Melihat orang yang sangat Kania kenal berada di dekatnya saat ini, segera ia pun mendekat. Gadis muda yang setara dengan usianya berdiri di samping mobil.
“Tesa, tolongin aku…” Kania nampak ketakutan tangannya gemetar menggenggam tangan sang teman.
“Ada apa ini?” Suara wanita setengah baya keluar dari mobil yang di tumpangi Tesa barusan.
Dia adalah ibu dari Tesa. “Tante, tolongin saya. Tolong saya, Tante. Ada yang mau jahat dengan saya.”
Tanpa Kania duga jika wanita itu justru menepis kasar tangan Kania di lengannya. Wajahnya menunjukkan aura tak bersahabat saat ini.
“Mana om rasa papah kamu? Minta tolong dong sama dia. Ayo Tesa kita masuk. Jangan dekat-dekat sama dia. Mamah sudah ingatkan kamu untuk jauhi anak nggak bener kayak dia ini.” Kania menggeleng tak percaya mendengar ucapan mamah dari sahabatnya itu.
Tesa hanya menggeleng berusaha menolak ajakan sang mamah.
“Mah, tolongin Kania dulu. Kasihan dia.” ujar Tesa namun tak di gubris oleh sang mamah.
Tubuh mungil Tesa sudah di paksa masuk ke sebuah restauran meninggalkan Kania seorang diri.
Mobil yang di tumpangi Tesa pun sudah melaju menuju parkiran. Kania baru tahu sifat asli mamah dari sahabatnya ini. Selama ia dan Tesa bersama di sekolah Kania selalu mendengar jika mamahnya adalah wanita karir yang hebat.
Berstatus janda tak membuat mamah Tesa redup dalam kerjanya. Justru ia bekerja keras demi memenuhi kehidupannya dan juga sang anak.
“Maafkan aku, Nia. Aku tidak bisa menentang mamahku.” Dalam hati Tesa menyesali tingkahnya saat ini.
Tak tega rasanya melihat Kania yang ketakutan di luar sana. Apalagi Tesa melihat Kania sudah berlari kembali di jalanan.
“Pasti Kania sedang ada masalah.” gumam Tesa kembali.
Di cerahnya hari pagi itu Kania terus menelusuri jalan hingga ia terhenti ketika menubruk dada bidang seseorang.
“Argh!” Kania merintih hampir terjatuh saat tak sengaja menabrak.
“Kenapa jalan menoleh ke belakang?” Suara pria yang asing menjadi pusat perhatian Kania.
Gadis tinggi berwajah baby face itu menatap wajah pria tampan. Segera ia pun menunduk dan meminta maaf.
“Maaf, Kak. Saya tidak sengaja.” tuturnya bersalah. Pria yang terlihat lebih dari umurnya tertawa kecil.
“Mau kemana?” Kania menggeleng mendapati pertanyaan seperti itu.
“Kau menangis? Sedang ada masalah?” Lagi pria itu bertanya.
Kania hanya menggeleng berusaha menghindar. Ia ingin pergi, tapi justru pria itu menarik tangannya kuat.
“Ayo ikut aku. Kau harus membayar maafmu itu padaku.” ujarnya yang membuat Kania mendadak sangat takut.
Segera Kania menggelengkan kepala dan memberontak. Sayangnya pria tersebut bergerak jauh lebih cepat. Sebuah mobil pun sudah menghampiri mereka.
“Tidak, tolong jangan paksa saya. Tolong biarkan saya pergi!” Sepanjang jalan di dalam mobil Kania terus saja memberontak.
Belum saja hilang rasa trauma akibat Jemi, kini ia justru bertemu pria asing yang entah ingin membawanya kemana.
Beberapa menit berlalu kini mobil terparkir di sebuah rumah mewah berlantai satu. Kania ketakutan namun tubuhnya terus di tarik paksa oleh pria tersebut.
“Tuan,” Seorang pelayan datang menghampiri.
“Bibi, awasi dia mencuci pakaian dan menjemur serta menyetrika.” Tanpa bantahan, pelayan wanita itu segera mengangguk.
“Mencuci? Menyetrika? Tidak. Aku tidak mau. Aku mau pergi!” Kania kesal dan memberontak. Baru saja tubuhnya berbalik pria tersebut sudah lebih dulu mencekal pergelangan tangannya lagi.
“Kerjakan semuanya maka kau boleh pergi. Anggap saja itu sebagai permintaan maafmu.” Ia berkata dengan santai sampai pada akhirnya tangannya terulur mengusap puncak kepala Kania.
Entah siapa dan dari mana datangnya? Yang jelas Kania merasa bersyukur jika saat ini ia di pertemukan oleh pria yang tidak semesum di pikirannya. Yang terpenting di rumah ini tidak sepi. Artinya Kania tidak mungkin mendapatkan pelecehan.
Segera ia pun mengerjakan apa yang di perintah pria tadi. Sepanjang mengerjakan, sang pelayan terus mengarahkan Kania kerjaan itu dengan benar.
Lama fokus dengan kerjaan, akhirnya Kania muncul ide briliant.
“Bibi, apa di sini membutuhkan pelayan?” Harap cemas Kania bisa memiliki kesempatan kerja dan tinggal di sini.
Setidaknya dengan kerja di rumah, maka ia akan bisa bersembunyi dari sang papah.
“Maaf jika aku harus mengingkari janjiku untuk selalu di sampingmu, Papah Jem. Kau yang merusah semuanya. Dulu aku bersumpah akan di sampingmu sampai merawatmu ketika tua nanti. Tapi, kini aku tak bisa lagi melakukan itu.” Kania menunduk sejenak mengingat pria yang sangat ia sayangi itu.
“Yah di sini pasti selalu membutuhkan pelayan. Tuan kan selalu cerewet. Mana ada pelayan yang betah kerja di sini. Semoga Non betah yah kerja di sini?”
“Hah?” Kania lantas terperangah mendengar ucapan bibi. Sebab niatnya bertanya untuk mencari peluang kerja sekali gus tempat tinggal. Nyatanya wanita itu justru menyangka jika ia memang akan kerja di sini.
“Memangnya saya sudah kerja di sini, Bi?” tanya Kania polos.
“Lah iya ini kan Non sudah kerja toh?” Kania menatap cucian di tangannya. Benar, ini adalah kerjaan yang ia kerjakan saat ini. Artinya ia sedang bekerja di sini.
“Maksud saya kerja untuk sampai ke depannya, Bi? Kalau bisa saya mau kerja di sini.”
“Yah silahkan, Non. Asal betah sama Tuan yah boleh-boleh aja.” Kening Kania mengerut.
Mengartikan secerewet apa pria itu sampai membuat pelayan tak betah kerja dengannya.
“Sudah selesai belum?” Teriakan dari arah kamar membuat Kania dan bibi bergerak menyelesaikan cucian.
“Belum selesai juga? Lama banget sih?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
🌸ReeN🌸
jangan sampe kania lepas dari kandang macan masuk kandang buaya...kasihan kania
2023-06-15
0