Heri menjelaskan maksud kedatangannya. Yaitu ingin merekrut Sakura menjadi asisten dari Direkturnya. Posisi Heri sendiri adalah sekretaris disana.
"Aku bahkan tidak mengenalmu dan siapa yang tahu kalau kartu ini palsu."
Heri tersenyum tipis, sepertinya dia sudah menduga Sakura tidak akan mudah mempercayainya.
"Aku mengerti kamu tidak akan langsung percaya. Tapi atasanku sungguh-sungguh membutuhkan asisten. Aku melihatmu saat itu dikafe. Aku ada disana saat itu untuk memesan kopi untuk Direktur."
Sakura mengernyit, kecurigaan semakin besar dalam kepalanya.
"Siapa yang akan mempercayai alasan seperti itu?"
'Wah, dia memang orang yang blak-blakan ya.' kata Heri dalam hati.
"Aku bekerja sebagai sekretaris sudah lama sekali, aku tahu kamu adalah orang yang cocok sebagai asisten atasanku. Dia sedikit sulit karena sangat ketat. Butuh orang yang memiliki ketajaman mata dan analisa keadaan yang baik sepertimu untuk bekerja dengannya. Kamu juga lulusan dari universitas yang bagus dengan nilai yang sempurna."
"Hah! Ternyata kamu sudah menyelidiku."
"Bukan begitu, tolong jangan salah paham. Aku hanya kebetulan memiliki rekan yang mengenalmu diperusahaan."
"Rekan?"
"Dia seniormu, dia tidak begitu mengenalmu tapi dia ingat kamu juniornya saat kuliah. Vidiomu kan sangat viral, beberapa orang membahasnya dalam perusahaan saat sedang senggang."
"Oh, jadi begitu. Karena itu kamu mendapatkan informasiku dari kampus?"
"Ya, jadi bagaimana dengan tawaranku?"
Itu tawaran yang menggiurkan bagi banyak orang, tapi tidak bagi Sakura yang tujuan hidupnya saat ini adalah menjadi pengangguran. Tentu saja dia langsung menolaknya tampa basa basi.
"Terimakasih, tapi aku menolak."
Untuk sesaat Heri terlihat kaget, namun detik selanjutnya dia langsung bersikap seperti semula.
"Bukankah kamu memutuskan ini terlalu cepat?"
"Tidak tuh."
"Bolehkah aku tahu alasannya? Mungkinkah aku menyinggungmu atau bagaimana?"
.
Dia gigih sekali. Lalu apa-apaan wajah memelasnya itu?
"Aku hanya tidak ingin bekerja."
"Mana ada yang seperti itu... Tolong pikirkan lagi... Gajinya besar dan aku akan membuatmu mendapatkan fasilitas khusus setara manager, bagaimana?"
"Sekarang aku tidak butuh uang. Jadi pergilah!"
Kenapa dia sangat gigih?
.
Heri pergi dengan menunjukan rasa kecewa. Ketika dia kembali ke mobilnya, dia langsung menghubungi seseorang.
"Kamu sudah melakukan apa yang aku minta?"
Heri menyeringai ketika mendengar jawaban orang yang ia hubungi. Begitu dia memutus sambungan, dia menoleh kembali ke dalam kafe. Sakura sedang menikmati makanannya disana.
"Aku pasti akan mendapatkanmu." katanya dengan penuh keyakinan.
Heri kembali menuju kantornya. Waktu istirahat makan siang telah selesai. Dia harus menghadapi bosnya yang super sulit itu.
Ketika dia membuka pintu, dia mendapati atasannya sedang berbaring di atas sofa yang ada di ruang itu dengan mata tertutup. Heri tahu dia tidak tidur.
Seorang pria muda berumur 27 tahun. Memiliki kulit seperti porselen dengan bola mata bewarna hijau. Rambut aslinya bewarna perak, tapi dia mewarnainya menjadi warna hitam sejak dia kembali ke Indonesia beberapa tahun yang lalu.
Pria berdarah belanda dan Indonesia itu memiliki tubuh yang besar dan tinggi. Tingginya adalah 184, sagat jauh dengan Heri yang memiliki tinggi rata-rata laki-laki Indonesia, yaitu 170 cm.
Pria yang sangat pendiam tapi mendapat julukan playboy. Heri sampai kerepotan dengan julukannya ini. Karena pada dasarnya, hanya dia satu-satunya yang mengetahui alasan atasannya ini mendapat julukan itu.
"Pak, saya kembali."
"Ck!"
Jika sudah begitu, Heri tahu dia harus diam dan menunggu. Tidak peduli ada gempa sekalipun, dia tidak akan berani menggangu lagi kalau tidak ingin mendapat balasan yang tak diinginkan.
Danique suseno, nama pria yang menjadi atasan Heri. Pria yang jauh lebih muda darinya dan memiliki sikap yang sangat membuatnya kerepotan setiap saat. Karena itu Heri minta asisten untuk atasannya.
Brak!
Heri memejamkan matanya sesaat ketika mendengar pintu dibuka dan dibanting tertutup kembali dibelakangnya. Heri berbalik, tersenyum ramah dan penuh hormat.
"Selamat siang, ibu Nora." sapa Heri.
Nora, wanita paruh baya itu adalah ibu Dan, pria yang kini membuka matanya dan dengan gerakan malas duduk dengan benar.
"Dan! Apa yang kamu lakukan pada tunanganmu! Kamu berselingkuh lagi!" teriak ibunya.
Dan tidak menjawabnya, dia menyodorkan tangannya pada Heri. Dengan sigap Heri mengambil ponsel Dan diatas meja dan memberikannya.
Ibunya yang melihat tingkah anaknya hanya bisa menghela napas. Duduk di sofa dengan wajah frustasi.
"Pertunanganmu secara resmi akan dilaksanakan bulan depan. Ibu sudah mendapatkan izin dari ayahmu. Jadi ibu minta putuskan pacar barumu itu!" pinta ibunya.
Lagi-lagi Dan tidak menjawab. Ujung-ujungnya ibu Dan beralih pada Heri. Orang yang selalu menjadi pengganti Dan untuk menjelaskan.
"Saya akan membuat mereka putus, Anda tidak perlu kawatir. Seperti biasanya, kali ini pak Dan juga tidak serius." kata Heri ketika mereka telah diluar ruangan.
"Aku sungguh sungguh sangat frustasi. Tolong awasi Dan dengan baik. Kenapa kamu selalu tidak becus dalam menghalangi setiap wanita yang mendekatinya!"
"Maafkan saya, kedepannya saya akan lebih berusaha."
"Ck! Jawabanmu selalu itu tapi ini selalu terjadi!"
Heri mengutuk atasannya dengan sepenuh hati. Selalu dia yang kena getahnya akan ulah Dan.
'Tidak bisa begini terus, aku bisa gila! Aku harus mendapatkan gadis itu untuk mengatasi beruang kutub ini!'
.
Sakura mengikat rambutnya kali ini. Memakai topi seperti biasa dan pakaian serba hitam. Dia berencana pergi menemui teman lamanya yang tinggal dikota ini. Tapi sebelum itu, Sakura pergi ke ATM terdekat untuk mengambil uang tunai.
"Kenapa sih?" kesalnya.
Berulang kali kartu itu dimasukkan tapi tetap tidak bisa melakukan transaksi. Dengan kesal Sakura langsung mendatangi bank terkait dan meminta penjelasan, tapi jawaban yang ia dengar membuatnya naik darah.
"Jadi, apa wanita ular itu berhasil membuat ayah menelantarkan anaknya sendiri!"
Sakura segera menelepon ayahnya. Dengan suara yang dibuat sesopan mungkin, Sakura mempertanyakan alasan ayahnya memblokir rekeningnya. Tapi belum selesai ayahnya bicara, Aera mematikan sambungan dengan emosi.
"Sialan! Siapa juga yang mau pulang dan tinggal dengan nenek sihir itu!"
Tadi wanita ular, sekarang nenek sihir. Sakura memang memiliki banyak julukan untuk ibu tirinya.
Sakuran keluar dari ATM dan berjalan di trotoar dengan kesal. Uangnya tinggal beberapa ratus ribu dan tidak mungkin dia bisa bersenang-senang dengan uang segitu.
.
Tapi kenapa ayah tiba-tiba membuat keputusan drastis ini?
Ini tidak seperti dirinya yang langsung mengambil keputusan ekstrim tampa peringatan terlebih dahulu.
Sialan! Sialan!
Apa aku harus mencari pekerjaan! Aku hanya ingin jadi pengangguran!
.
Dua hari ini sakura hanya berguling-guling tidak jelas dalam rumah kontrakannya. Dia masih sangat marah. Bahkan setelah pembicaraan terakhir yang singkat, ayahnya tak lagi menghubunginya. Sakura benar-benar merasa telah dibuang.
Dia sedikit lega karena telah melunasi uang sewa sebulan disana. Setidaknya dia punya waktu untuk memikirkan kedepannya selama tiga minggu sisa masa sewa.
"Aku perlu ijazah, tapi... Ayo cari pekerjaan yang tak memerlukan ijazah saja!"
Sakura tidak ingin pulang mengambil ijazahnya. Itu hanya akan membuatnya bertemu ibu tiri dan ayahnya. Dua orang yang tak ingin Sakura temui untuk sekarang ini.
Sakura yang sedang berbaring diatas sofa langsung duduk dengan cepat ketika teringat kartu nama yang kemarin ia letakkan asal di dalam jaketnya.
Menatap nama Heri dan nomor telepon yang tertera disana.
"Dari pada susah-susah, tawaran pria kemarin patut dicoba, kan?" gumamnya.
.
Heri langsung turun ke lantai satu begitu mendapatkan telepon dari Sakura. Mereka memang berencana bertemu pagi ini untuk wawancara langsung tampa melewati HRD.
Resepsionis yang berjaga di depan lobi utama sampai menatap Sakura dengan curiga karena Heri secara langsung menyambutnya. Dalam hati bertanya siapa Sakura dan apa tujuannya ke perusahaan mereka.
"Aku senang kamu menghubungiku tadi malam. Aku hampir menerima pelamar lain kalau kamu tidak menghubungiku."
Tentu saja itu bohong, Heri sama sekali tidak mencari kandidat lain. Setelah melihat Sakura dikafe saat itu, dia langsung membatalkan perekrutan.
"Oh, syukurlah."
Sakura mengikuti Heri menuju lantai paling atas dimana kantor atasan mereka berada. Heri ingin langsung memperkenalkan Sakura. Dia bahkan sudah membuat surat kontraknya.
"Permisi, Pak Dan. Saya membawa calon asisten yang saya katakan tadi malam."
Mereka sedang berada di depan pintu ruangan Dan. Pria itu sedang serius mengambar sesuatu dimejanya. Dia tidak menjawab maupun mengangkat wajahnya, dia benar-benar sangat fokus.
.
Apa bosnya tuli? Kenapa dia diam saja?
Katanya dia orang yang sulit, apa ini maksudnya? Suka mengabaikan orang lain seperti anak autis?
"Oh my God!"
.
Tampa sadar Sakura mengucapkannya kalimat itu. Bukan karena apa-apa. Itu adalah reaksinya ketika melihat wajah Dan secara keseluruhan ketika Dan mengangkat kepalanya.
Bulu mata lentik dan memiliki kulit yang sangat mulus. Sepanjang hidupnya, ini pertama kalinya Sakura melihat pria cantik dan tampan sekaligus secara langsung.
Tapi, tentu saja wajah itu tak seindah perilakunya. Wajah datar itu hanya menatap Sakura sekilas lalu mengangguk sekali pada Heri sebagai respon persetujuan.
.
Wah! Apa dia juga bisu?
Tapi lihatlah wajah itu! Mana cocok memiliki kekurangan dengan wajah itu! Dia seperti boneka hidup. Apa dia benar-benar manusia?
Ini pertama kalinya aku iri dengan wajah laki-laki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments