilihan yang dia miliki hanyalah menunggu sampai pria yang memanggilnya ini mau mulai bicara.
"Kamu tahu siapa aku?"
Sinta terkesiap, dia begitu terkejut diajak bicara tiba-tiba. "Ti, ti, tidak, tuan," katanya menunduk dalam sambil memejamkan mata.
"Beraninya kamu merayu 'Pria itu' tanpa mengetahui siapa keluarganya?"
Mendengar hal itu, mata Sinta terbelalak. Apa mungkin pria menakutkan ini merupakan keluarga dari pihak suaminya. Siapa, apa ayahnya. Atau pamannya. Bisa juga kakeknya. Bagaimana bisa suaminya yang baik hati memiliki keluarga sekasar dan sedingin ini. Sungguh tak masuk akal dan tak bisa dipercaya.
"Aku Amran! Pria yang hidup bersama denganmu adalah cucuku satu-satunya!"
Sinta memaksakan tersenyum, meski pun terlihat kaku. Namun, dia merasa kalau dirinya harus tersenyum saat ini. "Saya Sinta, kek. Semoga anda panjang umur. Senang bertemu dengan anda," tukas Sinta berpura-pura tenang. Dia yakin meski pria ini terlihat menyeramkan, tapi tak mungkin beliau membahayakan Sinta kalau memang beliau kakek dari suaminya.
"Kamu kira aku menyuruhmu datang untuk berkenalan, hah!!!"
Sinta memejamkan mata saat Arman berteriak. Dia diam tak menjawab, apa pun yang dia katakan dia yakin kalau pria satu ini tak akan mau mendengarkannya. Dia di sini bukan untuk memberikan selamat atas pernikahan mereka.
"Aku akan langsung saja." Arman menjentikkan jarinya. Ardi pun segera menyerahkan dua koper besar yang begitu dibuka salah satunya ternyata penuh berisi uang.
"Menghilanglah seolah kamu sudah mati!"
Melupakan rasa takut dn kegugupannya. Sinta menatap tepat ke bola mata Arman. "Saya tidak bisa!" katanya dengan berani tanpa gagap sama sekali.
"Apa masih kurang?" tanya Arman meremehkan. "Rupanya nafsu makan yang kamu miliki banyak juga, ya?!" sarkas pria tua itu sambil terkekeh geli. "Akan aku tambahkan sebanyak apa pun yang kamu mau. Tapi lakukan satu permintaanku yang tadi!"
"Saya tak ingin uang. Saya bahkan tak tahu kalau suami saya masih memiliki keluarga. Alih-alih memberi uang, bagaimana kalau kakek memberikan restu pada kami berdua. Agar kehidupan pernikahan kami bahagia dan bertahan lama," tukas Sinta sopan. Wanita itu kini mulai bisa tersenyum seperti biasanya, tak lagi kaku seperti saat pertama tadi bertemu.
"Tak ada keuntungan yang aku dapatkan salam hal itu. Aku hanya ingin kamu menghilang, bukannya menyuruh kamu meminta restu atau semacamnya. Restuku tak akan pernah ada untuk wanita seperti kamu!" decih Arman menatap rendah Sinta yang tak memiliki apa pun.
"Apa harus ada keuntungan dulu, kakek?" tanya Sinta. Kegugupannya menguap begitu dia ditawari uang. Dia merasa dirinya dianggap sebagai perempuan yang bisa membuang hidupnya hanya karena nominal yang diberikan.
"Jangan panggil aku kakek! Aku bukan kakekmu!!!" hardik Arman mengetuk keras tongkatnya. "Dan memang benar restu ada berbarengan dengan keuntungan yang dibawa!" tambahnya menyatakan kalau kehadiran Sinta sama sekali tak menguntungkan dirinya mau pun keluarga mereka.
"Saya tak bisa ke mana-mana. Tempat saya di sisi cucu anda, tuan. Cucu anda sendiri yang memilih saya sebagai pendampingnya, jadi saya hanya akan setia pada suami saya."
