Setelah puas menerima hinaan dari Nyonya Colins akhirnya Edwald memilih untuk menemani Shireen ke perusahaan ayahnya. Tentu tak merasa canggung lagi menginjak lantai perusahaan yang berbentuk balok dua penjuru ini tapi yang menjadi permasalahan adalah Edwald tengah di kejar-kejar oleh media yang begitu haus akan informasi tentang kebangkrutan perusahaanya secara tiba-tiba.
Alhasil Shireen di sangkut pautkan bahkan mereka sudah memenuhi gerbang gedung besar itu sedangkan Edwald berdiri di dekat lobby bersama Shireen yang tampak cemas karna media begitu banyak berdatangan.
"Ya tuhan. Kenapa mereka tak pernah bisa berhenti menggali privasi orang lain?!" gumam Shireen kesal karna mobil mereka tadi terjepit di antara kerumunan media yang tak memberikan jalan.
Untung para keamanan disini sigap melerai hingga mereka bisa berdiri disini. Edwald hanya diam menjadi tontonan para karyawan yang tampaknya juga menatapnya aneh, ada ketidakpercayaan dan keraguan di mata mereka.
"Nona!"
Sekertaris Amber mendekati Shireen yang memang akan melakukan beberapa meeting dengan klien mereka hari ini. Tapi, Shireen berencana untuk memasukan Edwald ke dalam perusahaanya.
"Sayang! Bagaimana kalau kau bekerja di perusahaan ini?" tanya Shireen menggandeng lengan kekar Edwald yang tengah memakai jaket dan celana jeans yang membuat pesona mudanya keluar.
Mendengar tawaran Shireen yang menarik Edwald tak langsung menyetujuinya. Ia sudah mengirim beberapa lamaran di perusahaan lain karna tak mau bergantung pada wanita cantik ini.
"Jika kau bekerja disini kita akan sering bertemu. Itu sangat menyenangkan."
"Aku tak ingin menyusahkan mu," gumam Edwald mengusap punggung tangan Shireen yang begitu halus seperti tak berpori-pori.
Mendengar jawaban Edwald helaan nafas berat Shireen meruak. Ia kasihan melihat Edwald yang kesana-kemari mencari pekerjaan yang sesuai dengan keluarganya tapi karna liputan media yang malam itu membuat paradigma miring tentang kinerjanya membuat perusahaan-perusahaan lain meragukan keahlian pria ini.
"Aku tak merasa di susahkan. Sayang! Bahkan aku sangat senang," jawab Shireen terdengar tulus dan sangat lembut. Sekertaris Amber dapat melihat jika nonanya begitu mencintai pria tampan ini.
Tapi, berbeda dengan Shireen yang bersemangat mencarikannya pekerjaan, Edwald justru lebih memilih untuk tak melibatkan Shireen.
"Pergilah meeting. Aku akan menunggumu."
"Ayolah!" lirih Shireen tapi pendirian Edwald bak karang di lautan. Ia masih bertahan walau gempuran ombak rumah tangganya terus menggoyangkan air yang mendorong kakinya.
"Kita bicarakan lain kali. Pergilah!"
"Haiss.. Kalau ada apa-apa kau langsung bicara denganku. Hm?"
Edwald mengangguk memandangi wajah cantik Shireen yang tanpa ia duga melayangkan kecupan ringan ke pipinya dengan malu-malu. Hal itu membuat Sekertaris Amber menoleh ke arah lain.
"Tunggu aku!"
"Hm."
Edwald hanya mengangguk membiarkan Shireen pergi masuk ke pintu gedung besar ini. Saat wanita itu sudah ditelan pintu kaca sana pandangan datar Edwald menyapu beberapa karyawan yang lewat di sekelilingnya.
"Tuan!"
Sapa beberapa diantaranya karna aura Edwald masih belum berubah. Walau tak ada pijakan kekuasaan tapi kharismanya mampu membuat orang lain menundukan kepalanya.
"Siapa yang akan menerima lamaranku?!" gumam Edwald dengan makna yang hanya ia yang tahu.
Manik tajam kehijauan itu membidik ke arah gerbang dimana masih banyak media yang mengincarnya. Ia tak akan bisa keluar dari sini tanpa dicecer pertanyaan hina itu.
Setelah beberapa lama kemudian Edwald berdiri di depan lobby, tiba-tiba saja ia merasakan ada yang keluar dari pintu perusahaan dan orang itu tak asing bagi Edwald.
Keduanya sempat bertatap-tatapan dalam beberapa detik tapi pria paruh baya berstelan jas itu sadar jika itu adalah Edwald.
"Aku hampir melupakanmu!" decahnya penuh cemo'oh. Dapat dilihat jika dia orang pertama yang menyukai kondisinya sekarang.
"Aku baru tahu jika kau mengirim surat lamaran ke perusahaan ku. Apa yang terjadi?" tanyanya bernada misterius mendekati Edwald yang masih diam di tempat.
Tatapan pria gempal berperut buncit ini seperti mengolok-ngolok Edwald dalam nada sapa dan cara memandang dirinya.
"Kenapa kau kesini? Bukankah kau punya perusahaan sendiri?"
Edwald tetap diam. Tapi, ia tak menunduk sama sekali bahkan tatapannya sangat intens membuat pria itu agak menjaga jarak.
"Dan tunggu.. Aku sepertinya melupakan sesuatu," gumamnya mencoba mengingatngingat beberapa hal. Saat sudah mendapatkannya ia langsung menunjuk Edwald dengan tangan kirinya.
"Perusahaan mu bangkrut?"
Tebaknya tapi itu hanya kepalsuan. Senyum puas yang merekah itu ingin berteriak senang jika tak ada halangan lagi.
"Perusahaan-mu yang bangkrut seminggu yang lalu, bukan? Aku sangat sedih saat mendengarnya."
Nada berempati tapi ia segera terkejut kala Edwald mencengkram telunjuknya yang tadi mengacung dengan berani. Keberanian yang tadi berkobar sekarang tak lebih seperti kerupuk terkena air.
"K..kau.."
"Kau menerima lamaran ku?" tanya Edwald dengan suara berat datarnya tapi tangan kekar itu mencengkram kuat telunjuk pria ini hingga terasa mau patah.
"L..Lepass!!"
Edwald hanya diam. Ia menjadi batu terus menekan jari pria ini hingga wajah tua itu sudah pucat dan mengeluarkan bulir keringat menahan sakit.
Saat mulai banyak orang di lobby ini Edwald segera melepaskan cengkramannya. Pria itu mendesis mengibas jarinya yang sudah terkulai pucat bahkan sangat sakit.
"Kau pantas di posisi ini. Akan ku pastikan tak akan ada yang mau menerimamu. Cuih!" kasarnya meludah ke arah samping dan berlalu pergi ke mobilnya.
Edwald tak ambil pusing. Ia masih setia menunggu Shireen tanpa ingin masuk. Pasti nanti akan jadi perbincangan saat kakinya menginjak lantai mahal itu.
Sekarang Edwald mulai dihantui ucapan Nyonya Colins. Tiba-tiba saja kepalannya menguat merasa jika wanita itu sudah terlalu lancang merendahkannya.
Ternyata manusia seperti itu memang ada. Isi kepalanya hanya harta dan kekuasaan padahal tak ada yang bisa di banggakan dari itu.
Dreet..
Ponsel Edwald berbunyi. Ia segera melihatnya hingga ada notif email yang mengkonfirmasi tentang lamarannya beberapa hari yang lalu.
"Supir?" gumam Edwald menyeringit kala membaca balasan ini. Ia diterima tapi hanya menjadi supir di salah satu perusahaan yang yang menyediakan jasa ini.
Helaan nafas Edwald muncul. Nyonya Colins tak akan setuju dengan pekerjaan ini karna wanita itu hanya ingin kursi CEO yang dulu ia duduki.
Kenapa jadi begitu rumit?!
Batin Edwald mengabaikan pesan ini. Ia berniat untuk melamar di perusahaan lain tapi karna namanya sudah buruk maka tak ada yang mau menerimanya.
Tapi, siapa sangka jika ada yang merekam Edwald secara diam-diam. Ia menyebarkan berita baru tentang 'MENANTU KELUARGA HARMON MELAMAR MENJADI SUPIR' menarik bukan?
Ntah bagaimana murkanya Nyonya Colins saat hal ini menyebar mempermalukan keluarga mereka. Sungguh pemandangan yang indah untuk di saksikan.
....
Vote and Like Sayang..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Martha Siahaan
Salam kenal ya thor. semangat berkarya.
salah satu othor fav ku.
dah srmua novelmu kubaca thor 😍
2023-10-24
4
fifid dwi ariani
trus Sukses
2023-07-15
1
🌹💐🌻Kim Queen 💜💫✨
edwald kau sedang di permainkan tuhan mu kyaknya 🤣🤣🤣🤣🤣 dibuat susah dlu yah 🤭😅 enak nya nnti di akhir gtu 🤣 smoga saja tuhan mu berbaik hati ✌️😆😆😆😆
2023-05-21
1