Dari SEDAYU ~ JOGJAKARTA, yanktie mengucapkan selamat membaca cerita sederhana ini.
"Kamu serius nggak apa apa?" Mukti tak tega meninggalkan Vio. Tapi dia tak bisa mengantarkan karena sudah ditunggu papa dan mamanya di hotel untuk segera pulang ke Bali.
"Enggak apa apa sayank aku pulang sendiri aja. Kamu hati-hati ya nyetir ke Bali kalau capek istirahat jangan dipaksain," kata Vio.
Perempuan itu memeluk Mukti dengan manja.
Mukti sangat senang cinta lamanya bersemi kembali.
Mereka pun berpisah di cafe. Mukti mengecup kedua pipi dan kening Vio. Tak mungkin dia mengecup bibir di ruang terbuka seperti itu.
"Khabari aku tiap saat ya," pinta Vio.
"Kamu kapan kembali ke Jakarta?" bukannya menjawab permintaan Vio, Mukti malah bertanya pada gadisnya.
"Mungkin lusa, aku udah bilang sama tante Imelda."
"Naik apa?" kalau bisa Mukti akan mengantar kekasihnya kembali ke Jakarta.
"Aku nggak tahu, entah naik kereta atau pesawat. Karena tante Imelda katanya mau datang ke Surabaya dulu. Mungkin nanti aku kembali bersama dia."
'*Kalau dia sama tante Imelda ya aku enggak bisa mengantarnya. Gawat kalau ketahuan, bisa sampai ke mas Sonny juga papa dan mama*.' batin Mukti.
\*\*\*
"Tadi jadi ketemuan dengan Mukti?" tanya Menur?"
"Jadi Tante." Jawab Vio. Hanya orang dekat yang memanggilnya Vio. Kalau yang hanya sekedar kenal seperti teman sekolah dan teman kerja memanggil perempuan itu dengan panggilan Yaka. Sonny pun masih memanggilnya Yaka.
"Terus apa yang kalian bicarakan?" Selidik Menur. Dia tak ingin ada yang keluar garis. Semua harus sesuai skenario.
"Aku minta supaya Mukti tidak menghambat misi kita," jawab Vio santai.
"Enggak mungkin dia akan diam aja. Dia pasti akan ngerusak program. Lagian mama bukan tahan supaya dia enggak hadir. Harusnya jangan biarin Mukti lihat Vio sebelum ijab kabul sama Sonny," Imelda protes pada Menur.
Rupanya Imelda datang ke Surabaya karena mau janjian bertemu dengan Menur dan Vio.
"Aku bisa handle Mukti. Aku bilang aja tunggu enam bulan lagi aku akan berpisah dengan Sonny."
"Aku janjikan akan selalu setia sama dia," jawab Vio santai.
"Kamu bilang kamu nggak pernah cinta sama Mukti," cetus Imelda.
"Aku memang nggak pernah cinta sama Mukti, apalagi Sonny yang baru kenal."
'*Cintaku cuma buat dia yang tak bisa aku gapai*,' lanjut Vio dalam hatinya.
'*Kalau saja aku belum pernah ternoda, aku masih punya harga diri untuk mendekatinya, aku terpaksa terus-menerus dengan Mukti karena sudah ternoda*.'
"Sekarang sudah beres soal Mukti. Enggak perlu ada yang dikhawatirkan. Aku malah akan gunakan Mukti sebagai bemperku."
\*\*\*
"Kenapa kamu sedih?" tanya Sri pada Komang teman satu kamar kostnya.
"Aku baru dapat berita dari kampung, ibuku sakit," jelas Komang Ayu. Gadis asal Bali pada teman asal Jawa Tengah itu.
Komang masih menatap layar handphonenya. Bukan handphone baru. Yang penting dia bisa berhubungan dengan orang lain.
"Lalu bagaimana maumu? Mau pulang?"
"Aku bingung Sri. kalau aku pulang semua tabunganku akan habis buat ongkos aja. Malah tak ada yang tersisa buat berobat ibu." Keluh Komang sedih. Sejujurnya tabungannya juga tak banyak, karena tiap bulan gajinya dia kirim ke ibunya.
"Kamu berikan aja uang tabunganmu semua. Kamu enggak usah pulang. Biar ibumu berobat. Adakah yang bisa menemani ibumu?" Sri mencoba mencarikan solusi bagi saudara di perantauannya itu.
"Kami punya saudara seperantauan seperti aku dan dirimu. Dia tinggal di sebelah rumah dia sudah seperti nenek atau budeku sendiri. Dia yang selalu membantu kami karena ibu dan pakde sama-sama perantau dari Banyuwangi, dan tadi pakde juga yang menghubungiku," kata Komang.
"Ya sudah kamu minta tolong dia aja untuk membawa ibumu ke rumah sakit kamu berikan uangmu untuk beli obat ibumu," kata Sri.
"Baiklah, aku akan lakukan usulanmu," jawab Komang Ayu. Memang rasanya itu jalan terbaik baginya kini.
Komang Ayu adalah seorang gadis dari Bali, tepat dari Badung.
Satu tahun lalu dia harus putus kuliah karena ibunya sudah tak bisa membayar uang kuliah lagi dan pamannya membawanya untuk kerja di Jakarta mencari uang.
Komang Ayu diterima kerja di sebuah Cafe, tempat kerja yang sekarang.
Namanya orang bekerja ya standar lah semua pekerjaan pasti berat. Tapi Komang menikmatinya, dia tak mengeluh.
Di Jakarta, Komang kost di belakang cafe, tidak ikut tinggal dengan pamannya karena sungkan dengan bibinya.
Takut terjadi keributan sama istri sang paman, lebih baik dia kost dekat cafe. Sekalian untuk menghemat waktu dan ongkos. Kalau dari rumah pamannya dalam satu bulan dia harus keluar ongkos yang lebih besar dari bayar sewa kamar.
Selain itu dia sering pulang jam 22.00 karena cafe baru tutuk pk 21.30. Jam segitu kendaraan ke rumah pamannya sulit dan berbahaya.
Komang tinggal bersama Sri yang dari Tegal. Jadi sama-sama perantau di Jakarta. Mereka berbagi kamar, membuat Sri dan Komang sangat akrab layaknya saudara.
"Harusnya kamu bilang pada bapakmu, suruh bantu ibumu disaat ibumu sakit seperti ini," kata Sri.
"Dia bukan suami ibuku. Bagaimana aku bisa minta tolong padanya? Sedangkan untuk memberi aku yang anaknya saja saat aku di Badung dulu dia sembunyi-sembunyi dan tidak bisa tiap bulan," Komang mengingat sosok lelaki kaya yang berpredikat sebagai ayah kandungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 516 Episodes
Comments