"Kamu tak akan pernah diterima!" tunjuk Arman murka karena diberi tahu fakta yang sangat menjengkelkan. Dia tahu kalau cucunya yang bodoh itu dimabuk cinta dan memilih sembarang gadis sebagai mempelai. Tetapi tetap saja dia meras kesal karena mendengar langsung hal itu dari mulut wanita yang menjadi pilihan cucunya.
"Tolong antarkan saya pulang, tuan. Pekerjaan saya di rumah masih banyak," pinta Sinta tak bergeming mendengar umpatan pria tua yang merupakan kakek dari suaminya.
"Aku akan melakukan segalanya agar kalian berpisah!" pekik Arman sekali lagi.
"Saya bahkan belum memasak makan siang untuk suami saya," balas Sinta tak menyambung. Dia masih tetap minta diantarkan pulang.
Arman melempar tongkatnya ke pintu, segera saja bawahannya yang berjaga di depan masuk karena mendengar keributan.
"Maaf kami masuk tanpa permisi, tuan besar!" kata mereka membungkuk hormat. "Apa yang terjadi, tuan besar?" tanya mereka masih tetap membungkuk.
"Antar wanita tak tahu malu ini kembali. Biarkan merasakan kalau apa yang aku katakan pasti akan menjadi kenyataan!" asn berdiri membelakangi Sinta. Pria tua itu enggan menatap wanita yang sudah mencuri cucunya bahkan bersikap kurang ajar padanya.
"Saya permisi, tuan. Semoga hari anda menyenangkan!" pamit Sinta sebelum pergi.
"Brengs*k, tak ada yang berjalan sesuai keinginanku!!!" umpat Arman yang rasanya ingin menghancurkan semua yang ada di depannya agar merasa lebih lega.
"Masih ada lain waktu, tuan besar. Anda selalu bisa mendapatkan apa yang anda inginkan selama ini. Anggap saja ini sebagai tantangan dalam hidup panjang anda!" ucap Ardi menghibur suasana hati tuannya.
"Andai saja Jamal bisa berlaku setengah saja seperti dirimu, aku tak akan susah payah mengurus semua seperti ini. Dia pasti bisa mengikuti semua yang aku katakan tanpa membangkang sama sekali!"
"Tuan muda masih emosian. Beliau belum matang dan memiliki pemikiran sendiri. Jadi beliau masih suka menentang dan merasa benar dengan apa yang beliau pilih. Tunggu beberapa waktu, dan tuan muda akan tahu bahwa anda memikirkan segalanya demi kebaikan beliau juga."
Arman mengangguk, emosinya menguap begitu saja setelah mendengar beberapa patah kata yang diucapkan asistennya itu. Sungguh beruntung dirinya bertemu dengan bawahan yang sangat mengerti apa yang dia inginkan dan pikirkan.
"Sampaikan pesanku! Mulai hari ini, musuhi wanita itu. Kalau dia masuk ke rumah ini, buat dia merasa tak nyaman dengan cara apa pun! Sebarkan gosip, entah itu rekayasa atau kenyataan. Lakukan yang terbaik untuk membuat perempuan itu sadar kalau dia harus menjauh agar bisa tetap hidup dengan nyaman!"
"Akan saya lakukan sesuai yang anda perintahkan, tuan!" Ardi segera melaksanakan perintah dari tuannya. Dia bahkan memberi tahu semua titah tersebut sampai keluarga cabang yang paling jauh. Dengan ini pengucilan atas nama Sinta akan mulai dilakukan. Wanita itu tak akan bisa berdiri dengan tenang kalau tak pergi dari sini dengan segera. Semua akan kembali ke tempatnya yang semula. Keinginan tuan mereka pasti akan terpenuhi bagaimana pun caranya.
Tuan muda pasti akan menikah dengan gadis yang dipilihkan oleh kepala keluarga mereka. Itulah masa depan yang terlihat dan akan terjadi dengan segera.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments