Sekembalinya dari menonton pertandingan bersama Tyler, Chloe berjalan pulang menuju asramanya. Dari lapangan basket sampai asramanya dia melewati sebuah taman dengan panggung terbuka. Tempat itu biasa digunakan siswa-siswa teater berlatih keberanian tampil di panggung. Mereka biasa berpantomim, membaca puisi atau bahkan berteriak-teriak asal saja saat taman itu ramai dilintasi para siswi yang hendak kembali ke asrama.
Dari kejauhan, Chloe mendengar alunan suara gitar. Dia menoleh, mengerutkan kening dan menyipitkan mata melihat lebih jelas siapa yang memainkan gitar semerdu itu di atas panggung. Suara itu bukan suara gitar listrik tapi gitar akustik, gitar jadul yang terbuat dari kayu. “Siapa juga yang hari ini masih memainkan gitar tua seperti itu?” bisik Chloe penasaran.
Saat kecil, Chloe pernah berlatih gitar akustik diajari ayahnya. Sejak itu, Chloe dan Ayah sering menghabiskan waktu bersama dengan duet gitar. Ini adalah salah satu waktu terfavoritnya bersama ayah. Dia punya gitar di rumahnya, tapi dia tidak pernah berpikir untuk membawanya ke sekolah—dia tidak ingin terlihat pamer atau bahkan makin dianggap kuper karena gitar yang bisa dimainkannya adalah gitar jadul. Tapi sekarang, ketika mendengar suara alunan gitar kayu, godaan untuk memainnkannya pun menguat. Chloe bertekad harus tahu siapa yang sedang memetik gitar.
Chloe berjalan mendekati panggung, rasa ingin tahunya semakin tumbuh seiring langkah. Saat dia nyaris sejengkal dari panggung, dia melihatnya—Jack, lelaki tampan pujaan sekolah tapi pendiam. Visual Jack sepertinya selalu berbaur dengan latar belakang. Dia duduk di sudut panggung, agak membelakangi penonton. Jari jemari Jack bergerak cekatan memetik senar-senar gitar.
Jack Chloe terpaku. Dia belum pernah mendengar orang bermain seperti itu sebelumnya—sepertinya musik mengalir keluar dari dirinya dengan mudah, seolah-olah Jack dilahirkan sebagai pemain gitar. Dia mendengarkan dengan terpesona. Saat Jack menyelesaikan lagu dan meletakkan gitar di samping tempat duduk. Ketika Jack berbalik dan melihatnya berdiri di sana, Chloe tidak bisa menahan senyum.
"Wow," katanya, suaranya rendah. "Itu tadi menajubkan." Sahut Chloe tulus.
Jack menatap Chloe, terkejut. "Oh, hai Chloe. Aku tidak tahu kamu ada di sana."
Chloe menggelengkan kepalanya. "Aku sedang menuju asramaku dan tiba-tiba saja aku mendengar suara gitar. Kupikir, aku harus melihat siapa yang sedang bermain gitar. Benar-benar indah. Apakah kamu sering main gitar?"
Jack mengangkat bahu. "Tidak juga. Hanya kadang-kadang, ketika aku memiliki waktu luang di antara les pelajaran ini dan les itu."
Chloe tertawa. “Oh ya, tentu saja hari-hari kita selalu disibukkan dengan belajar, bukan?”
Jack nyengir dan mengangguk.
"Yah, di sini kamu harus memainnkannya lebih sering," kata Chloe, matanya berbinar. "Itu benar-benar bagus. Dan lihat… kau membuat cewek-cewek terpesona," Chloe menggoda Jack yang tampak tersipu-sipu saat menyadari segerombolan cewek yang tidak begitu dikenalnya, mungkin mereka kelas XI atau kelas XII.
Jack tersenyum, pipinya merona merah. "Terima kasih, Chloe. Aku menghargai pujianmu." Jack meraih gitarnya memasukkannya ke dalam tas. “Ngomong-ngomong, kamu dari mana? Bukankah kelas laboratorium kimia sudah selesai dari tadi?”
“Eh?” Chloe terkejut menyadari Jack memperhatikan kesehariannya.
“Tadi aku melihat Mia sudah pulang ke asrama bersama Sarah dan Emma dari kelas laboratorium biologi.”
“Oh iya, mereka akan menonton film di bisokop sekolah.”
“Kamu tidak ikut?”
“Humm….” Chloe ragu-ragu sejenak. “Aku menonton tim basket berlatih. Tyler mengajakku menonton dia main basket.”
“Tyler? Tyler kelas XI?”
Chloe mengangguk lagi sambil tersenyum kikuk, dikibas-kibaskannya tangannya dan berkata, “Aku tidak ada apa-apa kok dengan Kak Tyler. Kami hanya… berteman.”
Jack terkekeh geli melihat kegugupan Chloe. “Aku cuma bertanya kok. Lebih dari berteman juga tidak apa-apa.”
Chloe meringis. Jawaban Jack di satu sisi menenangkannya dan di sisi lain menciptakan lubang kecil nan perih di hatinya.
"Hei, aku juga bisa bermain gitar," kata Chloe tiba-tiba. Dia merasakan dorongan untuk sedikit pamer.
Jack pun meminjamkan gitarnya kepada Chloe dan memberikan kursinya untuk Chloe. Gadis itu mulai menarikan jari jemarinya di senar-senar gitar. Sementara itu, Jack bersidekap mengawasi Chloe. Dia selalu menganggap Chloe sebagai orang yang pemalu dan pendiam, tetapi ada sesuatu tentang cara Chloe bermain gitar. Gadis itu tampak yang begitu percaya diri dan kuat. Chloe menjelma menjadi orang yang sama sekali berbeda.
Usai memainkan setengah lagu, Jack bertepuk tangan dengan mata berbinar-binar. Terang-terangan dia memuji Chloe dan menyatakan keherannya sebab belum pernah ditemuinya seorang gadis yang mahir main gitar jadul seperti Chloe.
Pujian Jack membuat Chloe tersipu-sipu malu. Tak ingin berlama-lama menerima hujan pujian dari Jack, Chloe pun berpamitan pada Jack hendak kembali ke asramanya.
"Hei!” teriak Jack ketika Chloe hendak beranjak pergi. Chloe memutar tubuhnya menatap Jack, dan mendengar kata-kata cowok itu. “Mungkin kita bisa nge-jam kapan-kapan.”
Mata Chloe melebar. "Benarkah? Itu akan luar biasa."
Jack menyeringai. "Keren. Aku akan membawa gitarku besok, jika kamu ingin membawa gitarmu. Kita bisa bermain saat makan siang atau semacamnya."
“Ah, aku tidak membawa gitar ke sini,” sahut Chloe menyesal.
“Akan aku cari di ruang properti teater sepertinya masih ada satu lagi di sana.”
“Benarkah?” Chloe mengangguk penuh semangat. "Ya, ayo kita lakukan."
Saat Chloe berbalik meninggalkan panggung terbuka, dia merasakan hatinya dipenuhi alunan lagu ceria. Lubang kecil jauh di relung hatinya yang tadi terasa perih mendadak baik-baik saja. Hatinya kini hanya disesaki perasaan senang.
Jack terbiasa menjadi pria populer, pusat perhatian, tetapi ada sesuatu tentang cara Chloe bermain gitar yang membuatnya merasa seperti melihat dunia dengan cara baru. Dia tidak sabar untuk melihat lagu apa lagi yang bisa dia dan Chloe mainkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments