2. Hanya ingin yang terbaik untukmu.

Pernyataan cucunya membuat Arman tak bisa tinggal diam. Meski dia memberikan waktu pada Jamal, cucunya. Namun, pria tua itu begitu tak sabar untuk mengetahui wanita mana yang berhasil masuk ke dalam lingkup keluarganya.

Ardi yang menjadi tangan kanan Arman pun diberi tugas untuk mencari tahu selengkapnya tentang wanita yang menurut pernyataan cucunya telah menjadi pendamping cucunya itu. Ardi menyanggupi, tak sampai dua jam, laporan yang diinginkan Arman sudah tersedia di atas mejanya. Semakin dibaca, semakin mengeras ekspresi Arman. Dia sangat tak menyukai apa yang tertulis di sana. Lebih baik cucunya tak usah menikah dari pada memilih sembarang orang yang tak berguna masuk ke dalam keluarga mereka.

Sebagai bawahan yang kompeten, Ardi menenangkan tuannya. Mengatakan kalau semua belum terlambat. Tuannya masih bisa mengubah keadaan seperti yang tuannya inginkan dengan mudah. Hanya perlu satu perintah dan akan ada banyak tangan yang siap mengerjakan perintah tersebut.

...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...

Di sinilah Arman, berhenti di depan rumah sederhana yang mungil dan bersih. Terdapat taman kecil yang ditumbuhi bunga-bunga indah. Seorang wanita terlihat sedang menyirami bunga sambil tersenyum dan sesekali bersenandung kecil. Wanita yang tak lain dan tak bukan merupakan pencuri hatinya, pendamping yang dia pilih, kekasih hidupnya, jodoh yang diberikan Tuhan padanya, serta cinta pertama yang untungnya bisa bertahan sampai mereka menikah.

"Aku pulang," ucap Jamal sembari tersenyum tipis. Beban di hatinya seolah menghilang hanya dengan melihat raut wajah bahagia istirnya. "Istri siapa ini? Cantik sekali," pujian pun dilontarkan. Sebelah tangan Jamal mencubit pelan pipi chubby Sinta, istrinya.

"Mas sudah makan?" oh lihat, betapa perhatiannya wanita ini kepadanya. Dia selalu diingatkan untuk makan tepat waktu dan minum air yang banyak agar tetap sehat.

"Belum, nih. Mas maunya makan di rumah aja bareng istri yang cantik ini!" tangan Jamal kembali mencubit kecil Sinta. Kali ini, hidung wanita itu yang jadi sasarannya.

"Harusnya mas makan aja duluan, ini udah lewat jam makan siang, loh," tukas sang istri sedikit mengomel sayang. Meski begitu, Laras segera menyudahi pekerjaannya. Wanita itu mencuci tangannya dan mengajak Jamal, suaminya masuk ke rumah.

"Mas cuci tangan gih sana, sekalian ganti baju yang lebih santai," ucap Sinta mendorong pelan suaminya.

"Yakin gak mau dibantu siapin makanan?" tanya Jamal tak bergerak dari tempatnya. "Berat loh dek bawa ini-itu," tambah pria itu melirik ke dapur.

"Aku bisa sendiri, mas ganti baju aja sana!" pengusiran kedua kali tak mungkin dibantah oleh Jamal. Pria itu segera mengikuti titah ratunya. Tak selamanya kepala keluarga harus dituruti, mendengarkan pasangan pun merupakan sikap yang baik.

Begitu masuk ke kamar, wajah Jamal kembali tak karuan. Dia tahu kakeknya tak akan tinggal diam. Tapi dia masih bingung apa yang harus dia lakukan untuk melindungi istrinya yang paling dia cintai. Sebagai keluarga dan satu-satunya cucu yang secara tak langsung dididik di bawah pengaturan Arman. Jamal sangat tahu bagaimana sifat kakeknya sendiri. Pria tua itu tak akan segan menutup mata dan melenyapkan semua penghalang yang menurutnya menghalangi jalan kesuksesan bagi keluarga Sanjaya.

Terlalu larut dalam pemikirannya sendiri, Jamal sampai lupa mengganti pakaiannya. Bahkan ke kamar mandi saja belum dia lakukan.

"Mas, makanannya sudah siap." suara pintu diketuk menyadarkan Jamal. Pria itu pun bergerak dengan cepat dan segera berganti baju rumahan.

"Duh, wanginya masakan istriku!" puji Jamal meninggalkan segala keresahan yang dia miliki jauh di lubuk hatinya. Untuk sekarang dia hanya ingin fokus pada istrinya. hal lain bisa dia pikirkan nanti.

Keduanya makan dengan lahap, sesekali mereka bercanda dan menunjukkan kemesraan. Jamal memperlakukan istrinya dengan penuh cinta, tak pernah pria itu berkata kasar atau pun marah. Dia selalu mengerti dan paham dengan berbagai perubahan mood yang sering dialami wanita itu setiap bulannya. Tak ada keluhan, Jamal malah dengan setia selalu mendengarkan apa yang menjadi keluh-kesah istrinya selama ini.

"Bagaimana pekerjaannya, mas? Gak ada masalah, kan?" kini keduanya sedang duduk santai di depan televisi. Ada buah-buahan yang sudah dipotong-potong menemani obrolan mereka.

'Banyak, tapi gak mungkin aku bilang gitu ke kamu, kan!'

Jamal menelan kembali kata-kata yang hampir meluncur begitu saja. Kalau dia mengatakan yang sebenarnya, entah bagaimana reaksi dari kekasih hatinya itu.

"Tak ada masalah. Kamu bisa tenang, dek," tukas pria itu menutupi semuanya dengan senyuman. Biar dia yang memikirkan jalan keluar terbaik untuk situasi mereka. Istrinya hanya harus mendengar hal-hal menggembirakan, melihat hal-hal indah, dan mendapatkan yang terbaik. Tak boleh ada kabar yang mengkhawatirkan sampai ke telinga wanita yang menjadi pendampingnya ini.

"Beneran?" Jamal menghindarinya tatapan Sinta. Di bawah tatapan mata istrinya, mana bisa dia berbohong. Lebih baik dia berpura-pura fokus pada film yang mereka tonton saja.

"He'eh,"

Sinta masih menatap ragu. Raut wajah suaminya sering berubah-ubah, seakan ada sesuatu yang dipikirkan. Dia hanya ingin Jamal berbagi segala cerita padanya, baik itu hal yang tak enak didengar atau kabar buruk sekali pun. Tapi kalau suaminya memang tak ingin mengatakan apa pun, dia tak mungkin memaksa. Sebagai istri, Sinta hanya bisa menunggu hingga suaminya mau berbicara jujur padanya.

"Jangan terlalu bekerja keras, mas. Mas juga harus istirahat biar tetap sehat!"

Jamal memejamkan matanya, bisa dibilang mereka masih bisa digolongkan sebagai pengantin baru. Tetapi sudah terlalu banyak kebenaran yang dirinya tutupi. Bahkan istrinya tak tahu fakta kalau dia dari keluarga ternama, calon penerus perusahaan, serta kepala keluarga generasi selanjutnya.

"Mas kan kerja biar bisa memberikan semua yang terbaik buat kamu, dek," ucap Jamal menepis keinginannya untuk jujur. Dia tak siap melihat reaksi istrinya kalau tahu dirinya memiliki banyak harta. Ada alasan tersendiri mengapa sampai sekarang Jamal belum juga mengatakan kalau dia merupakan cucu dari keluarga terpandang. Pria itu mengaku hanya pekerja biasa, memiliki gaji normal seperti pekerja lainnya, mobil pinjaman dari kantor, dan kantor yang sangat tepat waktu dalam hal kepulangan karyawannya. Tak ada lembur, tak ada perjalanan dinas. Semua hanya pekerjaan biasa tanpa harus membawa pekerjaan pulang ke rumah.

"Dan aku inginkan mas tetap sehat. Itu yang terbaik buat aku, mas!"

Jamal mengangguk, perasaan hangat menyeruak di dadanya. Dia merasa begitu diperhatikan dan dicintai. "Kesayangan mas yang cantik, sudahkah mas bilang kalau kamu sangat-sangat dicintai? Tentu saja cinta terbesar dari mas pastinya!" dekapan lembut berbalas, kekehan kecil terdengar dari belah bibir istrinya, menjadi jawaban atas rayuan yang dirinya berikan.

Jamal berdo'a dalam hati, semoga tak akan ada yang berubah walau istrinya tahu kebenarannya. Bagaimana pun, dia harus memberi tahu Sinta segalanya. Tentang dirinya, tentang keluarganya, dan tentang statusnya sebagai penerus.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!